Pernyataan Posisi
Jaker PO
Pertanian Organik bagi Kemandirian Petani kecil
Jaringan Kerja Pertanian Organik Indonesia
Jl. Griyan Lama 20, Baturan Solo. Tel. 0271-710465 Fax: 0271-718956 Email: jakerpo@yahoo.com Web: www.jakerpo.org
Pemandangan umum
___Kenyataan: Kegagalan model Revolusi Hijau yang dikendalikan Negara (failure of the state-driven GR model)
___Kami menyaksikan, bahwa:
Setelah lebih dari satu dekade krisis finansial Asia, pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung telah meningkat namun dengan laju yang masih lebih rendah dibandingkan sebelum krisis. Dengan laju dan kualitas pertumbuhan yang relatif rendah, laju pengangguran dan kemiskinan yang tinggi sulit untuk diturunkan. Pembangunan pertanian dan perdesaan, yang pada dasarnya potensial untuk mengatasi masalah pengangguran dan kemiskinan, ternyata masih berjalan lamban. Upaya-upaya pembangunan, baik pertanian maupun non-pertanian, sejauh ini cenderung masih terkonsentrasi di pulau Jawa, dimana ketersediaan lahannya sangat terbatas sehingga mempersulit upaya mengatasi kedua masalah tersebut. Kemiskinan dan pengangguran yang relatif tinggi cenderung semakin meningkatkan praktik usaha tani yang tidak berkelanjutan, sehingga meningkatkan degradasi lahan dan mendorong perambahan hutan, yang pada gilirannya dapat mengancam keberlanjutan sumberdaya air.
___Kami menyaksikan, bahwa:
Semata-mata mengandalkan teknologi dan asupan kimia dalam pelaksanaan Revolusi Hijau yang sempat menghadirkan situasi swasembada beras selama kurang dari 3 tahun, tetapi telah menimbulkan beberapa dampak penting, di antaranya:
1. Meledaknya serangan hama wereng coklat yang sangat luas akibat monokulturisasi budidaya,
2. Merebaknya kasus-kasus keracunan pestisida akibat tidak memadainya penyuluhan yang baik dan benar, yang berdampak luas di perdesaan yaitu rendahnya pemahaman terhadap ancaman racun kimia.
___Kami menyaksikan, bahwa:
Perempuan telah tersingkir dari sumber pekerjaan dan tradisi dalam budidaya tanaman padi yang sangat maskulin dalam paket teknologi Revolusi Hijau, dan tercipta-berkembangnya ekonomi transaksional terhadap keluarga petani. Dampak penting, di antaranya:
1. Perempuan tidak dapat lagi memanen padi, karena ani-ani berganti dengan sabit,
2. Perempuan dan keluarganya terpapar resiko racun kimia pertanian,
3. Alu, lesung dan menampi beras – yang dahulunya digarap oleh sebanyak 1,2 juta perempuan tuna lahan di Jawa - telah berganti dengan mesin giling.
4. Hilangnya potensi pendapatan perempuan akibat mekanisasi pertanian, sementara kebutuhan uang tunai dirasakan tiba-tiba meningkat.
___Dengan kata lain, terlihatnya gejala “feminisasi kemiskinan peluang kerja” dalam budidaya tanaman padi, akibat maskulinisasi paket tehnologi Revolusi Hijau.
___Kami menyaksikan, bahwa:
Pernyataan pemerintah yang dikemukakan oleh Kepala Negara (Juli 2007), bahwa pembangunan pertanian mesti berubah dari Revolusi Hijau, meskipun telah meningkatkan produksi, namun telah juga menimbulkan kerusakan pada banyak sector lingkungan hidup. Jadi kita mesti menerapkan metode-metode peningkatan produktivitas tetapi pada saat yang sama mesti ramah pada lingkungan, dengan kata lain kita mesti menerapkan pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Kita harus memakai apa yang kita pertimbangkan metode yang baik, dan kita harus menghentikan apapun yang tidak melestarikan lingkungan… Cadangan minyak bumi kita, jika kita tidak menemukan sumber-sumber baru, hanya akan dimanfaat tak lebih dari 20 tahun lagi. Pasokan gas kita hanya akan berlangsung 60 tahun lagi. Pasokan batubara, jika kita memakainya secara ekonomis tak lebih dari 150 tahun lagi. Untuk menghindari masa depan pasokan gas yang hilang bagi pemakaian lainnya, maka solusinya adalah menggantikan pupuk kimia dengan pupuk organik.
___Kami menyaksikan, bahwa:
Indonesia telah mencapai swasembada beras di tahun 2008. Namun (...) sejumlah fakta terungkap, Indonesia sudah terjebak dalam ”perangkap pangan” negara-negara maju. Hal ini terlihat dari tujuh komoditas pangan utama nonberas yang sangat bergantung pada produk impor. Dari tujuh komoditas tersebut, empat di antaranya, yakni gandum, kedelai, daging ayam ras, dan telur ayam ras, dinyatakan sudah masuk kategori kritis
Pengenalan model kemitraan Negara dan swasta
___Kami menyaksikan, bahwa:
Sejak awal tahun 2007 terlihat jelas swastanisasi dalam hal pasokan benih padi yang diimpor dari Cina, yaitu benih padi hibrida, dan dimassalkan kepada petani dari waktu ke waktu hingga kini. Kami menyaksikan adanya “kompetisi” yang “cukup” nyata antara benih varietas padi hibrida hasil pemuliaan nasional dan benih varietas impor – yang pada gilirannya lahan sawah menjadi ajang ujicoba yang saling berebut “gelar juara” dalam hal jumlah panenan.
___Kami menyaksikan, bahwa:
Di balik itu semua, hasil evaluasi selama 3 tahun menunjukkan padi hibrida rentan terhadap wereng coklat dan wereng punggung putih dibandingkan dengan padi inbrida. Pada sisi lain, tersembul paradoks, di tengah maraknya kata kedaulatan, maka dengan terciptanya pola kemitraan swasta dan lembaga publik nasional dan internasional untuk pemuliaan padi hibrida tergambar bak “atasan dan bawahan” alias “subsidiaries” pihak swasta terhadap lembaga tersebut. Lembaga publik nasional (Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Padi, BB Padi Sukamandi), dan internasional (International Rice Researh Institute, IRRI) memperoleh royalti dari kemitraan tersebut dari pemanfaatan galur tetua bagi pengembangan padi hibrida.
___Pada sisi lain, kami menyaksikan semakin besarnya kecenderungan lahan budidaya padi sawah di Indonesia yang dipandang sebagai potensi profit alias pasar yang menguntungkan bagi benih varietas hibrida asal China.
Go Organic
___Kami menyaksikan, bahwa: kalimat semacam di atas telah muncul pada tahun 2002. Kalimat yang amat optimistik, jika bukan ambisius, tetapi tujuan yang ditetapkan amat cenderung melihat ke dalam (inward looking) daripada bermain dalam tataran perdagangan produk organik global. Namun dalam beberapa laporan resmi pemerintah, khususnya Departemen Pertanian, istilah itu Go Organic nyaris tidak ada. Yang ada, contohnya, adalah pertanian organik yang selalu melekat dengan kata lingkungan hidup... dan seterusnya, khususnya dalam RAPBN.
___Kami menyaksikan, bahwa: pengerdilan atau pemudaran kata Go Organic menjadi hanya target-target angka dalam APBN, maupun juga dalam kalimat lain, yaitu berkaitan dengan salah satu upaya efisiensi penggunaan pupuk – bersubsidi.
___Kami menyaksikan, bahwa: pupuk organik baru masuk ke dalam subsidi Negara pada APBN 2007... Dapat kita bayangkan, subsidi itu baru masuk APBN ketika tinggal 3 tahun lagi menuju target 2010. Itu pun subsidi yang sifatnya tidak langsung ke petani melainkan ke BUMN yang pola distribusinya tertutup.
___Kami membaca, bahwa: (...) b.Pengembangan pupuk organik guna mensubstitusi penggunaan pupuk kimia yang berlebihan dan meningkatkan/ memelihara kesuburan lahan, melalui penerbitan Permentan tentang pupuk organik, fasilitasi/ pencontohan pemupukan berimbang dan pengadaan bantuan alsin pengolah/pembuat pupuk organik. Pada tahun 2007, dialokasikan bantuan alsin pengolah pupuk organik sebanyak 324 unit yang tersebar di di 300 kabupaten/kota di 32 propinsi.
___Kami menyaksikan, bahwa: sedemikian kecilnya tampilan saran pemerintah agar petani menggunakan pupuk organik, ketika terjadi kelangkaan pupuk kimia pada akhir November hingga minggu pertama Desember 2008. Inilah ironi: menetapkan cita-cita sebagai produsen utama dunia pertanian organik dari mayoritas petani kecil untuk meningkatkan ketahanan pangan dan kesejahteraan (petani) di bawah bayang-bayang krisis keuangan global.
___Kami menyaksikan, bahwa: pertanian organik, justru berkembang di masyarakat lebih dikarenakan adanya peluang bisnis (business opportunity) dari kalangan pemodal-kota paska rejim otoriter.
Pernyataan pengalaman
___Kami berpengalaman, bahwa:
Pengembangan pertanian organik dalam satu kerangka jaringan kerja, yang mencakup:
=> Mendukung upaya petani dalam pengembangan benih lokal. Pengembangan benih lokal sebagai inti pengembangan pertanian organik,
=> Sebagai partner kritis dalam setiap proses pembuatan dan implementasi kebijakan pembangunan pertanian organik,
=> Menyampaikan informasi penting terkait dengan pengembangan pertanian organik,
=> Memperbanyak pelaku pertanian organik yang mengikuti standar PO yang disusun Jaker PO,
=> Bersikap hati-hati serta kritis terhadap sertifikasi bagi anggota Jaker PO, dan sedang berupaya agar Jaker PO sebagai penjamin secara moral di tingkat produsen,
=> Memberikan alat tegas bahwa tujuan dasar pertanian organik selain memulihkan kelestarian lingkungan adalah juga kemandirian petani,
=> Anti benih transgenik, hibrida dan berhati-hati serta kritis terhadap PTB (padi tipe jenis baru) maupun varietas unggul baru,
=> Mendorong petani sebagai pemulia padi varietas lokal dan tanaman lokal lainnya.
___Kami berpengalaman, bahwa:
Pengenalan tradisi lokal, seraya mengaktualisasikan kembali keberadaan empu perempuan pertanian dalam kerangka setiap tahapan proses pengembangan produksi skala kecil pertanian organik lokal adalah sangat vital, dan tak terbantahkan, sebagaimana halnya realisasinya di lahan.
Pernyataan sikap
___Kami menyikapi hal-hal tersebut di atas, dengan pernyataan sikap, sebagai berikut:
___Kami, Jaker PO menyarankan, agar pertanian organik yang dikembangkan oleh negara hendaknya, memang, melihat ke dalam, bukan condong atau berorientasi semata-mata kepada ekspor, jika hanya bersifat semu, dan profit semata di tengah upaya internasional mengatasi krisis keuangan global dewasa ini.
