Rabu, 18 Mei 2016

Sampah Jakarta Hingga sat ini; Pemprov DKI Tidak Niat Bangun TPST di Jakarta?




Sampah Jakarta Hingga sat ini; 

Pemprov DKI Tidak Niat Bangun TPST di Jakarta?



Pantauan Riza V. Tjahjadi dan Aron Chandra

Walhi Jakarta






Jakarta adalah salah satu lokasi dari tujuh lokasi uji coba pembangkit listrik tenaga sampah. Besar harapannya akan ada tambahan tenaga listrik – yang terbarukan, tetapi, konon memakai pendekatan termal, pembakaran melalui incinerator, yang kontroversial  – manakala PLTSa terwujud.
Nah, bagaimanakah kesiapan Jakarta membangung PLTSa tersebut?


Simak selintas sampah di Jakarta, dalam pengelolaannya.


Bagong Suyoto (2016) menulis
Olah Sampah Sistem 3R Mulai dari Sumber
DKI Jakarta canangkan olah sampah dari Sumber, termasuk pembangunan TPST atau dikenal ITF di empat wilayah indoor, yaitu Jakarta Utara, Jakarta Barat, Jakarta Timur dan Jakarta Selatan
Masing-masing akan olah sampah 1.500-2.000 ton/hari. Rencana tsb tahun 2005 masuk dalam master plan pengelolaan sampah DKI Jakarta 2005-2015 dan kemudian dalam master plan 2012-2032. Sudah sepuluh tahun berjalan, mana empat ITF atau TPST wilayah indoor Jakarta? Seharusnya sampah yang dikirim ke TPST Bantargebang malah bertambah hampir 7.000 ton/hari. Berdasarkan perjanjian tahun 2016 semestinya hanya 2.000 ton/hari.
Artinya Jakarta gagal kelola sumpahnya di wilayah indoor. Menjadi sangat penting dilakukan audit terhadap empat TPST di Jakarta. Agar ada transparansi dan akuntabilitas anggara negara?!
https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1264020656944683&set=a.1240093062670776.1073741828.100000102834471&type=3&theater

Tambahan lagi:
Dinsih DKI Jkt targetkan pada 2016 = 2.000 ton saja ke Bantargebang (Berita satu 13 Juli 2014)
Target 2016 = 4.500 ton diolah di incinerator di Sunter, Marunda (Berita satu 13 Juli 2014).
Target ke TPST Bantargebang pada 2016 = 2.000 ton.
Lihat di: Sampah Jakarta... dan [sekilas] Angka-angkanya; tambah rujukan oleh Riza V. Tjahjadi, data Walhi Jkt 2015 & sumber lain. Selasa, 18 Agustus 2015
http://biotaniindonesia.blogspot.co.id/search?updated-min=2015-01-01T00:00:00-08:00&updated-max=2016-01-01T00:00:00-08:00&max-results=6

Mengacu kepada salah satu pemberitaan terakhir mengenai rencana pengolahan sampah dengan incinerator di Sunter Jakarta Utara, dan di Cakung Jakarta Timur, maka Walhi Jakarta melakukan pengamatan Lapang. Berikut uraiannya.
 

Walhi Jakarta dan perbincangan dengan kepala salah satu seksi di unit TPST Sunter berinitial AF, pada Kamis siang 18 Februari 2016 silam diperoleh hal-hal berikut
Di wilayah Sunter Jakarta Utara terdapat satu lokasi yang bernama Unit TPST yang kepanjangannya adalah Tempat Pengolahan Sampah Terpadu, Tetapi apa sajakah yang dioperasikan oleh Dinas Kebersihan Pemprov DKI Jakarta?


Unit TPST Sunter di Jakarta Utama utamanya hanya memadatkan sampah – yang asalnya dari sekitar Jakarta Utara dan Jakarta Pusat. Lalu? Sampah yang telah padat itu diangkut lagi oleh truk sampah Dinsih DKI Jakarta menuju Bantargebang Bekasi.


Dari info di atas, jelas bahwa Unit TPST adalah terlalu besar namanya dibandingkan cakupan kerjanya (scope of work) – yang resminya dinamakan SPA, Stasiun Pengalihan Antara. 


Lalu, berapakah volume sampah yang telah dipadatkan, dan diangkut ke TPST Bantargebang Bekasi? AF tidak tahu pastinya, karena semua pencatatan, dan penimbangan dilakukan secara online. “Datanya ada di Kantor Dinsih,” kata AF.


Menurut informasi Unit TPST Sunter akan dirombak menjadi TPST yang diperlengkapi ITF, Intermediate Technology Facility pada sekitar April silam… Dalam pengamatan, sekitar tujuh puluh (70) petugas/ pekerja telah dipindah-tugaskan ke TPST Bantargebang Bekasi dari Unit TPST Sunter pada April silam. Alasannya, mereka dipersiapkan untuk mengambil-alih, manakala TPST Bantargebang akan dioperasikan secara swakelola oleh Pemprov DKI Jakarta.


Selama ini adakah ITF?
“Tidak ada..!” Kata AF.
Pernahkah ada insinerator di TPST Sunter ini?
Ya, sekali… Yang pernah ada, ialah uji coba insinerator ukuran kecil. Itu pun punya Pak JK.” Kata AF.
Kapankah itu? Sekitar 2011 silam, dan itu pun cuma sekali saja, kata AF lagi.
Lalu, apakah sudah dimulai pembangunan TPST yang menggunakan ITF dengan rencana dijadwalkan pada bulan April?



Kutipan dari facebook

 Riza V. Tjahjadi added 2 new photos — with Benny Tunggul and 5 others.
January 12 • 



Hemmmm... Serius, neh? Ah, yang bener... Jangan-jangan cuma mau habiskan anggaran doank? tongue emoticon 

Mangkrak 4 Tahun, Ahok Mulai Bangun Pengganti Bantargebang
Jakarta KORAN HK - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempercepat pencanangan pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter yang sudah terbengkalai selama empat tahun. Dinas Kebersihan akan meresmikan lokasi seluas 3,5 hektar sebagai pengolahan sampah terpadu akhir Maret 2016.
"Kami harus rapat dengar pendapat sekali lagi. Paling lambat Maret ini ITF Sunter sudah bisa grounbreaking," kata Kepala Dinas Kebersihan Isnawa Adji di Balai Kota Jakarta, Senin 4 Januari 2016.
[]
Asep memprediksi pembangunan ITF memakan waktu  maksimal 2 tahun. Anggaran yang dibutuhkan berkisar Rp1,5-1,7 triliun.
ITF Sunter akan mengolah 1.000 ton sampah di lahan seluas 3,5 hektar. Pengolahan akan menghasilkan kompos, listrik, dan gas, serta menghemat biaya transportasi pembuangan ke Tempat
Pembuangan Sampah Terpadu Bantar Gebang.
Dst
Simak di:
Koran Hukum Edisi 12/11-24 Januari 2016
Like
CommentShare
20Yunariah Soetikno, Ubekz Manurung and 18 others
1 share
Comments
Devon Sahputra Banyak teknologi cangih , tetapi kalo di terapkan di negara ini akan sia-sia , bakalan mangkrak lagi ITF Sunter , apa lagi Insenerator di begara maju sdh di tinggalkan pengunaannya..kok di negara ini malah di pakai dan di nobatkan sebagai teknilogi terbarukan buat pengolahan sampah.
Like • Reply • January 16 at 8:06pm

Riza V. Tjahjadi Suatu ketika Walhi Jakarta sudah semestinya menurunkan tim observasi ke lokasi ITF Sunter. Check-and-recheck sudah satu keniscayaan... di antaranya, karena dalam berita yang saya jadikan status sama sekali tidak ada kata insenerator... Harus dikawal proses pembangunan ITF Sunter ini..!
Like • Reply • 1 • January 16 at 9:03pm

Aron Chandra Ayooo kita (Walhi Jakart dan masyarakat) lihat langsung ITF Sunter.!! Menurut saya sementara itu hanya tungku bakar sampah...dan tidak menggunakan tehnologi ramah lingkungan..
Like • Reply • 1 • January 17 at 5:46am
https://www.facebook.com/riza.v.tjahjadi


Mangkrak 4 Tahun, Ahok Mulai Bangun Pengganti Bantargebang
Senin, 04 Januari 2016 | 23:41 WIB
TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mempercepat pencanangan pembangunan Intermediate Treatment Facility (ITF) Sunter yang sudah terbengkalai selama empat tahun. Dinas Kebersihan akan meresmikan lokasi seluas 3,5 hektar sebagai pengolahan sampah terpadu akhir Maret 2016.

"Kami harus rapat dengar pendapat sekali lagi. Paling lambat Maret ini ITF Sunter sudah bisa groundbreaking," kata Kepala Dinas Kebersihan Isnawa Adji di Balai Kota Jakarta, Senin, 4 Januari 2016.

Sebelumnya, Dinas Kebersihan sudah mengundang Polda Metro Jaya, Tim Percepatan Pembangunan, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Biro Hukum DKI, dan panitia lelang pada 31 Desember 2015. Dalam kesempatan itu, Dinas Kebersihan meminta pendapat semua pihak terkait mengenai proses lelang yang terus terkatung-katung sejak akhir pemerintahan Gubernur Fauzi Bowo.

"Kami minta second comment agar tak salah. Rata-rata menanyakan proses lelang ke LKPP. Kalau oke lanjut," kata Isnawa.
Lelang pembangunan ITF Sunter pada 2011 lalu, terhambat lantaran saat itu ada proses transisi jabatan gubernur. Saat pemerintahan diteruskan Joko Widodo, ia meminta agar lelang ITF ditinjau ulang. "Jadi saat itu belum bisa ditetapkan karena ada review dari Bappenas dan LKPP," kata Kepala Unit Pengelola Sampah Terpadu (UPST) Sunter Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Asep Kuswanto.

Review berakhir pada 2014. Saat itu, sebagian panitia lelang telah pensiun sehingga diperlukan perombakan ulang. "Proses pergantian juga butuh waktu lama. Hingga, keputusannya keluar November 2015," kata Asep.

Hingga kini, DKI belum memutuskan pemenang lelang teknologi pengolahan sampah menjadi energi terbarukan ini. Asep berpendapat pencanangan bisa digelar dalam waktu dekat apabila Gubernur menginginkan proses lelang selesai secepatnya. "Kalau segala pertimbangan lancar, Gubernur ingin cepat pasti bisa," ujar dia.

Meski demikian, Asep pesimistis groundbreaking total digelar Maret 2016 nanti. Sebelum groundbreaking, pemenang lelang harus menghapuskan seluruh bangunan yang ada di lahan tersebut serta menyiapkan sejumlah alat. "Itu bisa lama," katanya.

Asep memprediksi pembangunan ITF memakan waktu maksimal 2 tahun. Anggaran yang dibutuhkan berkisar Rp 1,5-1,7 triliun.

ITF Sunter akan mengolah 1.000 ton sampah per hari di lahan seluas 3,5 hektar. Pengolahan akan menghasilkan kompos, listrik, dan gas, serta menghemat biaya transportasi pembuangan ke Tempat Pembuangan Sampah Terpadu Bantar Gebang.

Pemerintah melalui PT Jakarta Propertindo juga akan membangun ITF di Cakung-Cilincing dalam waktu dekat. "Mereka masih minta masukan dari LKPP, semoga bisa groundbreaking bersama proyek Sunter," kata Isnawa. Proyek berikutnya adalah di Duri Kosambi dan Marunda. "Ini bukti bahwa DKI sudah harus punya kemampuan menyiapkan pengelolaan sampah dalam kota," tambah Isnawa.

PUTRI ADITYOWATI
https://m.tempo.co/read/news/2016/01/04/083733010/mangkrak-4-tahun-ahok-mulai-bangun-pengganti-bantargebang


Secara fisik tidak ada sama sekali pembangunan di TPST Sunter di Jakarta Utara. Ini hasil pengamatan pada Selasa 10 Mei 2016. “Belum tahu kapan akan dimulai,” kata AF.
Selain TPST Sunter, mana lagikah yang akan dibangun?
Marunda, tambah AF, yang katanya saat ini masih berupa tanah kosong.