___Kami, Jaker PO menyarankan, dan berkeyakinan bahwa prinsip-prinsip dasar ke arah pertanian dan sistem pangan yang berkelanjutan, ialah berkeadilan secara ekologis dan sosial - diantaranya:
1) Tujuan Akhir
Solusi akhir bagi masalah sosial, ekonomi, dan lingkungan hidup – sebagaimana terpampang di bagian awal – adalah transisi ke arah yang lebih terdesentralisasi, demokratis, kooperatif, non-korporat, pertanian organik berskala kecil sebagaimana yang dipraktekkan oleh masyarakat tradisional, dan masyarakat adat yang bercakupan agro-ekologi pada pengertian metodologis. Masyarakat petani tradisional, dan masyarakat adat – yang dimotori oleh perempuan - itu telah mempraktekkan pertanian berkelanjutan dengan dasar prinsip-prinsip keanekaragaman, sinergis, dan mendaur-ulang. Semua aturan dan kebijakan pada berbagai tingkatan mesti mendorong solusi demikian demi keberlanjutan masyarakat luas.
2) Pangan adalah HAM
Kami menegaskan, bahwa semua manusia di planet ini memiliki Hak azasi manusia (HAM) kepada akses serta memproduksi dan memenuhi kecukupan pangannya untuk keberlangsungan hidup dan komunitasnya. Kecukupan pangan, dan ketersediaan tidaklah relevan, apabila tidak dapat diakses secara fisik dan ekonomi oleh semua orang setiap saat (at all times). HAM atas pangan adalah bagian dari hak azasi untuk standar kehidupan yang layak – yaitu hak untuk bebas dari kemiskinan. HAM atas pangan memberikan standar minimum, misalnya pada tingkat alih kesejahteraan sosial, atau untuk hasil dari pekerjaan, yaitu akses kepada sumberdaya produksi, dan penghasilan terkait, atau upah minimum haruslah cukup guna memperoleh pangan yang layak. Karenanya, semua aturan dan kebijakan Negara sudah semestinya mengakui hak-hak dasar ini. Pemerintah pada tiap tataran – lokal, provinsi, nasional, dan internasional adalah berkewajiban untuk menjamin hak-hak ini. Hak-hak ini tidak dapat diingkari atas nama semata-mata kepentingan komersial internasional maupun proses-proses perdagangan bebas, ataupun juga atas nama alasan lainnya yang mengingkari HAM.
3) Pertanian Lokal dan Desentralisasi adalah Efisien dan Produktif
Kami menolak globalisasi pertanian industri yang berbasis teknologis dan homogenisasi budidaya membawa efisiensi yang lebih besar daripada keanekaragaman komunitas pertanian lokal maupun pertanian tradisional yang berakar pada budaya lokal. Sudah tak terbilang pengalaman lokal dan kajian yang menunjukkan hal sebaliknya, yaitu sistem pertanian monokultur telah menyingkirkan petani - khususnya perempuan - dari tanahnya, dan juga menimbulkan biaya-biaya ekternal terhadap lingkungan hidup maupun komunitas petani kecil. Sistem pertanian monokultur pun telah menunjukkan tingginya kerentanan terhadap hama, maupun juga menimbulkan kelangkaan pupuk kimia manakala dibutuhkan.
4) Rakyat lebih dahulu, bukan korporat pada tanah
Hilangnya lahan budidaya berskala kecil oleh korporat global dan sektor modern, seperti kawasan industri dan pemukiman elit baru rentan kepada masalah rawan pangan, dan terlemparnya perempuan dari kerja-kerja pertanian keluarga, sehingga mereka mudah beralih menjadi tenaga kerja kasar di manca negara.
Kami mendukung berbagai upaya untuk mempertahan lahan pertanian itu agar tidak beralih fungsi, ataupun mengembalikan tanah-tanah itu kepada pemiliknya. Kami sangat mendukung reforma agraria yang asli (genuine) atau bersifat distributif, yaitu mengembalikan orang-orang yang secara tradisi hidup dari tanah pada lahan tersebut, seraya memperkuat komunitas lokal untuk mengontrol keberlanjutan kehidupan mereka.
5) Kedaulatan pangan
Kami sepenuhnya mendukung prinsip dasar kedaulatan pangan dalam cakupan nasional, komunitas, dan juga regional ASEAN. Kami sangat berharap agar semua entitas pada
tataran nasional, dan regional memiliki hak dan kewajiban untuk melindungi, memberlanjutkan, dan mendukung semua kondisi yang memungkinkan untuk mendorong produksi bagi kecukupan pangan yang sehat, tidak tercemar kimia beracun, yang sekaligus mencegah semakin memburuknya kualitas tanah, air, dan lingkungan hidup, seraya menaruh hormat yang sekaligus mendukung kehidupan produsennya, tetapi juga dapat terjangkau bagi semua orang setiap saat.
6) Keharusan melindungi Keanekaragam Hayati dan Kesehatan Ekosistem
Semua pangan yang sehat dan sistem-sistem pertanian adalah sepenuhnya bergantung kepada perlindungan terhadap dunia yang alami, dengan semua keberanekaragamannya. Kami memandang tak boleh adanya pertimbangan komersial dan perdagangan yang mengabaikan hal itu. Prinsip ini adalah mengindahkan kaidah menjaga jarak transportasi yang relatif pendek bagi bahan pangan dari sumbernya hingga ke piring makan (distance of food travels from farm to our plate) guna memperkecil peluang tercemarnya bahan pangan bagi kesehatan manusia maupun penambahan polusi udara, serta pencemaran lainnya bagi lingkungan hidup.
Jarak yang relatif pendek pun memungkinkan terciptanya harga yang lebih terjangkau secara fisik dan ekonomis bagi konsumen setempat, dan lebih besarnya peluang pendaur-ulangan bahan pangan ke lahan budidaya (From land to table...to land).
7) Hak Kultural dan Identitas Adat
Sistem-sistem tradisi dan budidaya produksi pangan adalah aspek integral dari kultul dan identitas adat. Kenyataannya keanekaragaman secara luas bergantung kepada keanekaragaman budaya. Semua komunitas manusia memiliki hak untuk melestarikan dan pengembangan lebih lanjut serta memperkaya identitasnya, sebagaimana halnya dipraktikkan, diekspresikan dan telah berlangsung antar generasi. Kami menyatakan tidak boleh ada satupun badan internasional yang mengubahnya dengan berbagai tekanan – secara politis maupun secara finansial - dengan dalih perdagangan maupun komersialisasi berjangka pendek.
8) Hak mengontrol dan menikmati Warisan Pengetahuan Lokal
Kami memandang semua komunitas petani tradisional, dan masyarakat adat, dan entitas nasional memiliki hak melekat dan kewajiban untuk melestarikan keanekaraman hayati maupun produksi pangannya, dan menikmati manfaat dari keanekaragaman dan pengetahuan tersebut tanpa adanya intervensi dari pihak-pihak luar. Kami menyatakan pengetahuan tersebut adalah kunci bagi upaya melestarikan pertanian secara berkelanjutan. Ini bermakna pula, komunitas tersebut memiliki hak untuk menentukan sendiri aturannya guna menentukan pilihan mengenai sistem, dan aturan yang terkait dengan hak atas kepemilikan intelektualnya sendiri, termasuk pula hak-hak dan tradisi atas benih varietas lokalnya, serta pengembangan inovasi kolektifnya.
9) Hubungan utama Petani dan Lingkungan Hidup
Kami mengakui, dan mendukung terpeliharanya peran perempuan dalam kalangan petani tradisional dan masyarakat adat sebagai sumber-sumber pengetahuan dan kearifan mengenai hubungan yang tepat guna maupun tepat sasaran antara manusia, tanah, dan keberlanjutan alam dalam jangka panjang. Pengalaman langsung, empiris dari nuansa interaksi antara tanaman, tanah, iklim, dan kondisi lainnya haruslah dilindungi, didukung, dan apabila memungkinkan justru dipulihkan. Kami memandang peran historis ini sudah semestinya bukanlah dimaknai secara ekonomi komersial sesaat, dengan formula kalimat satu ukuran berlaku untuk semua (“one-size-fits-all” formulas).
10) Hak untuk Tahu dan Memilih
Kami memandang, semua individu, komunitas dan entitas nasional memiliki hak yang melekat terhadap informasi yang relevan dan benar mengenai pangan yang mereka konsumsi, maupun proses-proses memproduksi pangan tersebut, termasuk dari mana asal-usulnya bahan pangan itu. Kami menilai inilah pengakuan terhadap kedaulatan orang per orang dalam perolehan pilihan informasi, termasuk juga resiko yang akan diambilnya yang terkait dengan keamanan dan kesehatan, dalam kerangka kesejahteraan manusia (human welfare) maupun juga lingkungan hidup. Hak-hak ini mencakup pula terhadap informasi mengenai dipakainya bahan-bahan kimia, termasuk pestisida, bioteknologi maupun radiasi pangan.
Kami memandang pengingkaran terhadap hak-hak tersebut adalah kriminal dan sudah barang tentu dapat dipidanakan.
11) Kerelawanan, Jujur, Perdagangan Berkelanjutan
Kami mendukung terhadap prakarsa yang berkehendak adanya keberagaman dalam perdagangan yang benar tanpa adanya tekanan (non-coerced), jujur, berkesinambungan, saling menguntungkan bagi produsen dan konsumen, termasuk pelestarian tradisi tukar-menukar barang dan jasa menurut tradisi, dan standar yang benar dalam tradisi petani tradisional dan masyarakat adat. Kami menolak tekanan dari pihak manapun yang mengabaikan prioritas-priotas dalam perdagangan yang dimaknai bebas oleh komunitas lokal. Setiap peluang dagang mestilah dievaluasi oleh komunitas lokal dengan bebas tanpa embel-embel yang menyesatkan dalam jangka panjang bagi keberlanjutan kehidupan mereka.
12) Tanpa Paten atau Monopoli atas Kehidupan
Kami menentang pematenan makhluk hidup demi komersialisasi atau monopoli atas makhluk hidup – tanaman, satwa, dan manusia. Semua aturan nasional dan internasional yang memperbolehkan praktek pematenan makhluk hidup adalah melanggar martabak yang terdapat pada makhluk hidup, bertentangan dengan keanekaragam hayati serta memerosotkan legitimasi warisan masyarakat adat dan para petani di seluruh dunia.
13) Adopsi prinsip-prinsip tersebut
Kami mendesak agar masyarakat menghargai, dan melindungi komunitas produsen pertanian organik dan konsumen memelihara prinsip-prinsip di atas seraya bekerjasama secara luas dan terbuka dalam upaya mewujudkannya.
Surakarta, 17 April 2009
Disusun oleh BP Jaker PO
1. BIOTANI & BAHARI Indonesia (Riza V. Tjahjadi)
2. SPTN HPS (Ronny Novianta)
3. LPTP (Sumino)
4. BINA DESA (Lily Noviani Batara)
5. PPLH BALI (Catur Yudha Hariani)
Rujukan, terpilih
Pemandangan umum
Lihat: Winoto, J. and Siregar, H. (2008). Agricultural Development in Indonesia: Current Problems, Issues, and Policies. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 6 No. 1, Maret 2008 : 11-36.