TPST Cakung Sudah lama Stop
Pengamatan pada Senin 9 Mei 2016 di wilayah Cakung ke arah Cilincing Jakarta Timur menunjukkan adanya bangunan berpagar besi tinggi yang tidak terawat.
Di pagar besi tertulis
PT Wira Gulfindo Sarana
Jl. Raya Cakung Cilincingf RT 02/05
Jakarta Timu 19310

Di sela-sela tetumbuhan yang meranggas masih tampak logo Pemprov DKI Jakarta. 
Dengan mengintip di bagian muka dalam, di dekat kantor prugas keamanan, maka tampaklah hanya bangkai peralatan, dan semak belukar.
“Sudah lama berhenti beroperasi,” kata seorang petugas keamanan  berinitial DT.
“Ada sekitar empat tahun berhentinya,” tambahnya lagi.
“Iya, dulu ini kerjasama swasta dan Pemrov DKI Jakarta,” kata DT singkat.
“Dulu hasil pengolahan sampah hasilnya kompos,” tambahnya lagi… Pembakaran? Gak ada pembakaran… (melalui insinerator). Lalu ia menelpon kepada pemilik lahan seluas delapan hektar itu.
“Tidak akan ada kelanjutan (kerjasama)… Tidak benar akan mulai beroperasi setelah Lebaran,” kata Bd diujung telfon.
Semula, sebagian warga di tempat pembuangan sampah sementara di TPS Cakung mendengar kabar bahwa TPST Cakung akan dioperasikan kembali setelah Idul Fitri tahun ini.

Cakupan Kerja TPST Cakung, ketika masih beroperasi










Bagaimanakah dengan Marunda?
Seorang pengemudi truk sampah berinitial K. mengatakan tidak ada TPST di Marunda. Yang ada adalah TPS ini, katanya Senin 9 Mei 2016.





Kesimpulan
Unit TPST Sunter di Jakarta Utara fungsinya hanya sebagai Stasiun Pengalihan Sementara atau SPA saja, dan TPST Cakung di Jakarta Timur sudah sekitar empat tahun tidak beroperasi lagi, dan tidak ada kelanjutannya sama sekali. TPST di Marunda tidak ada atau belum dibangun sama sekali. Dengan kata lain, mayoritas sampah asal Jakarta digelontorkan ke TPST Bantargebang di Bekasi, dan jumlah semakin meningkat, jauh di atas target Dinas kebersihan untuk tahun 2016. 


Dari gambaran di atas, maka mudah muncul satu pertanyaan: apakah pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTSa di Jakarta akan rampung sesuai jadwal, yaitu 2018?
Lalu muncul pertanyaan berikut, yang sudah seharusnya dijelaskan oleh Pemprov DKI Jakarta, yaitu:


# Di manakah insinerator itu, kalau memang ada? Dalam pantauan tidak diketemukan adanya insinerator di Unit TPST Sunter Jakarta Utara.
# Kenapa, dan ada apakah insinerator selalu disebut-sebut dalam beberapa pernyataan pejabat Dinas kebersihan? Sebagai catatan, seringna incinerator disebut dalam pemberitaan mengenai rencana pengolahan sampah di Jakarta telah menimbulkan persepsi bahwa incinerator telah menjadi tehnologi [kotor, alias brown tehnology] yang memperburuk kondisi lingkungan hidup
# Jika tehnologi itu bermasalah, kenapa hendak dipaksa diaplikasikan dalam pembangunan pengolahan sampah terpadu?
# Kenapa TPST di Marunda tertunda-tunda pembangunannya?
# Kenapa Pemrov DKI Jakarta masih bertumpu ke TPST Bantargebang Bekasi?

Jakarta 15 Mei 2016
 


Lampiran 1
TPST Sunter Jakarta Utara




 











 
Lampiran 2
Eks TPST Cakung



 









    







Lampiran 3

Proyek percontohan PLTSa di tujuh kota
7 Kota Dijadikan Proyek Percontohan Listrik Sampah
DATA ENERGI - Sampah akan diolah menjadi tenaga listrik. Untuk itu, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 18 Tahun 2016 (Perpres 18/2016), terdapat 7 kota untuk pilot project pembangunan pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa). Ketujuh kota itu adalah Jakarta, Tangerang, Bandung, Semarang, Surakarta, Surabaya, dan Makassar.

Ketujuh kota ini dipilih karena dinilai paling siap untuk PLTSa. PLTSa membutuhkan sampah paling sedikit 1.000 ton/hari agar mencapai skala keekonomian. Maka tidak semua kota cocok untuk PLTSa, hanya kota-kota besar yang volume sampahnya amat besar.

"(PLTSa) ini ekonomis kalau sampah minimal 1.000 ton per hari. Kalau nggak, jadi kurang ekonomis. Sementara 7 kota yang siap," kata Dirjen EBTKE Kementerian ESDM, Rida Mulyana, di Jakarta, Selasa (3/5).

Pembangunan PLTSa juga diprioritaskan untuk kota-kota yang mengalami masalah besar akibat tumpukan sampah. "Sampah juga jadi isu lingkungan yang tidak habis-habisnya di kota-kota itu. Misalnya menimbulkan banjir, saluran air tersumbat," ucapnya.

Pembangunan PLTSa membutuhkan waktu kurang lebih 2 sampai 3 tahun. Selain Surabaya, 6 kota lainnya masih melakukan kajian mendalam (feasibility studies/FS) untuk pembangunan PLTSa. "Kira-kira 2-3 tahun bisa selesai (pembangunan PLTSa) seperti yang dilakukan Bu Risma (Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharani) sudah selesai," tukas Rida.

Dia menambahkan, listrik yang diperoleh memang tidak seberapa, hanya 10-20 MW untuk setiap kota. Manfaat sebenarnya dari PLTSa adalah membuat kota menjadi bebas dari polusi, bau, dan tumpukan sampah. "Poinnya bukan listriknya, yang penting bersih dulu, habiskan dulu sampahnya, listrik itu bonus," Rida menjelaskan.

Feed in Tariff yang tinggi, yaitu US$ 18,77 sen/kWh sampai US$ 22,43 sen/kWh untuk listrik dari sampah dibuat supaya pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) yang membangun PLTSa berupaya menghabiskan sampah sebanyak mungkin untuk diolah menjadi listrik.

"Agar cepat habis, maka diiming-imingi tarif. Angka itu jangan dipandang sebagai pemborosan untuk PLN tapi insentif untuk mempercepat pengolahan sampah," kata dia.

Pengolahan sampah menjadi listrik ini juga merupakan bagian dari upaya Indonesia mengurangi emisi karbon, sebagaimana disepakati dalam Konferensi Paris (COP21) pada akhir 2015.

"Ada komitmen Indonesia mengurangi emisi karbon sebagaimana disampaikan Presiden Joko Widodo di Paris akhir tahun lalu, dengan mengakselerasi program waste to energy ini salah satunya," pungkasnya.
http://www.dataenergi.com/2016/05/7-kota-dijadikan-proyek-percontohan.html


Listrik Dari Sampah, Kapan Bisa Dinikmati ?
Oleh: Humas ; Diposkan pada: 11 Mar 2016 ;
61216 Views Kategori: Artikel  Hamidi
Oleh : M. Hamidi Rahmat

Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Demikian bunyi pasal 4 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Sampah memang mempunyai potensi energi biomassa yang dapat dikonversi menjadi energi lain, diantaranya menjadi energi listrik.

Mengacu kepada norma pasal 4 undang-undang tersebut, pada tanggal 7 Desember 2015, Presiden Jokowi kembali menegaskan bahwa tujuan pengelolaan sampah adalah lingkungan menjadi bersih, Indonesia bersih dari sampah, dan kesehatan masayarakat menjadi lebih baik. Sedangkan pemanfaatan pengelolaan sampah menjadi generator listrik, pupuk organik (kompos), dan sebagainya merupakan nilai tambah atau bonus dari pengelolaan sampah yang baik dan benar.

Selanjutnya, Presiden Jokowi menyampaikan tiga arahan terkait pengelolaan sampah menjadi listrik. Pertama, menyederhanakan regulasi dengan menyusun Peraturan Presiden (Perpres) tentang percepatan proyek pembangkit listrik 35.000 MW dan pengelolaan sampah untuk listrik. Kedua, tarif akan diperjelas agar pemerintah kota/kabupaten, investor, maupun PLN mempunyai kejelasan terkait keuntungan dan risiko yang akan ditanggung. Ketiga, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) akan menentukan lokasi proyek percontohan PLTSa agar mudah diawasi dan dimonitor dengan baik.

Sebagai tindak lanjut arahan Presiden dimaksud, sejak pertengahan Desember 2015, Menteri LHK, Menteri ESDM, Menteri Dalam Negeri bersama kementerian dan lembaga terkait lainnya telah menyusun Rancangan Peraturan Presiden tentang Percepaan Pembangunan Pembangkit Listrik Berbasis Sampah di Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kota Surabaya dan Kota Makassar.

Sekurang-kurangnya ada 3 (tiga) alasan kenapa Perpres ini perlu diterbitkan. Pertama, untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Pengelolaan Sampah, karena sampah selama ini merupakan sumber utama pencemaran lingkungan hidup. Jika sampah sudah dapat dikelola dengan baik, apalagi kalau hasil pengelolaan tersebut tanpa menyisakan sampah sedikitpun, tentu sangat membantu dalam penyehatan lingkungan hidup, dan Indonesia akan lebih indah dan lebih asri tanpa timbulan sampah.

Kedua, dalam rangka mengubah sampah yang selama ini menjadi problem serius di berbagai kota, terutama kota-kota besar, menjadi sumber listrik, guna memenuhi kebutuhan energi listrik sebagaimana ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)Tahun 2015-2019. Sampai saat ini Indonesia masih kekurangan pasokan listrik, sehingga sering terjadi pemadaman bergilir, sebagaimana sering diwartakan oleh berbagai media massa. Artinya keandalan supply tenaga listrik, terutama di desa-desa, masih rendah.

Ketiga, sebagaimana dikemukakan oleh Menteri ESDM, Sudirman Said, bahwa banyak investor yang tertarik untuk menggarap proyek pembangkit listrik tenaga sampah. Namun regulasi yang ada sekarang dinilai belum berpihak kepada investor di sektor energi ini. Lebih lanjut, Sudirman mengatakan bahwa proyek PLTSa ini merupakan upaya pemerintah untuk mencapai target bauran energi baru terbarukan sebesar 23% pada tahun 2025. Selain itu, pengelolaan sampah kota yang kerap menimbulkan masalah juga dapat diatasi (Bisnis.com. 7/12/2015).

Menteri ESDM menyebut angka definitif sebesar 23%, sedangkan dalam Perpres No 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional, target bauran energi baru terbarukan lebih dari 17 %. Rinciannya, biofuel atau bahan bakar nabati lebih dari 5%, panas bumi lebih dari 5%, energi baru terbarukan lainnya lebih dari 5%, dan batubara yang dicairkan lebih dari 2%. Untuk lebih jelasnya dapat dibaca pada tabel berikut :

Target Bauran Energi Nasional Tahun 2025
Minyak Bumi     < 20%     

Panas Bumi     > 5%
Gas Bumi     > 30%     

EBT Lainnya     > 5%
Batubara     > 33%       

Batubara Yang Dicairkan  > 2%.
Biofuel / BBN     > 5%                

Penetapan Lokasi
Berdasarkan hasil kajian dan evaluasi Kementerian Dalam Negeri, maka terpilihlah 7 (tujuh) lokasi tersebut di atas sebagai proyek percontohan. Penetapan lokasi dimaksud dengan mempertimbangkan berbagai aspek, antara lain kesiapan Pemda, ketersediaan sampah minimal 1.000 (seribu) ton per hari, kecuali kota Surakarta. Menurut Menko Perekonomian, Darmin Nasution, kota Surakarta yang menghasilkan sampah sekitar 200 – 250 ton per hari tetap dimasukkan sebagai proyek percontohan untuk kota-kota menengah lainnya (Pikiran Rakyat Online, 5/2/16).

Penetapan ketersediaan sampah sebesar 1.000 ton perhari diperoleh dari berbagai hasil kajian, bahwa investasi dan biaya pemeliharaan proyeknya akan mencapai nilai keekonomian apabila membakar sampah minimal 1.000 ton perhari.