Petikan:
I said that our development of farming should shift from the Green Revolution where although harvest production is increased there is also the introduction of damage in many sectors of the environment. So we should instead apply methods of increasing the productivity but at the same time they must be friendly to the environment, in other words, there should be a sustainable agricultural development. We have to use what are considered good methods, but we should discard whatever is not preserving the environment. And this SRI method is a proven example where the agriculture is sustained and as a correction to the Green Revolution, discarding the use of chemical fertilizer that damages the environment in the long run. And this SRI method, being a solution, instead of adding to the problem, by providing opportunities for agricultural development is also very suitable for Indonesia… Our petroleum stock, if we do not find new sources, will only last for 20 more years. Our supply of gas will only last for 60 years. Our supply of coal, if we do not economize in its use, will only last for 150 years. To avoid this lost of future supply of gas for other uses; the solution is to replace chemical fertilizer with organic fertilizer.
Sumber: The President’s Speech:. SRI Harvest Ceremony in Cianjur, West Java, Indonesia with an Attendance of the President on 30 July 2007. J-SRI. 005, 15 August 2007. Japan Association of the System of Rice Intensification.
-
Wapres Akui Riset Pertanian Masih Lemah
September 2, 2008
Tumbuhkan Daya Saing Pertanian
Jakarta, Kompas - Wakil Presiden Jusuf Kalla menegaskan, Indonesia harus lepas dari ”perangkap pangan” negara maju dan kapitalisme global. Untuk itu, riset penelitian dan pengembangan tujuh komoditas pangan utama nonberas yang dikonsumsi masyarakat harus terus-menerus ditingkatkan.
Menurut Kalla, Senin (1/9) di Jakarta, selama ini, riset dan penelitian komoditas pertanian masih lemah dan harus diperkuat.
Oleh sebab itu, pemerintah tahun depan mengalokasikan peningkatan anggaran riset dan penelitian, termasuk untuk komoditas pertanian melalui pemenuhan anggaran 20 persen pendidikan di APBN. Tujuannya agar Indonesia dengan kemampuan sumber daya manusia dan sumber daya alamnya dapat menjadi pemain besar di bidang pertanian.
Sebelumnya, sejumlah fakta terungkap, Indonesia sudah terjebak dalam ”perangkap pangan” negara-negara maju. Hal ini terlihat dari tujuh komoditas pangan utama nonberas yang sangat bergantung pada produk impor. Dari tujuh komoditas tersebut, empat di antaranya, yakni gandum, kedelai, daging ayam ras, dan telur ayam ras, dinyatakan sudah masuk kategori kritis.
(...)
Sumber Kompas | Selasa, 2 September 2008 | 00:39 WIB
-
Padi hibrida
Kutipan:
Three years ago we started evaluating hybrid rice varieties and found that all the hybrid varieties are susceptible to BPH. In the WS-2005 we compared BPH reaction in the field of hybrids, Hipa 3, H45, and H53 with IR64, IR74 and BP360. BPH development on hybrids was higher than on IR74. In the DS 2004, we found the whitebacked planthopper on hybrid Rokan, Hipa 3, and Hipa 4, but low in inbred IR64, although this variety was reported to be attacked by BPH . There are indications that in Indonesia hybrids are susceptible to both species of planthopper, BPH and WBPH.
Sumber: REPORT FROM INDONESIA. Brown planthopper development and biotype changes in resistant rice varieties in Indonesia
http://ricehoppers.net/from-ml-almazan-cc-bernal-and-f-horgan/from-baehaki-se/
-
Kutipan:
Hingga awal tahun 2009, BB Padi telah merhasil melepas 8 varietas unggul Hibrida. 4 varietas telah/dan akan dilepas sebagai publik domain, masing-masing Hipa4 dilepas oleh BB Padi, kemudian bekerjasama dengan Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah juga telah dilepas dan dikembangkan HiPa5 Ceva dan HiPa6 Jete. Sedangkan HiPa7, yang telah lolos team pelepasan varietas pada Januari 2009 akan dilepas sebagai publik domain. Bekerjasama dengan swasta, BB Padi juga memberikan lisensi dan melepas masing-masing varietas Maro dengan PT. Dupont, Rokan dengan PT SAS (Sumber Alam Sejahtera) dan Hipa3 dengan PT Syngenta, sementara Hipa 8 sedang dalam proses lisensi dengan PT. Dupont.
Pada Tahun 2009, BB Padi juga telah merintis kerjasama penelitian dan pengembangan padi hibrida dengan PEMDA Jawa Timur. Di samping itu juga dilakukan kerjasama dengan PT. Saprotan Benih Utama di Jawa Tengah, dan penjajakan kerjasama dengan PT. Pertani dan PT. SHS. Dengan mitra luar negeri, BB Padi mengadakan kerjasama penelitian Hibrida dengan Metahelix Life Science yang berbasis di India, juga dengan Advanta International di Australia. Sesuai dengan arahan Bapak Menteri Pertanian bahwa pengembangan hibrida harus dalam posisi 1:1, untuk menyeimbangkan jumlah varietas hibrida yang menjadi milik publik dan yang dilisensi oleh swasta. BB Padi telah melepas 8 varietas unggul hibrida, 4 varietas dilepas sebagai publik domain dan 4 varietas dilepas dengan memberikan lisensi atau hak untuk memproduksi dan mengembangkan padi hibrida kepada perusahaan swasta. Kedepan, BB Padi akan terus berpegang pada komitmen ini dengan menyelaraskan antara pelepasan padi hibrida sebagai milik public dan melisensikan hibrida kepada pihak swasta. Sampai saat ini, BB Padi masih memiliki cadangan 60 galur hibrida pada tahap Uji Daya Hasil Lanjutan (UDHL) dan lebih dari 300 galur potential pada tahap Uji Daya Hasil Pendahuluan (UDHP). Badan Litbang Pertanian, khususnya BB Padi optimis bahwa padi Hibrida akan berkembang dengan pesat dan akan mampu memberikan sumbangan nyata bagi peningkatan produksi beras nasional. Kita tidak bisa memungkiri bahwa kemitraan dengan semua pihak baik instansi pemerintah maupun swasta nasional/international yang professional dan telah menunjukkan kinerja yang nyata dalam mengembangkan Padi Hibrida memang sangat diperlukan.
Sumber: Press Release. Written by Administrator. Tuesday, 17 March 2009
Penandatanganan MoU Kerjasama Penelitian dan Evaluasi Materi Pemuliaan Padi Hibrida antara BB Padi dengan PT. DuPont Indonesia, Senin, 16 Maret 2009 di Auditorium Badan Litbang Pertanian Jakarta.
Last Updated ( Wednesday, 18 March 2009 )
-
Kutipan:
(...) I take liberty of writing to you with a view to establish business relations with you.
Hi-tech seed is the company for producing and exporting rice seed, vegetable seed and fruit seed. And we are interesting in the seed producing and trading of hybrid rice in Indonisia. Therefore, we hope to building the membership with companies in Indonesia. (Thu, Mar 19, 2009 at 3:45 PM)
(...)
Hi-tech seed is the company for producing and exporting hybrid rice seed. As a leading seed company in China, Hi-tech Seed has the honor to be a member of APSA .Our company has a national wide networks and nearly 10 years of experience on rice seed external trade, oversea seed production and rice breeding. Up to now, Hi-tech seed has close collaboration with some seed companies in SE Asia countries as Philippines, Bangladesh, Vietnam and Pakistan. (Mon, Apr 13, 2009 at 2:30 PM)
Sumber: Yang Lin. Hi-tech seed Co.,LTD. Komunikasi Personal. 19 Maret, dan 13 April 2009.
-
Kamis, 11 September 2008 | 17:57
Anggaran Subsidi Benih 2009 Berkurang
JAKARTA. Subsidi benih petani pada 2009 akan lebih rendah dibanding tahun ini. Jika pada APBN Perubahan 2008 pemerintah memberikan subsidi sebesar Rp 1,35 triliun, maka pada 2009 pemerintah mungkin hanya akan mengalokasikan dana sekitar Rp 904 miliar.
Dari data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yang diperoleh KONTAN, subsidi benih akan dipakai untuk pengadaan benih petani. Selain itu dana subsidi juga akan dipakai untuk mengisi cadangan benih nasional (CBN) dan bantuan langsung benih unggul.
Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas Wahyuningsih Darajati membenarkan akan adanya penurunan anggaran subsidi tersebut. Walau menurut Wahyuningsih ada juga kemungkinan alokasi tersebut bertambah. "Itu masih angka anggaran sementara, belum definitif. Tahun kemarin telah mengalami kenaikan waktu APBN Perubahan," ujar Wahyuningsih di Jakarta, Kamis (11/9).
Dalam APBN Perubahan 2008, alokasi anggaran pemerintah untuk subsidi benih mulanya hanya Rp 951 miliar. Tapi, di tengah jalan, ada tambahan dana bantuan tugas kabupaten/kota, melalui dana sektoral Departemen Pertanian sebesar Rp 394,5 miliar. Sehingga total tahun 2008 mencapai Rp1,34 triliun.
Hingga September 2008 penyaluran bantuan langsung benih unggul telah mencapai Rp 364,815 miliar, untuk padi non-hibrida Rp 96,333 miliar, padi hibrida Rp 87,422 miliar, jagung hibrida Rp127,571, dan Rp53,489 miliar untuk kedelai.
Informasi berbeda datang dari Bayu Krisnamurthi. Menurut Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan itu subsidi untuk benih pada 2009 justru akan mengalami peningkatan cukup besar. "Subsidi benih akan naik 10,5% dari Rp 1,5 triliun pada 2008 menjadi Rp 1,7 triliun pada 2009," kata Bayu di Jakarta, Kamis (11/9).
Selain benih, subsidi pupuk juga akan naik sebesar 34,4% dari Rp 15,2 triliun menjadi Rp 18,6 triliun. Menurut Bayu, pemerintah akan konsisten melanjutkan penggunaan instrumen fiskal untuk mendorong peningkatan produksi dan stabilitas harga makanan dalam negeri, seperti dengan subsidi dan fasilitas pajak.
Pelaksanaan subsidi benih dilatarbelakangi oleh masih rendahnya produktivitas tanaman pangan. Lahan tidak produktif karena belum banyak penggunaan benih varietas unggul bermutu di beberapa daerah. Dengan subsidi pemerintah berharap daya beli dan kesadaran petani dalam menggunakan benih varietas unggul bisa ditingkatkan.
Pengamat Ekonomi Pertanian Khudori menduga penurunan pagu subsidi didasari penilaian kurang optimalnya penyerapan benih bersubsidi. "Penyerapan yang rendah bukan akibat tidak dibutuhkannya benih bersubsidi, melainkan mekanisme distribusi yang tidak tepat waktu, sesuai musim tanam petani," katanya.