Jika Pemerintah Kota Surakarta menganggap jumlah sampahnya tidak mencukupi untuk mencapai nilai keekonomian proyek PLTSa, maka dapat dilakukan kerjasama dengan kabupaten-kabupaten sekitarnya, seperti Karanganyar, Sukoharjo, Boyolali, Wonogiri, Sragen, dan Klaten.

Dari tujuh lokasi yang menjadi proyek percontohan, menurut Walikota Bandung, Ridwan Kamil, kota Bandung termasuk yang paling siap. TPA Gedebage dengan luas sekitar 5-6 hektar sudah siap menjadi lokasi PLTSa. Disamping itu, juga sudah ada Peraturan Daerah (Perda) dan pemenang tender yang akan melaksanakan proyek tersebut. Sekarang ini, Pemkot Bandung masih mengkaji teknologi yang akan dipakai. Jika tidak ada halangan, tahun ini Bandung bergerak lagi sesuai arahan presiden (Pikiran Rakyat Online, 5/2/16).

Listrik Dari Sampah
Mungkin ada yang bertanya, apakah sudah ada masyarakat yang menikmati listrik dari sampah sebelum Perpres ini diterbitkan ? Jawabannya : Sudah Ada. Berikut contoh listrik dari sampah yang sudah dinikmati masyarakat.
Pemerintah Kota Baubau Sulawesi Tenggara telah mengolah sampah di TPA Wakonti hingga menghasilkan energi listrik sebesar 5.000 watt. Kapasitasnya akan ditambah menjadi 7.000 watt, dan dapat dinikmati warga sekitar (Kompas.com, 5/1/2016)
Pemerintah kota Surabaya juga telah memulai pengembangan tempat pembuangan sampah yang mampu mengolah sampah menjadi energi listrik. Terdapat tiga TPA yang sudah berhasil mengolah sampah menjadi energi listrik yaitu TPA Bratang, TPA Jambangan, dan TPA Tenggilis. Masing-masing TPA tersebut dapat menghasilkan energi listrik sebesar 4.000 kilowatt. Saat ini TPA Bratang yang sudah beroperasi, sedangkan TPA Jambangan dan Tenggilis baru akan mulai beroperasi (www.olahsampah.com).
Pemerintah DKI Jakarta juga sudah memiliki PLTSa berkapasitas 26 MW dari TPST Bantar Gebang.  Potensi listrik dari TPST Bantar Gebang ini sudah menjadi pembangkit listrik oleh PT Godang Tua Jaya sebagai pengelola TPST Bantar Gebang. Jika masing masing rumah rata-rata membutuhkan daya 1.000 watt listrik, maka melalui TPST Bantar Gebang ini mampu memenuhi kebutuhan listrik  dari 26.000 rumah (www.olahsampah.com).
Pemerintah kota Palembang juga telah memanfaatkan sampah sebagai sumber pembangkit tenaga listrik dengan kapasitas 500 kilowatt di Sukawinatan. PLTSa ini telah menerangi sejumlah rumah warga di sekitar lokasi. Menurut Direktur Operasional PT Sarana Pembangunan Palembang Jaya (SP2J), Ahmad Novan, bahwa pembangkit ini telah siap beroperasi penuh paling lambat pada akhir 2015 (www.republika.co.id, 18/9/2015)
Menurut data ISWA (International Solid Waste Association), negara yang sudah banyak memakai teknologi Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa)  adalah Eropa dan Amerika. Setidaknya ada  431 unit PLTSa di Eropa pada tahun 2005 dan 89 unit PLTSa di Amerika pada tahun 2004. PLTSa yang terbesar bernama ‘Ironbridge’ berkapasitas 740 MW, terletak dikota Seven Gorge, Inggris (finance.detik.com,08/11/2015). Menurut berbagai sumber, di Asia juga sudah banyak PLTSa, seperti di Jepang ada di 23 lokasi dan di Singapura ada 6 lokasi serta di Thailand.
Kalau sudah banyak kota yang membangun PLTSa, buat apa lagi Presiden mengeluarkan Perpres percepatan pembangunan PLTSa ?    Begini, PLTSa yang sudah ada sekarang ini pada umumnya menggunakan teknologi pengambilan gas metan yang keluar dari timbulan sampah. Gas metan tersebut digunakan untuk menggerakkan generator listrik. Permasalahannya adalah sampah yang ada tidak terurai, jumlahnya tidak berkurang atau tidak akan habis. Baunya menyebar kemana-mana dan air lindinya mencemari tanah. Disamping itu tanah yang berada dibawah tumpukan sampah tidak bisa dimanfaatkan. Makin lama makin luas tanah yang dibutuhkan untuk menumpuk sampah. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan menggunakan teknologi incinerator yaitu dengan membakar sampah sehingga relatif tanpa sisa. Dengan demikian diharapkan kota akan menjadi bersih, lingkungannya indah, dan listriknya dapat dinikmati masyarakat.
Apakah semua sampah akan dibakar ? Tentu saja tidak. Sampah akan dipilah-pilah terlebih dahulu. Alangkah rancaknya kalau sampah sudah terpilah sebelum kita membuangnya ke tong sampah di depan rumah kita, sebagaimana diamanatkan oleh Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga. Kegiatan 3R, reduce, reuse and recycle merupakan upaya pertama yang harus dilakukan. Sampah yang diangkut ke TPA adalah sampah sisa yang sudah sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi. Kota Makassar sudah mempraktekkan sistem pengelolaan sampah seperti ini. Dan sekarang kota Makassar ikut dalam proyek percontohan PLTSa untuk membakar sampah sisa setelah kegiatan 3 R.
Apakah semua sampah sisa akan dibakar ? Jawabannya, juga tidak. Bahan-bahan yang mengandung chlorine seperti poly vinil chloride (PVC), styroform, poly chlorinated biphenyl (PCB) dan poly bromide biphenils (PBB), tentu saja tidak akan dibakar karena dilarang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan. Untuk mencegah pencemaran dioxin dan furans yang bersifat carcinogenic (menimbulkan kanker), maka operasional PLTSa harus diatur dengan suhu tinggi, diatas 1.000 (seribu) derajat celcius, sehingga dioxin dan furans tidak terbentuk.

Target Penyelesaian Proyek
Setelah Perpres Nomor 18 Tahun 2016 yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 13 Februari 2016, Pemerintah dan Pemda segera mengapikasikannya, dan diharapkan selesai pada tahun 2018. Pemda segera menugaskan badan usaha milik daerah (BUMD) atau menunjuk badan usaha swasta (BUS) untuk membangun proyek PLTSa dimaksud di daerahnya masing-masing.
Untuk memperlacar pelaksanaan pembangunan proyek oleh BUMD yang ditugaskan atau BUS yang ditunjuk, maka Pemda : (1) memastikan ketersediaan sampah dengan kapasitas minimal 1.000 (seribu) ton per hari; (2) memastikan ketersediaan lokasi pembangunan PLTSa dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi/Kabupaten/Kota; dan (3) menyusun studi kelayakan pembangunan pembangkit listrik berbasis sampah yang meliputi studi aspek hukum, kelembagaan, pendanaan, sosial budaya, dan teknologi.
BUMD atau BUS tidak perlu khawatir, karena listrik yang dihasilkan pasti dibeli oleh PLN. PLN mendapat penugasan dari Menteri ESDM untuk membeli listrik PLTSa yang dihasilkan oleh BUMD atau BUS, dengan harga yang ditetapkan oleh Menteri ESDM. Menurut Darmin Nasution, Menko Perekonomian, bahwa sekarang dibuat mekanisme dan perhitungan yang jelas. Kalau terlalu mahal, maka pemerintah akan membantu (Pikiran Rakyat Online, 5/2/16).

Sumber pendanaan pembangunan PLTSa berasal dari APBN, APBD, dan sumber lain yang sah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Disamping itu, Pemerintah dapat memberikan bantuan biaya pengolahan sampah kepada Pemda. Dukungan lain yang diberikan Pemerintah adalah pengadaan tanah untuk pembangunan PLTSa oleh Pemerintah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum. Dalam rangka meningkatkan nilai tambah dan dampak ekonomi berganda, maka pembangunan PLTSa mengutamakan penggunaan produk dalam negeri.
Untuk mendukung pelaksanaan percepatan pembangunan PLTSa, dibentuk Tim Koordinasi Percepatan Pelaksanaan Pembangunan PLTSa yang mempunyai tugas melakukan koordinasi dan pengawasan serta memberikan bantuan yang diperlukan untuk kelancaran percepatan pelaksanaan pembangunan PLTSa. Tim Koordinasi tersebut dibentuk dan diketuai oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sebagai Wakil Ketua serta menteri/pimpinan lembaga terkait sebagai anggota. Tim Koordinasi wajib menyampaikan laporan pelaksanaan koordinasi percepatan pembangunan PLTSa tersebut kepada Presiden secara berkala setiap 6 (enam) bulan atau sewaktu-waktu apabila diperlukan.
Jika yang direncanakan dan diatur dalam Perpres Nomor 18 Tahun 2016 ini dapat berjalan lancar, maka pada tahun 2018 proyek-proyek ini telah selesai. Pada akhir tahun 2018 atau di awal tahun 2019, rakyat Indonesia telah bisa menikmati listrik berbasis sampah ini. Kita tunggu !!!
Artikel lainnya :   


DKI akan Bangun Dua Fasilitas Pengolahan Sampah
REPORTER : NURITO | EDITOR : RIO SANDIPUTRA | SENIN, 02 NOVEMBER 2015 09:04 WIB | DIBACA 3022 KALI Atasi Sampah, Tahun 2016 DKI Bangun 2 ITF
( Foto : Nurito / Beritajakarta.Com)
Untuk mengatasi persoalan sampah di Ibukota, Pemprov DKI Jakarta akan membangun dua tempat pengolahan sampah atau Intermediete Treatment Facility (ITF). Kedua ITF tersebut akan didirikan di lahan bekas pusat daur ulang kompos (PDUK) di kawasan Cakung Cilincing dan Sunter, Jakarta Utara.

"Saat ini sedang proses. Jika surat penugasan dari Gubernur DKI sudah keluar, tahun 2016 sudah bisa dilakukan groundbreaking ITF Cacing "
Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Isnawa Adji mengatakan, rencana pembangunan ITF ini untuk mengatasi penanganan sampah di Ibukota. Nantinya, pembangunan dua ITF ini akan dilakukan PT Jakarta Propertindo (Jakpro).
“Pembangunan ITF di eks lahan PDUK Cacing ini paling cepat bisa dilakukan 2,5 tahun ke depan. Karena banyak hal yang harus dibenahi, seperti kontruksi, Amdal, teknologi dan sebagainya,”  ujar Isnawa Adji, Senin (2/11).
Sedangkan untuk pembangunan ITF di Sunter hingga kini masih dalam pembahasan.
"Saat ini sedang proses. Jika surat penugasan dari Gubernur DKI sudah keluar, tahun 2016 sudah bisa dilakukan groundbreaking ITF Cacing," tandasnya.
http://www.beritajakarta.com/read/19223/DKI-akan-Bangun-Dua-Fasilitas-Pengolahan-Sampah#.VzbPOzV97Gg



 

Draf Undangan yang saya [RVT] buatkan



Undangan Peliputan Media

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jakarta

Permasalahan sampah DKI dan wilayah penyangga dikritisi dalam Pertemuan Nasional Lingkungan Hidup di Jakabaring Palembang pada akhir April silam. Tak kurang 500 Lembaga dari 28 provinsi hadir dalam pertemuan ini.

Berbagai isu penting menjadi tematik bahasan kritis selama dua hari sebagai masukan penting bagi peserta untuk merumuskan berbagai rekomendasi penting, membahas isu, dan menetapkan program utama selama empat tahun kedepan bagi WALHI.

Koalisi Persampahan Nasional yang tergabung dalam Walhi Jakarta menyatakan bahwa krisis ekologis dampak pengolahan sampah di DKI Jakarta adalah salah satu isu dalam penyusunan rekomendasi.