Tabel Dukungan Bantuan dan Subsidi Benih 2008
No Uraian Jumlah biaya (Rp/Miliar)
1 Dana Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota 394,500
(Dana Sektoral) SL-PTT
2 Dana PSO/Subsidi 951,081
a. Subsidi Benih 112,512
b. Cadangan Benih Nasional (CBN) 184,820
c. Bantuan Langsung Benih Unggulan (BLBU)
* APBN 364,815
* APBN P 289,933
Jumlah 1,345,581
Sumber: Direktorat Pangan & Pertanian Bappenas
Uji Agung Santosa
Sumber: http://www.kontan.co.id/index.php/Nasional/news/1396/Anggaran_Subsidi_Benih_2009_Berkurang
-
Go Organic 2010
“… mewujudkan Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik utama di dunia mulai 2010…”
“...pemgenbangan pertanian organik akan berujung pada peningkatan ketahanan pangan dan kesejahteraan secara berkelanjutan...”
Sumber: Otoritas Kompeten Pangan Organik. Lembar Informasi. Halaman belakang. Sekretariat OKPO Direktorat Mutu dan Standarisasi Ditjen PPHP... dst. Tanpa tahun.
-
WARTA AGRIBISNIS
Senin, 30 Juni 2008 Pukul 16:54:32 WIB
Menyongsong Go Organic 2010
Dalam rangka menyongsong “GO ORGANIC 2010” diperlukan Sumber Daya Manusia yang terlatih dan kompeten, baik yang akan berperan sebagai Pembina Mutu (Fasilitator Mutu Pangan Organik) maupun sebagai Pengawas Mutu (Inspektur Pangan Organik).
Berkenaan dengan hal tersebut, Direktorat Mutu dan Standardisasi telah melaksanakan 2 Kegiatan secara berurutan yaitu :
1.Bimbingan Teknis Inspektur/Pengawas Penerapan Sistem Pangan Organik yang dihadiri oleh 20 Orang Peserta yang berasal dari : wakil Lembaga Sertifikasi Pangan Organik (LSPO), Wakil dari Dinas Lingkup Pertanian Provinsi Sentra Pangan Organik serta Wakil dari OKPO serta wakil Direktorat Mutu dan Standardisasi.
2.Bimbingan Teknis Fasilitator/Pembina Penerapan Sistem Pertanian Organik yang dihadiri oleh 25 orang peserta yang berasal dari Petugas Dinas Lingkup Pertanian dari Provinsi Sentra Pertanian Organik.
Kedua Bimbingan teknis ini di Fasilitasi oleh Instruktur-instruktur Pertanian Organik yang handal dan berpengalaman dari APOI, Lembaga Sertifikasi (PT.MAL) , Dep.Perdagangan dan Ditjen PPHP.
http://agribisnis.deptan.go.id
-
Pupuk Organik dalam kebijakan negara
Petikan:
(...)
Saudara Saudara peserta Raker yang saya hormati.
Berkaitan dengan upaya mengatasi degradasi mutu lahan pertanian yang cenderung semakin miskin akan bahan organik, maka pada tahun 2007 telah dialokasikan anggaran pengadaan Alat Pembuat Pupuk Organik (APPO) sebanyak 300 unit melalui Dana Tugas Pembantuan di 300 Kabupaten, serta melalui APBN-P tahun 2007 sebanyak 34 unit di 24 Kabupaten. Fasilitasi APPO tersebut dimaksudkan untuk mendorong penggunaan pupuk organik in situ khususnya bagi petani padi dengan memanfaatkan limbah hasil panen padi atau komoditas lainnya. Sementara itu pemasyarakatan penggunaan pupuk organik dilakukan pula melalui penyediaan subsidi pupuk organik yang dialokasikan dalam APBN Deptan tahun 2008 sebanyak 345.000 ton untuk aplikasi seluas 690 ribu ha. Pengadaan dan penyaluran pupuk organik bersubsidi tersebut dilaksanakan oleh produsen pupuk BUMN (PT.Petrokimia Gresik, PT.Pusri dan PT.Pupuk Kaltim)... dst
Sumber: Pidato Pengantar Menteri Pertanian pada Rapat Kerja Dengan Komisi IV DPR-RI Tanggal 21 Januari 2008
(...) Berkaitan dengan upaya efisiensi penggunaan pupuk, telah dilakukan sosialisasi penggunaan pupuk majemuk NPK dan pupuk organik,.. dst.
Sumber: Menteri Pertanian. Pidato Rapat Kerja Dengan Komisi IV DPR-RI tanggal 18 September 2008.
Bantuan benih unggul gratis bagi petani telah meningkat berturut-turut dari tahun 2004 sampai 2007 yaitu masing-masing sebesar Rp 80,9 milyar, Rp 106 miliar, Rp 115 miliar, dan Rp 1 trilyun. Peningkatan dalam kurun waktu empat tahun tersebut mencapai 13 kali lipat. Hal ini dilakukan setelah mengkaji secara mendalam bahwa teknologi perbenihan sangat penting bagi peningkatan produktivitas dan pendapatan petani, namun selama ini harganya masih memberatkan bagi petani. Penyaluran benih unggul periode Oktober 2006 sampai Mei 2007 adalah 61.400 ton yang cukup untuk pertanaman seluas 2,5 juta hektar. (Kinerja Pertanian, 2007)
Pemerintah telah secara sungguh-sungguh mempercepat revitalisasi pertanian ini. Hal ini salah satunya, ditunjukkan dengan meningkat pesatnya anggaran belanja pemerintah pada sektor pertanian dari Rp. 3,5 trilyun pada tahun 2003 menjadi Rp. 7,4 trilyun tahun 2006, dan Rp. 10,3 trilyun pada tahun 2007 termasuk Dana Alokasi Khus us (DAK) sektor pertanian sebesar Rp.1,4 triliun. (Kinerja Pertanian, 2007)
Dalam hal perbenihan, data lapangan menunjukkan bahwa penggunaan benih unggul bermutu yang dihasilkan lembaga-lembaga penelitian masih belum banyak digunakan petani dengan berbagai macam sebab. Oleh karena itu, sejak tahun 2006 dan diperkuat pada tahun 2007, Pemerintah menyediakan insentif berupa benih tanaman dan bibit ternak unggul bermutu yang dibagikan secara cuma-cuma kepada petani dan peternak. Upaya ini dimaksudkan untuk menunjukkan kepada petani bahwa penggunaan bahan tanaman/bibit ternak unggul dapat meningkatkan pendapatan mereka berkat adanya peningkatan produktivitas. Program perbenihan ini, yang pada tahun 2004 nilainya baru mencapai Rp. 81 milyar, pada tahun 2007 telah ditingkatkan menjadi Rp. 1,1 trilyun. Kegiatan ini dilengkapi pula dengan penyediaan pupuk murah bagi petani melalui program pupuk bersubsidi yang nilainya terus ditingkatkan dari Rp. 1,6 triliun tahun 2004 menjadi Rp. 6,8 triliun pada tahun 2007. (Kinerja Pertanian, 2007)
Berkaitan dengan program Ketahanan Pangan Pemerintah menyediakan pula fasilitas pupuk murah yang pada tahun 2007 direalisasikan bantuan sebesar Rp 6,8 triliun untuk 4,5 juta ton pupuk urea, 800 ribu ton SP36, 700 ribu ton ZA dan 700 ribu ton NPK. Untuk memperbaiki struktur tanah dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia telah disediakan pula anggaran untuk pengembangan pertanian organik dan lingkungan hidup yang nilainya mencapai Rp 20 miliar.
(...)
6) Perbaikan Mekanisme Subsidi Pupuk dalam Program dan Kegiatan Tahun 2008
Pupuk merupakan sarana input yang penting bagi keberhasilan proses produksi usahatani. Sampai saat ini, penyediaan pupuk masih memperoleh subsidi dari Pemerintah. Dalam upaya mendukung pelaksanaan penyediaan pupuk, Departemen Pertanian merencanakan untuk memfasilitasi perbaikan mekanisme subsidi pupuk.
Sumber: Kinerja Pembangunan Sektor Pertanian 2007. Departemen Pertanian. Februari 2008.
-
Kutipan:
Dalam RAPBN tahun 2009 direncanakan alokasi subsidi pupuk sebesar Rp18,6 triliun (0,4 persen terhadap PDB). Dibandingkan dengan perkiraan realisasi subsidi pupuk dalam tahun 2008 sebesar Rp15,2 triliun (0,3 persen terhadap PDB), maka rencana alokasi subsidi pupuk dalam RAPBN tahun 2009 tersebut berarti lebih tinggi Rp3,4 triliun atau 22,2 persen. Lebih tingginya rencana alokasi subsidi pupuk tersebut terutama disebabkan oleh meningkatnya volume pupuk yang disubsidi dari 7,0 juta ton dalam tahun 2008 menjadi sekitar 8,7 juta ton dalam tahun 2009, akibat adanya perluasan cakupan penerima pupuk bersubsidi (lihat Tabel IV.15).
----
MENTAN DORONG SWASTA EKSPOR BERAS
06-03-2009
Jakarta - Menteri Pertanian Anton Apriyantono mengusulkan kepada Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu agar ekspor beras juga dilakukan oleh swasta. Pelibatan swasta dalam ekspor beras bertujuan meningkatkan margin keuntungan petani. Hal tersebut diungkapkan Mentan hari Kamis (5/3) di Jakarta.
”Potensi ekspor beras tahun ini masih tetap ada meski Angka Ramalan (Aram I) Badan Pusat Statistik menunjukkan produksi padi 2009 di bawah target. Aram I kerap menunjukkan perkiraan produksi padi rendah karena baru perkiraan tren,” katanya.
Anton mengatakan, ekspor beras sebaiknya dilakukan Perum Bulog dan swasta. Langkah itu ditempuh guna memperpendek rantai tata niaga beras ekspor sehingga memberikan margin keuntungan yang lebih besar bagi petani. ”Saya sudah mengusulkan itu ke Menteri Perdagangan. Kalau terlalu panjang rantai tata niaga, insentif yang diterima petani rendah,” ujar Anton.
Dari data BPS, produksi padi 2009 diperkirakan mencapai 60,93 juta ton gabah kering giling atau hanya naik 0,68 juta ton dibandingkan dengan tahun 2008 sebesar 60,25 juta ton. Meski naik 1,13 persen dibandingkan dengan produksi tahun lalu, produksi padi kali ini tetap di bawah target 63 juta ton.
Dirjen Tanaman Pangan Departemen Pertanian Sutarto Alimoeso mengatakan, ekspor beras baru bisa dilakukan setelah ada rekomendasi Deptan.
Rekomendasi didasarkan atas perkiraan produksi beras sampai akhir tahun. Selain itu, agar pelaksanaan ekspor beras juga bisa dikontrol. Meski begitu, Sutarto mengatakan ”katup” pengaman ekspor beras juga ada di tangan Perum Bulog.
Sutarto menilai ekspor beras oleh swasta amat berbahaya karena menjadi sulit dikontrol. Belum lagi pelibatan swasta sebagai pelaku ekspor akan mendorong beras sebagai komoditas strategis yang masuk kategori special product bisa berubah statusnya menjadi nonspecial product.
Karena swasta masuk, nanti akan ada tekanan dari dunia internasional agar komoditas beras tidak lagi masuk ke special product. Risikonya, perdagangan beras menjadi bebas. Ekspor-impor beras boleh dilakukan demi mengejar harga murah.
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/03/06/04311562/mentan.dorong.swasta.ekspor.beras
-
Latar belakang:
Pernyataan sikap tentang prinsip-prinsip dasar ke arah pertanian dan sistem pangan yang berkelanjutan*):
2) Pangan adalah HAM
Prinsip pengakuan HAM: 1) menghargai, 2) melindungi, dan 3) memenuhi (fulfill) terurai dalam kalimat-kalimat pada bagian berikut
5) Rakyat lebih dahulu, bukan korporat pada tanah
Ini input untuk RUU Pertanian/Lahan Abadi, dan juga desakan agar reforma agrarian dilaksanakan benar-benar, bukan hanya judul kebijakan kosong (termasuk di Deptan)
6) Kedaulatan pangan
Ini Kedaulatan pangan dalam kerangka: healty food for all, juga arahnya kepada realisasi ASEAN Charter yang baru ditandatangani di Thailand beberapa minggu silam.
Lihat juga:
RUU Perlindungan Lahan Pertanian Digulirkan. Republika Newsroom. Senin, 09 Maret 2009 pukul 16:48:00
DPR Didesak Membahas RUU Lahan Pertanian Abadi. SUARA PEMBARUAN DAILY. Tanpa tanggal. Last modified: 29/8/08
*) Prinsip-prinsip dasar ke arah pertanian dan sistem pangan yang berkelanjutan dihimpun dari beberapa pernyataan internasional - yang pada waktu pengolahannya mendapat partisipasi dari anggota Jaker PO.
-
Perempuan dan Pertanian
Dampak Revolusi Hijaunya Negara
For example, the introduction of high-yielding varieties of rice in Asia has had a major impact on rural women's work and employment, most of it unfavorable by:
•increasing the need for cash incomes in rural households to cover the costs of technological inputs which has forced women to work as agricultural labourers;
•increasing the need for unpaid female labour for farming tasks thereby augmenting women's already high labour burden:
•and displacing women's wage earning opportunities through mechanization.
The introduction of a subsidised scheme for motorised rice hullers in Java (Indonesia) is estimated to have thrown 1.2 million landless women, who were employed in the hand-pounding of rice, out of work… and displacing women's wage earning opportunities through mechanization. (Lihat: Women and the green revolution. .
Title: Women: The key to food security... nd. Adapted from J. Jiggins Gender-related Impacts and the Work of the International Agricultural Research Centres, World Bank, Washington, DC, 1986. Produced by AIDOS, Via dei Giubbonari 30, X186 Roma, Italy)
-
Kebun Sayur Mayur KPP Saluyu,
Yayasan Bina Desa
Berawal dari hanya melihat dan mendengar kegiatan di Paguyuban Petani Alam Sajiwa, beberapa ibu2-ibu yang berada di Desa Cisaat Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi kemudian tertarik untuk terlibat secara aktif melakukan kegiatan pertanian, sama dengan yang dilakukan bapak-bapak di desa mereka. Setelah mengikuti pendidikan Pertanian Berkelanjutan tahun 2005, akhirnya ibu-ibu sepakat membentuk wadah dalam sebuah organisasi Kelompok Pemberdayaan Perempuan Saluyu (KPP Saluyu). Salah satu kegiatan utama kelompok ini diawal didirikan adalah memuat lahan percontohan penanaman sayur mayur diatas lahan 3000 m2. Areal lahan dibagi menjadi beberapa bagian: areal percobaan, areal pembenihan, areal persemaian dan areal tanaman empon-empon. Gubug komposing juga didirikan di kebun percobaan. Gubug ini juga selain untuk pembuatan pupuk cair dan kompos juga untuk tempat pertemuan kelompok.
Pemilihan melakukan ujicoba menanam sayuan organik karena kebutuhan sayuran diperoleh dengan membeli dari pasar. Selain itu, sumber pendapatan sebagian besar rumah tangga di desa ini menunggu hasil panen yang datangnya 3 bulan sekali atau hasil kerja suami mereka sebagai buruh di kota. Jika kelompok menanam sayuran dengan cara tanaman tumpang sari dan tidak serempak, maka bisa setiap hari mereka bisa panen. Paling tidak, kebutuhan sayur mayur rumah tangga bisa dipenuhi dari lahan ini, selain itu jika ada kelebihan bisa dijual ke pasar.
Teknik budidaya yang dilakukan adalah penggunaan kompos, penggunaan pupuk organik cair, mulsa organik, tumpang sari dan pergiliran tanaman. Pada awal kegiatan dilakukan penanaman tanaman kacang-kacangan, karena lahan yang digunakan adalah lahan tidur yang ditumbuhi alang-alang. Alang-alang adalah sejenis rerumputan yang selain merupakan gulma juga menghabiskan unsur hara dalam tanah. Penanaman kacang-kacangan dimaksudkan untuk menambah unsur hara dalam tanah, mengingat kacang-kacangan adalah tanaman penyubur tanah. Setelah itu ditanam pare, kecipir, dan berbagai jenis terong serta berbagai tanaman empon-empon. Saat sekarang ini kebun sayur mayur dikelola oleh Kelompok Saluyu yang beranggotakan 24 orang.
Semangat para ibu-ibu ini relatif cukup tinggi. Mereka juga mengupayakan pasar bagi kegiatan yang dilakukan. Misalnya untuk pembuatan kripik pisang dan singkong, mereka giat memasokkannya ke toko-toko serta rumah makan yang ada di sekitar Kecamatan Cicurug.
Setiap 2 mingguan, diadakan pertemuan rutin untuk membahas kegiatan yang telah dan akan dilakukan. Kegiatan ini cukup meningkatkan aktivitas kaum perempuan di sana. Mereka sebelumnya juga telah biasa untuk berkumpul dalam forum-forum pengajian. Namun berbeda dengan forum-forum tersebut, di saluyu, kreatifitas ibu-ibu di sana menjadi meningkat. Selain melakukan pertanian di lahan kelompok, mereka juga memanfaatkan lahan-lahan pekarangan untuk ditanami sayuran dan tanaman obat.
Hampir setiap hari anggota kelompok ketemu dilahan, sambil merawat kebun mereka diskusi pun berlangsung. Masing-masing anggota mendapat tanggungjawab merawat satu bedeng. Dari kegiatan tersebut, terjadi penurunan biaya dapur karena tanaman yang dibutuhkan seperti cabe, tomat, serta berbagai sayur-sayur tidak perlu membeli. Menurut pengakuan Masnah, salah seorang anggota KPP Salayu, dia dapat menghemat sekitar Rp.100.000/bulan untuk biaya dapur.
Sumber: Lily Noviani B, Yayasan Bina Desa.
-
Mpu perempuan dalam reaktualisasi kekinian pertanian organik
___Program Perempuan dan Pertanian yang digarapan PAN Indonesia pada tahun 1994-1999 menunjukkan beberapa hal yang secara signifikan peranan perempuan dalam pertanian tradisional, maupun pertanian organik. Dengan kerangka kerja pendekatan reaktualisasi peran perempuan yang bergiat dalam budidaya tanaman di Sumatera Barat, Riau, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan, diperoleh, minimal 3 hal pokok:
___Lebih dari sekedar daripada, misalnya, menggunakan kerangka Women's Contribution to Agricultural Production for Gender Sensitive Planning (FAO, 1998), maka kerangka pendekatan program tahun 1996-2000 memakai tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program pertanian organik lokal yang bobotnya lebih banyak diprakarsai dan digarap oleh perempuan tani, maka dalam program Perempuan dan Pertanian PAN Indonesia itu menemukan adanya peran sentral petani dalam penentuan benih, penentuan waktu tanam, proses budidaya, termasuk pengendalian terhadap unsur-unsur perusak tanaman, hingga pasca panen, yaitu oleh dukun tani perempuan, sebanyak 5 orang, semuanya berasal dari Sumatera Barat. Empu atau dukun tani perempuan – dengan bacaan dari Al-qur’an - masih menjadi panutan (patron) di lingkungan tani setempat - inilah yang menjadi rujukan petani perempuan muda dalam konteks reaktualisasi perempuan tani selama program berjalan selama 4 tahun. Dua dari 3 empu tani perempuan itupun sudah pernah pula berbagi pengalaman kepada kalangan ornop dan petani dari manca negara yang menghadiri COP II Convention on Biodiversity di Jakarta, November 1995 silam.
___Peran perempuan dalam melestarikan sekaligus pemanfaatan keanekaragaman lahan budidaya selama program berjalan menghasilkan 27 pola tumpangsari organik pada tanaman pangan semusim – varietas lokal petani, dan varietas berlabel - yang sesuai secara ekonomis dan ekologis untuk lahan dataran rendah, dan dataran menengah pada 17 desa = 12 lahan adat bagi perempuan disebut “kebun perempuan”, 2 lahan adat, 2 lahan pribadi (atas nama pria), dan 1 lahan di Bantaran sungai - lokasinya tersebar di Sumatera Barat, Riau, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan. Pola tumpangsari berjumlah 27 pasang tanaman pangan dan obat semusim itu disebarkan oleh PAN Indonesia kepada petani dan pendamping petani di Indonesia, maupun di kawasan Asia dalam bentuk buku, berbagai presentasi naskah, maupun pemagangan. (Lihat juga: Lampiran dalam buku Keanekaragaman Hayati, Suatu Sudut Pandang Petani, Plus Hak atas Pangan. Saduran Biodiversity, A Farmer's Perspective oleh Masipag - koalisi petani dan ilmuwan Filipina; salah satu rekan "samenwerken"-nya BioTani & Bahari Indonesia di Asia - Plus Kasus di Indonesia; halaman 145. Terbitan BioTani Indonesia. Jakarta. 18 September 2004).
___Hasil yang tak kalah penting adalah kemampuan petani perempuan muda dalam berbagi pengalaman empirisnya melalui publikasi cetak pada harian nasional maupun internasional. Salah seorang peserta program adalah perempuan Dayak Pasir Adang di Kabupaten Paser Utara provinsi Kalimantan Timur - yang hanya mengecap kursus Paket Kejar A. Ia berhasil mengisi buku UNEP. Lihat: Ideng Enris and Sarmiah, edited by Riza V. Tjahjadi: Cultivation of Dayak Pasir Adang Community East Kalimantan; halaman 300-302 di dalam buku setebal 731 halaman plus xx berjudul Cultural and Spiritual Values of Biodiversity. UNEP. Nairobi, 1999, khususnya dalam Bab Traditional Agriculture and Soil Management. Lihat juga: Dayak Paser Sepan bertani (lewat Terompet) ke buku UNEP. Terompet No.23. 1999. Kalawarta, PAN Indonesia. Jakarta. 1999.