Masalah pokoknya ialah mudahnya muncul situasi kedaruratan mengenai keselarasan dan keberlanjutan ekologis di Jakarta dan wilayah penyangganya dalam issu pengelolaan sampah yang lestari. WALHI Jakarta mencermati bahwa krisis sampah yang ada saat ini muncul yang kebijakan yang dikeluarkan pemprov DKI Jakarta masih belum/ tidak "Beranjak" alias tidak "move on" secara nyata, yaitu menyatakan beberapa dalih: kuatir diterpa korupsi, dan ketidaksiapan tehnologi, tetapi sebaliknya hanya tetap andalkan TPST Bantargebang Bekasi sebagai satu-satunya pengolahan sampah Jakarta. Ibaratnya: Not in My Backyard, asal bukan di halaman gue... Hal serupa tampaknya terjadi pula dengan sampah di kota Depok yang disinyalir olah sampah di kotanya sendiri tak tertanggulangi.

Ini adalah indikasi yang nyata bahwa Pemerintah tidak mengutamakan disiplin kelola sampah pada rakyat di Jakarta, dan merosotnya kualitas lingkungannya.

Karena itu WALHI Jakarta dan Koalisi Persampahan Nasional mendorong agar agenda pengolahan sampah kota menjadi salah satu isu sentral Nasional dan pemerintah harus berani mengambil langkah progresif dalam urusan penyelamatan kawasan yang memiliki nilai penting dan strategis secara ekologis lebih lanjut. Seperti diketahui, konflik sosial berbasis krisis ekologis dampak pengolahan sampah yang tidak sesuai amanat regulasi telah berkali-kali muncul di Jakarta dan Bekasi, terutama pada wilayah-wilayah pengolahan sampah.

Masih lekat pada ingatan kita pada 21 Februari 2005 tragedi longsornya sampah di luewigajah Jawa Barat sehingga menyebabkan beberapa 157 orang meninggal dunia. Kemudian pada tahun 2016 awal terjadi longsor di TPA Sumur Batu, dan seorang tewas.

Kondisi krisis sampah di jakarta dan di berbagai wilayah penyangga juga belum dipulihkan dan kerja nyata pemerintah. Sampah yang masuk berlebihan ke TPST Bantargebang mencemari kawasan sekitarnya dengan berbagai jenis masalahnya jika pengolahan sampah di DKI Jakarta dan wilayah Depok tak tertuntaskan. Bahkan temuan terakhir dari pantauan lapang Walhi Jakarta mengindikasikan jumlah sampah dengan masalahnya ialah ketidakmampuan mengolah sampah sementara jumlah sampah sangat meningkat nyata; yaitu sekitar 7.000 ton per hari digelontorkan ke Bantargebang. Padahal berapakah targetnya untuk tahun 2016? Sekitar 2.000-3.000 ton per hari. Ini ibaratnya perencanaan yang tidak nalar-realistis, dan sisi realisasi tetap berstatus quo ibaratnya "Not in My Back" asal bukan di halaman belakang gue, yaitu tetap andalkan TPST adalah di Bekasi.

Karenanya, sekali lagi Pemprov DKI Jakarta harus "move on" dalam mengatasi carut-marut pengelolaan sampah DKI Jakarta; bukan kukuh dalam keberlanjutan status quo. Karenanya dibutuhkan perubahan regulasi, kebijakan, dan aksi yang nyata untuk menuntaskan permasalahan sampah baik di wilayah kelola lokal/ rumah tangga maupun skala kebijakan Nasional.

Apalagi di sekeliling Dinas Kebersihan, dan di Kementerian LHK ada
Jargon: Indonesia Bebas Sampah 2020... [Empat tahun lagi, neh..!]

Dengan pertimbangan hal-hal di atas maka Walhi Jakarta bersama Walhi [nasional] akan mengadakan acara Konferensi Pers pada

Hari: Senin 16 Mei 2016
Pukul: 11.00 didahului makan siang
Tempat: Walhi di Jl. Jln Tegal Parang 14 Jakarta Selatan

Jika ada sesuatu yang masih belum jelas maka silahkan kontak ke:

Nara Hubung :
Aron Candra - 0813 . . (kadept Advokasi WALHI Jakarta)
Bagong Suyoto - 081383770095 (Koalisi Persampahan Nasional)
Riza J - 0813 999 39954 ( PAN Indonesia )

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
Jl. Jln Tegal Parang 14| (021... )





Hasil Konferensi Pers

DKI Jakarta Dinilai Gagal Kelola Sampah
Senin, 16 Mei 2016 15:33 WIB
Pewarta: Yashinta Difa
DKI Jakarta Dinilai Gagal Kelola Sampah
Ilustrasi - Petugas kebersihan DKI Jakarta sedang bekerja di Kawasan Monas. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa/Dok).

    Jakarta sebagai Ibu Kota harus menjadi indikator bagaimana Indonesia menyelesaikan persoalan sampah.

Jakarta (Antara Megapolitan) - Koalisi Persampahan Nasional (KPNas) menyatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta gagal mengelola sampah di dalam kota karena volume sampah Ibu Kota yang dikirim ke TPST Bantargebang, Bekasi, terus meningkat hingga mencapai 7.000 ton per hari.

Padahal, berdasarkan kontrak kerja sama antara Pemprov DKI dan pihak pengelola ditargetkan sampah yang dikirim ke TPST Bantargebang hanya 2.000 ton per hari.

Pengurus KPNas Bagong Suyoto dalam konferensi pers di Jakarta, Senin, menjelaskan bahwa sejak 2005 DKI berupaya membangun empat tempat pengolahan sampah terpadu (TPST) di Sunter, Marunda, Cakung Cilincing, dan Duri Kosambi dengan target pengolahan sampah masing-masing PTSP 1.500-2.000 ton per hari.

"Faktanya hingga 2016, proyek tersebut gagal dan TPST dalam kota Jakarta tidak beroperasi," ujarnya.

Berdasarkan pantauan tim Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta di TPST Sunter, ternyata lokasi tersebut hanya digunakan untuk memadatkan sampah yang berasal dari Jakarta Utara dan Jakarta Pusat.

Sampah yang telah padat itu kemudian diangkut lagi oleh truk sampah Dinas Kebersihan DKI menuju TPST Bantargebang, Bekasi.

"Dari temuan itu jelaslah bahwa unit TPST Sunter terlalu besar namanya dibandingkan cakupan kerjanya yang hanya sebagai stasiun pengalihan antara (SPA)," kata anggota Walhi Jakarta Riza V. Tjahjadi.