___Hasil-hasil teknis dan sosiokultural dari program tersebut secara politis diharapkan dapat turut-serta menyumbang jawaban atas pertanyaan kritis, bagaimana mengaktualisasikan perempuan dengan perannya dalam pertanian alternatif/ pertanian organik pada konteks arus utama pertanian yang semakin condong padat teknologi yang lekat disertai rejim monopolistis - paten, dan perlindungan varietas tanaman (Tjahjadi, R.V., 2002. World Food Summit+10. A message of PAN indonesia, circulated to participants. Rome, Italy 8 June 2002).
Sumber: Tjahjadi, R.V. Bebagai bahan. BioTani PAN Indonesia. Jakarta. 1999, 2002, 2004.
-
Salah satu posisi petani dan pakar terhadap GMOs/LMOs
Farmers and experts called for moratorium on GM crops
Monday, March 9, 2009 6:49 AM
24 Jan 2009, 0319 hrs IST, Prabha, ET Bureau
NEW DELHI: Farmers and experts have called for a moratorium on genetically modified (GM) crops in the country in view of established related health and environmental hazards. Charging the key regulatory body of "compromising" its fundamental brief of securing public health and safety in the context of GM crops, they have called for a stop on the introduction of both GM Brinjal and GM rice.
Criticizing the lack of appropriate regulations and the haste to release GM crops in the environment, the founder-director of the Hyderabad-based Centre for Cellular and Molecular Biology and the Supreme Court's nominee in the Genetic Engineering Approval Committee GEAC), Dr Pushpa M Bhargava told presspersons here that the GEAC was not sufficiently enabled to oversee/regulate approvals and ensure health and environmental safety.
Dr Bhargava charged the GEAC has allowed field trials and release of GMOs without any proper biosafety measures.Noted farmer leader and the President of Bharatiya Krishak Samaj, Dr Krishan Bir Chaudhary, also at the meeting, alleged that the government has allowed and encouraged the seed companies and multinationals like Monsanto to take over seeds, thus negating the farmers' sovereign rights over seeds. Such a situation would lead to food security problem and endanger the livelihood of farmers, he said.
He said that farmers have suffered heavy losses due to failure of Bt cotton in many parts of the country. The incidence of mealy bug and other pests on Bt cotton had exploded the hollow claims of GM technology, he maintained, adding that Bt cotton has resulted in low yields and led to largescale sheep mortality in cotton fields. The incidence of sheep mortality had shown that any food crop containing Bt gene can cause health hazards, he said, urging the government to stop release of Bt brinjal. Introduction of Bt rice would damage country's export prospects, particularly that of Basmati rice he said.
Jeffrey Smith, author of the best selling "Genetic Roulette and Seeds of Deception" supported Dr P M Bhargava's contention that regulatory oversight has been compromised. He added that even Food and Drug Administration [FDA] in the USA is also responsible for lack of oversight.
Both Dr Bhargava and Dr Chaudhury charged that there was a dangerous nexus between regulatory authorities, bureaucrats, politicians and multinational corporations which can utterly compromise the health of Indian people.
Sumber: http://economictimes.indiatimes.com/Commodities/Farmers_and_experts_called_for_moratorium_on_GM_crops/articleshow/4024347.cms
--0--
Kamis, 30 April 2009
Selasa, 28 April 2009
Adios inbred rice? Hybrid rice seeds are coming-and-coming..
Indonesia attained rice self-sufficiency in 2008. However, Indonesia, as claimed by a TNC seed company, definitely a key country in our global strategy for hybrid rice. “We are looking at significant business expansion here after our initial market introduction in 2006,” as said by Bayer Cropscience.
Two-years ago small-scale rice farmers are out-competed by imports, now in the hand of hybrid rice seed companies?
Foreign seed companies have came earlier and grown hybrid rice to farmers’ fields in both upland - by Kondo Mitsubishi in 2000 - and lowland rice field – by Bayer in 2004. Meanwhile publication of public agency for agricultural research and development pf ministry of agriculture, entitled field guidance for the extension workers on the potential suitable area for hybrid rice cultivation, issued years later, in March 2007, although research on hybrid rice has had been developing since 1983. There was claimed national hybrid rice varieties have able to meet seeds demand to farmers and unnecessarily importing from other country, such as China, but mass production and its commercialisation or marketing of these hybrid rice seeds, of course, highly depend to partnership scheme with private sector.
At farmer level, the ministry of agriculture introduce a newly scheme on seed subsidy. Director on Seed of the Directorate General of Food Crops of Department of Agriculture Rachman Pinem (10 Dec. 2008) said seed subsidy funds for the year 2009 will be distributed directly to account of farmer groups. “Farmers will be able to buy seed directly from local breeders which multiplied foundation seed distributed by the Department of Agriculture, or for second option, farmers can buy higher quality hybrid seeds directly from other producers.”
For information, seed subsidy was increased around 10,5%, from Rp 1.5 trillion in 2008 to Rp 1.7 trillion in 2009 (Kontan online, Thursday 11 Sept. 2008; US$1=Rp13.000 on 9 Sept. 2008).
How much hybrid rice seed companies reap profit from small scale rice farmers – mostly above 40 years old with around 0.25 hectare rice field - in Indonesia?
Seeds Companies marketing to farmers in Indonesia, in brief
Situationer, highlight
Hi-tech Seed, China 19 March 2009
Hi-tech seed is the company for producing and exporting rice seed, vegetable seed and fruit seed. And we are interesting in the seed producing and trading of hybrid rice in Indonisia. Therefore, we hope to building the membership with companies in Indonesia. Please inform us more details about your company, Your prompt and completed information are highly appreciated. Thank you very much! Yang Lin. Hi-tech seed Co.,LTD, Add: No. 3 Jiuxing Road, Hi-tech Development Zone, Chengdu, China (Thu, Mar 19, 2009 at 3:45 PM, in my mailbox)
DuPont 17 March 2009
PT DuPont Indonesia prepares US$100.000 or around IDR1.2 billion to help marketing hybrid paddy seed developed by the Research and Development Agency at the Department of Agriculture.
That was inked in an MoU between PT DuPont and the Research and Development Agency at the Department of Agriculture in Jakarta. The partnership will cover hybrid paddy seed research, production, and hybrid paddy seed. It will also cover multi-location (14 locations) tests of hybrid paddy varieties. It may be noted, ministry of agriculture announced DuPont has alloacated around US$100,000 or Rp1.2 billion for that purpose (19March 2009).
PT DuPont Indonesia previously established a synergic partnership with the Paddy Research Agency (BB Padi) and got a license to produce and sell Maro hybrid paddy seed, which is developed by Indonesian researchers in BB Padi.
DuPont has also been producing and marketing Pioneer hybrid corn seed since 1988 and the leader in the hybrid corn seed industry in Indonesia. DuPont Indonesia has launched 23 varieties of Pioneer hybrid corn seeds. The varieties that are still produced and marketed are P7, P11, P12, P13, P21, and P23. In 2007, PT DuPont started marketing PP1 hybrid paddy seed and launched PP2 hybrid paddy seed.
Business Director of PT DuPont Indonesia Mardahana disclosed the partnership was part of efforts to improve the existing resources. "We hope the partnership will be able to produce high-quality seeds worth to sell," he said.
Asean Business Manager of Dupont Andy Gumala even hoped the hybrid paddy seeds could be exported to Malaysia, Vietnam, the Philippines, and India.
http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=1&ptopik=ENG&cdate=17-MAR-2009&inw_id=662581, also www.roll.co.id online Thursday, 19 March 2009 23:51
deVGen, 13 march 2009
Devgen is ready for 2009 market entry in Indonesia, through cooperation with, a state-owned seed company, PT SHS, the country's leading seed producer and distributor, after successful local testing and subject to product registration of the Devgen rice hybrids.
During 2008, Devgen demonstrated that its hybrids are adapted and potentially competitive in the Philippine and Indonesian markets. In 2009, Devgen plans to expand its hybrid rice business to these two major rice growing countries.
* In Indonesia, Devgen has had entered into R&D, testing and distribution agreements for its hybrid rice products with Pt. Sang Hyang Seri, the Indonesian government owned seed company, that produces and distributes a large part of the countries seed requirements (Business highlights 2008 ).
Business objectives 2009:
Launch hybrid rice in Indonesia (2009) and the Philippines (209/2010).
(...)In Indonesia and the Philippines, Devgen has taken the first steps towards market entry in rice. That was part of two complementary strategies set by Devgen, a Belgium biotech company, brings this technology to market in the world's major food and feed crops.
.
In line with its strategy to focus its business on agrobiotech, Devgen throughout 2008, considered all possible options to sell or spin-out its pharma assets. When it became clear that in the current markets, it was unlikely that a buyer or investor could be found, Devgen terminated its pharma research program and is now fully focused on its agrobiotech business, where the company has strong track record in technology and is building a product driven business
Devgen is publicly listed since 2005 on Euronext, Brussels (DEVG) and has operations in Ghent (Belgium), Kenya, Delaware (US), Singapore, the Philippines and Hyderabad (India), with a total work force of more than 250 people. http://www.devgen.com/
Bayer, March 2008
“Hybrid rice is a strategic crop for Bayer CropScience”, said Sidi Asmono, BioScience Manager at Bayer CropScience Indonesia. “In 2007 we have strengthened our excellent position on the hybrid rice market in Indonesia. For Bayer CropScience, Indonesia is definitely a key country in our global strategy for hybrid rice and we are looking at significant business expansion here after our initial market introduction in 2006.” (Wednesday, March 26, 2008)
On 25 March 2008 Bayer CropScience, one of the global leaders in hybrid rice seeds, has signed a letter of intent with the Ministry of Agriculture of Indonesia regarding cooperation in research, development and dissemination of hybrid rice technology in Indonesia. Financial terms were not disclosed.
Bayer CropScience has developed Arize® hybrid rice in Indonesia in 2004 (www.bayer.co.id) resulted two varieties, namely Hibrindo R-1 and Hibrindo R-2; both released by the minister of agriculture in 2003 (Daerah Pengembangan Dan Anjuran Budidaya Padi Hibrida, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, 2007). Arize® Hibrindo hybrid rice seeds have been commercialized in the West Jawa, East Jawa and Gorontalo provinces since 2006.
PT SAS & Sichuan Guo Hao Seed Industry Co Ltd
PT Sumber Alam Sutra (SAS) is one of 18 private companies developing Chinese-developed hybrid rice varieties in the country. PT SAS as a new player in hybrid rice seeds marketing in Indonesia has been promoting two hybrid rice varieties. However, PT SAS also sell one of national hybrid rice variety, namely Rokan, as a license-variety.
PT SAS has added up to 12,347 tons of rice to the total national rice production. The company expects this figure to grow to 896,000 tons by 2010. PT SAS is a holding company of Tomy Winata, who spearheads the Artha Graha Group (AGG). AGG is working together with China’s Si Chuan Guo Hao Zhong Ye Co Ltd. which invested around US$5 million to develop Hybrid Rice Research Center in Lampung province.
"Under an MOU signed in 2005, China also agreed to transfer farming technology including the breeding of new hybrid varieties to eliminate Indonesia's dependence on seed imports," Vice President Jusuf Kalla said (The Jakarta Post, 18 Oct.2007).
Kondo, Mitsui Chemical, Inc., 1997
Miki1, Miki2, Miki3, Manis4, and Manis5 are hybrid rice varieties produced by Mitsui Chemical, Inc , have been growing in limited area of irrigated upland rice fields in West Jawa since 2000 by PT. Kondo Indonesia. This company has been developing restorers of hybrid rice in Indonesia, in cooperation with the R&D agency of department of agriculture since 1997. However, it can be said, this company producing hybrid rice for food consumption rather than sell seeds. As monitored seed marketing of three hybrid rice varieties to farmers not aggressive compare to others.
See: Hybrid Rice in Indonesia, Too ambitious with the Golden Boy..! A field monitoring by BioTani Indonesia. Jakarta 5 Oct. 2007; see: www.grain.org; also: Hybrid Rice in Indonesia, Too ambitious..!Biotani Indonesia 23 Oct.2007 Report to Grain. Also: Attachment of Padi Hibrida, Mitos baru abad 21 tetapi bukan untuk si Miskin. PAN Indonesia. Jakarta. Juni 2000.
Hybrid rice susceptible to BPH and WBPH
Baehaki S.E of the Indonesian Center for Rice Research (BB Padi) in Sukamandi, West Jawa, Indonesia disclosed:
Three years ago we started evaluating hybrid rice varieties and found that all the hybrid varieties are susceptible to Brown planthopper (BPH). In the Wet Season 2005 we compared BPH reaction in the field of hybrids, Hipa 3, H45, and H53 with IR64, IR74 and BP360. BPH development on hybrids was higher than on IR74. In the Dry Season 2004, we found the whitebacked planthopper on hybrid Rokan, Hipa 3, and Hipa 4, but low in inbred IR64, although this variety was reported to be attacked by BPH . There are indications that in Indonesia hybrids are susceptible to both species of planthopper, BPH and White Back Plant Hopper (WBPH).
http://ricehoppers.net/from-ml-almazan-cc-bernal-and-f-horgan/from-baehaki-se/
Seven years ago Suwarno, et all (2002) revealed the hybrids are susceptible to the major pests brown planthopper, bacterial leaf blight, and rice tungro virus, and may not always express heterosis across locations. Cultivation of the hybrids should be followed by application of integrated pest management, but cultivation is not recommended in the endemic area of the pests (www.irri.org).
Back in October 2007, "The government's decision to introduce hybrid rice varieties through the private sector hopes to improve the economic livelihood of farmers and the country's rice production so that Indonesia will no longer rely on imported rice to supply national food stocks," he said during a dialogue with farmers, The Jakarta Post reported Wednesday (17/10/07).
As claimed, research on hybrid rice in Indonesia began in the mid of 1983, by using CMS as parent from China, Philippines and India, while parent for restorer (R) imported from Philippines/IRRI, China and Thailand. Rice varieties used, at that time, were 20A, 44A and 97A. In 1986 indica varieties used but the yields was not impressive. Then, the Philippines/IRRI’s rice varieties chosen, such as IR 58025A, IR 62829A, IR 68885A, IR 68886A, and IR 68887 (Tjahjadi, 2000). Last March was reported, four of total eight hybrid rice varieties developed by BB Padi classified as public domain varieties, included Hipa4, and Hipa5 Ceva and Hipa6 Jete (as result a joint cooperation with the Central Jawa administration), then Hipa7 (finroll online, Thursday, 19 March 2009 23:51).
What will be real story of rice farmers – with around 21 million families - behind rice self-sufficiency achieved last year, also this year?
A short period of rice self-sufficiency two decades ago, Riza V. Tjahjadi (1991a, 2004) revealed researchers pointed out that self-sufficiency on rice has achieved not based on the farmers awareness, but the stick-driven government regulations which have been driving farmers to cultivating only rice. As consequence, the rice production has increased successfully – but only for short period, 2.5 years. In contrast, it’s has been losing the interest of the farmers. Therefore farmers became a refugee of development in real situations.
(Tjahjadi, 2004: Indo-OrganicsFarm-10Dec2004.pdf: Report prepared by Riza V. Tjahjadi, Executive Director of BioTani Indonesia Foundation and National ...... IFAD Thematic Evaluation on Organic Agriculture in Asia ... www.ifad.org/evaluation/public_html/eksyst/doc/thematic/organic/asia.pdf - Halaman sejenis)
-
More info, see previous postings in this blog
Riza V. Tjahjadi
BioTani & Bahari Indonesia
-0-
Two-years ago small-scale rice farmers are out-competed by imports, now in the hand of hybrid rice seed companies?
Foreign seed companies have came earlier and grown hybrid rice to farmers’ fields in both upland - by Kondo Mitsubishi in 2000 - and lowland rice field – by Bayer in 2004. Meanwhile publication of public agency for agricultural research and development pf ministry of agriculture, entitled field guidance for the extension workers on the potential suitable area for hybrid rice cultivation, issued years later, in March 2007, although research on hybrid rice has had been developing since 1983. There was claimed national hybrid rice varieties have able to meet seeds demand to farmers and unnecessarily importing from other country, such as China, but mass production and its commercialisation or marketing of these hybrid rice seeds, of course, highly depend to partnership scheme with private sector.
At farmer level, the ministry of agriculture introduce a newly scheme on seed subsidy. Director on Seed of the Directorate General of Food Crops of Department of Agriculture Rachman Pinem (10 Dec. 2008) said seed subsidy funds for the year 2009 will be distributed directly to account of farmer groups. “Farmers will be able to buy seed directly from local breeders which multiplied foundation seed distributed by the Department of Agriculture, or for second option, farmers can buy higher quality hybrid seeds directly from other producers.”
For information, seed subsidy was increased around 10,5%, from Rp 1.5 trillion in 2008 to Rp 1.7 trillion in 2009 (Kontan online, Thursday 11 Sept. 2008; US$1=Rp13.000 on 9 Sept. 2008).
How much hybrid rice seed companies reap profit from small scale rice farmers – mostly above 40 years old with around 0.25 hectare rice field - in Indonesia?
Seeds Companies marketing to farmers in Indonesia, in brief
Situationer, highlight
Hi-tech Seed, China 19 March 2009
Hi-tech seed is the company for producing and exporting rice seed, vegetable seed and fruit seed. And we are interesting in the seed producing and trading of hybrid rice in Indonisia. Therefore, we hope to building the membership with companies in Indonesia. Please inform us more details about your company, Your prompt and completed information are highly appreciated. Thank you very much! Yang Lin. Hi-tech seed Co.,LTD, Add: No. 3 Jiuxing Road, Hi-tech Development Zone, Chengdu, China (Thu, Mar 19, 2009 at 3:45 PM, in my mailbox)
DuPont 17 March 2009
PT DuPont Indonesia prepares US$100.000 or around IDR1.2 billion to help marketing hybrid paddy seed developed by the Research and Development Agency at the Department of Agriculture.
That was inked in an MoU between PT DuPont and the Research and Development Agency at the Department of Agriculture in Jakarta. The partnership will cover hybrid paddy seed research, production, and hybrid paddy seed. It will also cover multi-location (14 locations) tests of hybrid paddy varieties. It may be noted, ministry of agriculture announced DuPont has alloacated around US$100,000 or Rp1.2 billion for that purpose (19March 2009).
PT DuPont Indonesia previously established a synergic partnership with the Paddy Research Agency (BB Padi) and got a license to produce and sell Maro hybrid paddy seed, which is developed by Indonesian researchers in BB Padi.
DuPont has also been producing and marketing Pioneer hybrid corn seed since 1988 and the leader in the hybrid corn seed industry in Indonesia. DuPont Indonesia has launched 23 varieties of Pioneer hybrid corn seeds. The varieties that are still produced and marketed are P7, P11, P12, P13, P21, and P23. In 2007, PT DuPont started marketing PP1 hybrid paddy seed and launched PP2 hybrid paddy seed.
Business Director of PT DuPont Indonesia Mardahana disclosed the partnership was part of efforts to improve the existing resources. "We hope the partnership will be able to produce high-quality seeds worth to sell," he said.
Asean Business Manager of Dupont Andy Gumala even hoped the hybrid paddy seeds could be exported to Malaysia, Vietnam, the Philippines, and India.
http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=1&ptopik=ENG&cdate=17-MAR-2009&inw_id=662581, also www.roll.co.id online Thursday, 19 March 2009 23:51
deVGen, 13 march 2009
Devgen is ready for 2009 market entry in Indonesia, through cooperation with, a state-owned seed company, PT SHS, the country's leading seed producer and distributor, after successful local testing and subject to product registration of the Devgen rice hybrids.
During 2008, Devgen demonstrated that its hybrids are adapted and potentially competitive in the Philippine and Indonesian markets. In 2009, Devgen plans to expand its hybrid rice business to these two major rice growing countries.
* In Indonesia, Devgen has had entered into R&D, testing and distribution agreements for its hybrid rice products with Pt. Sang Hyang Seri, the Indonesian government owned seed company, that produces and distributes a large part of the countries seed requirements (Business highlights 2008 ).
Business objectives 2009:
Launch hybrid rice in Indonesia (2009) and the Philippines (209/2010).
(...)In Indonesia and the Philippines, Devgen has taken the first steps towards market entry in rice. That was part of two complementary strategies set by Devgen, a Belgium biotech company, brings this technology to market in the world's major food and feed crops.
.
In line with its strategy to focus its business on agrobiotech, Devgen throughout 2008, considered all possible options to sell or spin-out its pharma assets. When it became clear that in the current markets, it was unlikely that a buyer or investor could be found, Devgen terminated its pharma research program and is now fully focused on its agrobiotech business, where the company has strong track record in technology and is building a product driven business
Devgen is publicly listed since 2005 on Euronext, Brussels (DEVG) and has operations in Ghent (Belgium), Kenya, Delaware (US), Singapore, the Philippines and Hyderabad (India), with a total work force of more than 250 people. http://www.devgen.com/
Bayer, March 2008
“Hybrid rice is a strategic crop for Bayer CropScience”, said Sidi Asmono, BioScience Manager at Bayer CropScience Indonesia. “In 2007 we have strengthened our excellent position on the hybrid rice market in Indonesia. For Bayer CropScience, Indonesia is definitely a key country in our global strategy for hybrid rice and we are looking at significant business expansion here after our initial market introduction in 2006.” (Wednesday, March 26, 2008)
On 25 March 2008 Bayer CropScience, one of the global leaders in hybrid rice seeds, has signed a letter of intent with the Ministry of Agriculture of Indonesia regarding cooperation in research, development and dissemination of hybrid rice technology in Indonesia. Financial terms were not disclosed.