Sedangkan TPST Cakung Cilincing diketahui telah empat tahun tidak beroperasi dan lokasi TPST Marunda masih berupa lahan kosong karena pembangunannya tidak mendapat persetujuan warga sekitar.

Atas kegagalan pembangunan empat TPST di dalam kota Jakarta, KPNas dan Walhi Jakarta mendesak dilakukan audit menyeluruh untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas anggaran.

Selain itu, KPNas dan Walhi Jakarta juga menyoroti permasalahan sampah yang menjadi perhatian publik yaitu sampah belum terpilah, volume sampah meningkat, jumlah truk sampah bertambah, "tipping fee" sampah masih rendah, dan harga listrik dari sampah yang masih murah.

"Jakarta sebagai Ibu Kota harus menjadi indikator bagaimana Indonesia menyelesaikan persoalan sampah," ungkap Bagong.

Menurut dia, DKI masih memperlakukan sampah sebagai buangan tidak bernilai, padahal dalam UU Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah disebutkan bahwa sampah merupakan sumber daya yang harus kembali dimanfaatkan. (Ant). 
   

Editor: M. Tohamaksun

COPYRIGHT © ANTARA 2016

http://megapolitan.antaranews.com/berita/21589/dki-jakarta-dinilai-gagal-kelola-sampah





Pengelolaan Terpadu Tak Jelas, Jakarta Dinilai Gagal Kelola Sampah
May 18, 2016 Lusia Arumingtyas, Jakarta   

Aksi Jakarta Bersih. Pemerintah Jakarta punya obsesi Jakarta bebas sampah 2020. Semestinya, seraya menumbuhsadarkan warga akan peduli mengurangi sampah, tempat pengelolaan juga dibangun baik. Sayangnya, sampai saat ini tempat pengelolaan sampah terpadu yang dibangun tak jelas. Foto: Sapariah Saturi

Aksi Jakarta Bersih. Pemerintah Jakarta punya obsesi Jakarta bebas sampah 2020. Semestinya, seraya menumbuhsadarkan warga akan peduli mengurangi sampah, tempat pengelolaan juga dibangun baik. Sayangnya, sampai saat ini tempat pengelolaan sampah terpadu yang dibangun tak jelas. Foto: Sapariah Saturi



Koalisi Persampahan Nasional (KPN) menilai Jakarta gagal mengelola sampah. Pasalnya, hingga 2016, sampah buangan ke Tempat Pengelolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, terus bertambah. Sekitar 7.000 ton per hari belum termasuk sampah lautan.

Bagong Sutoyo, Ketua Koalisi Persampahan Nasional mengatakan, sejak 2005, Jakarta sudah membangun empat Intermediate Technology Facility (ITF) atau TPST yang tersebar di Sunter, Marunda, Cakung Cilincing dan Duri Kosambi.

Lokasi ini diproyeksi mampu mengolah sampah antara 1.500-2.000 ton per hari. Langkah ini matang dituangkan dalam masterplan pengelolaan sampah Jakarta 2015 dan 2012-2032.

Berdasarkan kotrak kerjasama Pemprov Jakarta dengan pengelola (pihak ketiga) volume sampah berkurang setiap tahun. ”Dari 4.000 ton menjadi 3.500 ton perhari, turun 3.000 menjadi 2.000 ton perhari.”



Temuan lapangan

Hasil investigasi Walhi, ternyata keempat lokasi tak beroperasi semestinya. ”Kini, proyek gagal dan TPST Jakarta tak beroperasi,” kata Bagong.

Dia mencontohkan, TPST dengan insinerator di Sunter, Jakarta Utara, Walhi menemukan fakta nama TPST tak sesuai operasional. ”Unit nama TPST namun operasional hanya memadatkan sampah,” kata Walhi Jakarta Riza V. Tjahjadi, salah satu investigator.

Sampah-sampah yang masuk TPST ini dari sekitar Jakarta Utara dan Jakarta Pusat. Setelah pemadatan, sampah padat kembali diangkut truk Dinas Kebersihan Jakarta ke Bantargerbang.

Padahal, setiap tahun ada dana operasional untuk ini. “Kalau hanya pemadatan, cukup Stasiun Pengalihan Antara (SPA). Pertanyaannya,  apakah anggaran disebut TPST dan SPA itu sama?”

Tak sampai disitu, April lalu, TPST ini dilengkapi ITF. Menurut narasumber lapangan, tak ada ITF sama sekali termasuk insinerator.

”Dahulu ada insinerator ukuran kecil. Ternyata, punya Pak JK (Jusuf Kalla) pada 2011 sebagai uji coba.”

Pembangunan TPST di Sunterpun dianggap mengada-ada, juga di Marunda, hingga kini masih kosong. TPST Cakung CIlincing pun mangkrak. ”Kata petugas keamanan sudah empat tahun ini berhenti.” Padahal, lokasi ini dulu pengolahan sampah yang menghasilkan kompos.

Walhi bersama dengan KPN mendesak Pemprov Jakarta mengawasi pembangunan TPST. Juga perlu audit menyeluruh anggaran yang digelontorkan guna menjamin transparansi dan akuntabilitas.

Kepala Departemen Advokasi Walhi Jakarta, Aron Chandra menyebutkan, Jakarta masih jauh dari siap membangun Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Kondisi TPST mangkrak tanpa kejelasan.


Masalah lain muncul

KPN menyebutkan ada masalah lain akibat kegagalan pembangunan ITF/TPST ini, yaitu sampah belum terpilah saat dikirim ke TPST Bantargerbang, volume terus meningkat, jumlah truk sampah bertambah, tipping fee masih rendah, harga lstrik sampah murah, green belt belum terealisasi, sampai penambahan pegawai harian lepas (PHL) berlebihan.

Padahal, anggaran pengelolaan sampah Bantargerbang per tahun mencapai Rp400 miliar. ”Pengelola TPST merasa tak menerima itu,” kata Bagong. Dia menduga ada indikasi dana mengendap di Dinas Kebersihan Jakarta.


https://www.mongabay.co.id/2016/05/18/pengelolaan-terpadu-tak-jelas-jakarta-dinilai-gagal-kelola-sampah/


Arsip Blog