Bayer CropScience has developed Arize® hybrid rice in Indonesia in 2004 (www.bayer.co.id) resulted two varieties, namely Hibrindo R-1 and Hibrindo R-2; both released by the minister of agriculture in 2003 (Daerah Pengembangan Dan Anjuran Budidaya Padi Hibrida, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, 2007). Arize® Hibrindo hybrid rice seeds have been commercialized in the West Jawa, East Jawa and Gorontalo provinces since 2006.
PT SAS & Sichuan Guo Hao Seed Industry Co Ltd
PT Sumber Alam Sutra (SAS) is one of 18 private companies developing Chinese-developed hybrid rice varieties in the country. PT SAS as a new player in hybrid rice seeds marketing in Indonesia has been promoting two hybrid rice varieties. However, PT SAS also sell one of national hybrid rice variety, namely Rokan, as a license-variety.
PT SAS has added up to 12,347 tons of rice to the total national rice production. The company expects this figure to grow to 896,000 tons by 2010. PT SAS is a holding company of Tomy Winata, who spearheads the Artha Graha Group (AGG). AGG is working together with China’s Si Chuan Guo Hao Zhong Ye Co Ltd. which invested around US$5 million to develop Hybrid Rice Research Center in Lampung province.
"Under an MOU signed in 2005, China also agreed to transfer farming technology including the breeding of new hybrid varieties to eliminate Indonesia's dependence on seed imports," Vice President Jusuf Kalla said (The Jakarta Post, 18 Oct.2007).
Kondo, Mitsui Chemical, Inc., 1997
Miki1, Miki2, Miki3, Manis4, and Manis5 are hybrid rice varieties produced by Mitsui Chemical, Inc , have been growing in limited area of irrigated upland rice fields in West Jawa since 2000 by PT. Kondo Indonesia. This company has been developing restorers of hybrid rice in Indonesia, in cooperation with the R&D agency of department of agriculture since 1997. However, it can be said, this company producing hybrid rice for food consumption rather than sell seeds. As monitored seed marketing of three hybrid rice varieties to farmers not aggressive compare to others.
See: Hybrid Rice in Indonesia, Too ambitious with the Golden Boy..! A field monitoring by BioTani Indonesia. Jakarta 5 Oct. 2007; see: www.grain.org; also: Hybrid Rice in Indonesia, Too ambitious..!Biotani Indonesia 23 Oct.2007 Report to Grain. Also: Attachment of Padi Hibrida, Mitos baru abad 21 tetapi bukan untuk si Miskin. PAN Indonesia. Jakarta. Juni 2000.
Hybrid rice susceptible to BPH and WBPH
Baehaki S.E of the Indonesian Center for Rice Research (BB Padi) in Sukamandi, West Jawa, Indonesia disclosed:
Three years ago we started evaluating hybrid rice varieties and found that all the hybrid varieties are susceptible to Brown planthopper (BPH). In the Wet Season 2005 we compared BPH reaction in the field of hybrids, Hipa 3, H45, and H53 with IR64, IR74 and BP360. BPH development on hybrids was higher than on IR74. In the Dry Season 2004, we found the whitebacked planthopper on hybrid Rokan, Hipa 3, and Hipa 4, but low in inbred IR64, although this variety was reported to be attacked by BPH . There are indications that in Indonesia hybrids are susceptible to both species of planthopper, BPH and White Back Plant Hopper (WBPH).
http://ricehoppers.net/from-ml-almazan-cc-bernal-and-f-horgan/from-baehaki-se/
Seven years ago Suwarno, et all (2002) revealed the hybrids are susceptible to the major pests brown planthopper, bacterial leaf blight, and rice tungro virus, and may not always express heterosis across locations. Cultivation of the hybrids should be followed by application of integrated pest management, but cultivation is not recommended in the endemic area of the pests (www.irri.org).
Back in October 2007, "The government's decision to introduce hybrid rice varieties through the private sector hopes to improve the economic livelihood of farmers and the country's rice production so that Indonesia will no longer rely on imported rice to supply national food stocks," he said during a dialogue with farmers, The Jakarta Post reported Wednesday (17/10/07).
As claimed, research on hybrid rice in Indonesia began in the mid of 1983, by using CMS as parent from China, Philippines and India, while parent for restorer (R) imported from Philippines/IRRI, China and Thailand. Rice varieties used, at that time, were 20A, 44A and 97A. In 1986 indica varieties used but the yields was not impressive. Then, the Philippines/IRRI’s rice varieties chosen, such as IR 58025A, IR 62829A, IR 68885A, IR 68886A, and IR 68887 (Tjahjadi, 2000). Last March was reported, four of total eight hybrid rice varieties developed by BB Padi classified as public domain varieties, included Hipa4, and Hipa5 Ceva and Hipa6 Jete (as result a joint cooperation with the Central Jawa administration), then Hipa7 (finroll online, Thursday, 19 March 2009 23:51).
What will be real story of rice farmers – with around 21 million families - behind rice self-sufficiency achieved last year, also this year?
A short period of rice self-sufficiency two decades ago, Riza V. Tjahjadi (1991a, 2004) revealed researchers pointed out that self-sufficiency on rice has achieved not based on the farmers awareness, but the stick-driven government regulations which have been driving farmers to cultivating only rice. As consequence, the rice production has increased successfully – but only for short period, 2.5 years. In contrast, it’s has been losing the interest of the farmers. Therefore farmers became a refugee of development in real situations.
(Tjahjadi, 2004: Indo-OrganicsFarm-10Dec2004.pdf: Report prepared by Riza V. Tjahjadi, Executive Director of BioTani Indonesia Foundation and National ...... IFAD Thematic Evaluation on Organic Agriculture in Asia ... www.ifad.org/evaluation/public_html/eksyst/doc/thematic/organic/asia.pdf - Halaman sejenis)
-
More info, see previous postings in this blog
Riza V. Tjahjadi
BioTani & Bahari Indonesia
-0-
Rabu, 15 April 2009
Islet, out of mainstream development paradigm
not Robinson Crusoe’ island,
not treasure island not pirate kingdom,
not paradise island, but...
small island (islet), small quantity fish catch, small income
Here an update/ situationer as result field monitoring on 15 March - 10 April 2009 to Pulau Tidung a twin islet and one of 110 islets of the Thousand Island Regency of Jakarta greater areas, and Pulau Babi of Pulau Tunda, one of six islets of Serang Regency in Banten province.
Important problems face by artisanal fisher communities, as identified by BioTani & Bahari Ind., at least, to two islets:
# uncertainty climate, strong wind and high sea wave, combined with fuel shortage with high prices (2006-early 2009), have caused fishers stranding on shore with uncertain income except debt, thus, highly depends on food aid from mainland
# not be reached by dissemination and availability of the Govt. programs, such as pro-fishermen project, small scale credit scheme, etc.
# a “muroami” net cornering hand lines artisanal fishers (2004-now) whilst fish catch less and less # seapiracy terror (2003-early 2005)
Small Island (islet), Small Boat, Small Quantity Fish Catch, Small Income
---
pics credit: BioTani & Bahari Ind. archives, Kompas on-line daily newspaper, computer games, and a cartoon stock.com
---
click picture to enlarge size
Older information
“A group of small island communities led by Biotani Indonesia Foundation has urged that the adaptation fund should include a special corpus to cover their initiatives.”
(Bali Climate conference has a message for rural community;
http://www.financialexpress.com/news/Bali-Climate-conference-has-a-message-for-rural -community/251129/0
ASHOK B SHARMA
Posted online: Monday, December 17, 2007 at 0158 hrs IST)
Also
Study discovers food problem in remote islands
Ary Hermawan, The Jakarta Post, Jakarta
The government was urged on Tuesday to review its food security program in small and remote islands after a study found it ineffective.
The study, conducted by non-profit organization BioTani in Banten, Jakarta, the Riau Islands, East Java, South Sulawesi and Southeast Sulawesi, found that people living in small and remote islands still faced food shortages.
"On the main islands, the program has been working well, but on small and remote islands, the program does not work. We found most respondents were still prone to experiencing food scarcities," BioTani executive director Riza. V. Tjahyadi said.
…and so on
(The Jakarta Post, National News,December 13, 2006)
Not to forget
1. Biotani Indonesia carried out fact finding mission on food insecurity in Pulau Tunda in Serang Regency of Banten province on April 2003,
2. Food insecurity incidence in Pulau Tunda in Serang Regency of Banten province on early to mid January 2007.
3. Food insecurity incidence in some islets in the Thousand island regency in the Jakarta Bay on the first week of February 2008.
4. Almost entering food insecurity situation (again) to Pulau Tunda in Serang Regency of Banten province in February-March 2009.
Kind rgds,
`•...¸><((((º>¸.
><((((º>`•.¸¸•´´¯`¸><((((º>¸.
•´¯`•.¸. , ..><((((º>
.•´¯`•..
><((((º>`•.¸¸•´¯`•¸><((((º>
`•...¸><((((º>¸.
Riza V. Tjahjadi
BioTani & Bahari Indonesia - NPWP 02.637.212.0017.000
(Kepmen No. AHU-1716.AH.01.02 Tahun 2008 tanggal 28 April 2008)
Jl. Jagakarsa Raya No. 3 RW 006 RT 02
Jakarta 12620 Indonesia
email: biotani@rad.net.id, biotani@gmail.com, biotani2004a@yahoo.com
http://www.biotani.org
http://biotaniindonesia.blogspot.com/ (mixed, English & Indonesia versions)
--- o0o ---
Senin, 06 April 2009
Small island (islet), small boat, small quantity fish catch, small income
Small island (islet), small boat, small quantity fish catch, small income
Strong winds and high waves: February 2008 several days, in April, several days, June several days, mid of July; even in Idhul Fitri days - all have occurred almost a week
As impact
Forced fishermen not go to sea, as result there was no income gain in regular basis, meanwhile purchasing power parity lower and lower... and absolutely depends on food aid... TRANSITION period or "Pancaroba" is almost over but high waves still fluctuative..!
But...
No day without fishing, although fish catch varied for each season. However, whatever fish get by the artisanal fishers they sell and consume to their family.
RVT
click to enlarge picture
Limited Carrying Capacity, Garbage dumped in the coastline - Islet of the Jakarta Bay
Limited Carrying Capacity, Garbage dumped in the coastline
Reclamation, not by design, but by garbage..?
Pulau Tidung Besar, one of 116 islets of the Thousand Island Regency of Greater Jakarta areas.Pulau Tidung (Tidung Besar and Tidung Kecil), a twin of 110 islets of Thousand Islands regency in the Jakarta Bay, also one of tourist spots for fishing and diving.
Geo coordinate position of Pulau Tidung Besar is 05.46.15 South, and 106.26.00-106.34.22 East.Size of land 106.90 Hectares. Population 1,372 households (90% is artisanal fishers)
However, with limited carrying capacity, household waste dumped in the south and north of coastline of islet.
Small island (islet), small boat, small quantity fish catch, small income..!RVT
click to enlarge picture
Langganan:
Postingan (Atom)