Kamis, 23 Februari 2017

Hari Peduli Sampah Nasional 2017, Biotani dan Amphibi bersama rakyat di Jatimulya Bekasi




Hari Peduli Sampah Nasional  2017, Biotani bersama Amphibi dan rakyat di Jatimulya Bekasi


dari guntingan berita + tambahan suntingan




AMPHIBI Bersama Rakyat Diskusi Terkait HPSN 2017 dan Banjir


EraRiau.com- Banjir Besar Melanda Bekasi AMPHIBI laksanakan Hari Peduli Sampah Nasional.

Selasa, 21-02-2017 tepatnya HPSN (Hari Peduli Sampah Nasional).
AMPHIBI bersama RAKYAT melakukan Diskusi Publik dengan Tema : APA...!! dan BAGAIMANA...?? menyikapi SAMPAH sebagai PENYEBAB BANJIR.
Hadir dalam acara ini Anggota Dewan Pengarah & Pertimbangan Pengelolaan Sampah Nasional yang dibentuk Kementerian LHK dengan SK.Nomor : 770/Menlhk/Setjen/PLB.0/9/2016 yang dihadiri Riza V. Tjahjadi dan Aron Candra Hutasoit sebagai Narasumber.






Diskusi Publik yang di Sponsori oleh AMPHIBI dan YASOS BKS benar-benar membuat peserta yang dihadiri Tokoh Masyarakat, Karang Taruna,Team Penanggulangan Banjir, Pengurus RT/RW dan Mahasiswa Perguruan Tinggi Tri Buana, Unisma Kota Bekasi, UISU Medan, ITB dan IPB semuanya sangat antusias dalam kegiatan ini.





Walaupun kondisi Banjir di sekeliling Aula Pertemuan Jati Mulya tempat Diskusi Publik dilaksanakan belum surut, semangat peserta juga tidak surut.

Ditambah pembahasan Diskusi Publik bertema PEMBAHASAN SAMPAH & BANJIR. Ini Moment yang pas dan tepat sasaran kata Ketua Umum AMPHIBI Bung Agus Salim Tanjung So,si.






Beberapa pembahasan inti Diskusi Publik yang disampaikan oleh narasumber dari Anggota Pokja Dewan Pengarah & Pertimbangan Pengelolaan Sampah Nasional, Bung Riza V.Tjahjadi yang juga direktur Biotani Bahari Indonesia, dan wakil ketua Dewan Pakar Walhi Jakarta, serta Bung Aron Candra di antaranya permasalahan Pengelolaan Sampah TPA Bantar Gebang, banyaknya Limbah B3 infeksius dari beberapa Rumah Sakit masuk ke TPA Bantar Gebang, Pembuangan sampah Jakarta ke Kepulauan Seribu dan dari kepulauan seribu masuk ke TPA Bantar Gebang Kota Bekasi.

Hal ini benar-benar sangat membahayakan kesehatan Masyarakat Kota dan Kabupaten Bekasi.

Di samping itu Ketua Umum AMPHIBI yang juga sebagai narasumber memberikan solusi permasalahan dan cara Pengelolaan Sampah yang ditimbulkan setiap hari dari masing-masing rumah tangga. AMPHIBI juga telah mempersiapkan mesin Pengolahan Sampah organik menjadi Pakan ternak/pelet.

Peserta Diskusi Publik tersebut juga mendapat Pelatihan pembuatan Detergen Ramah Lingkungan dan membawa hasilnya secara cuma-cuma oleh Yayasan Sosial BKS.

Harapan para peserta Diskusi Publik yang dilaksanakan oleh Aliansi Masyarakat Pemerhati Lingkungan Hidup & B3 Indonesia (AMPHIBI) tidak hanya sampai di sini.


Kami akan berusaha semaksimal mungkin untuk melayani Rakyat dengan program yang berkesinambungan, ungkap Ketua Umum AMPHIBI Bung Agus Salim Tanjung So,si.





sumber info utama di atas:www.erariau.com

juga materi presentasi

https://www.slideshare.net/biotani/sampah-hpsn-2017-di-aula-rw-15-jatrimulya-bekasi




 ---o0o---


Sabtu, 11 Februari 2017

Jogja Organic, apa perlu (juga)?





Jogja Organic, apa perlu (juga)?

Setelah Lima tahun silam

 
oleh: Riza V. Tjahjadi

 

 Jogja Organic... keinginan saya begitu menagih ide Sultan HB X. Tetapi, kok, 'dah lima tahun masih nihil, Pak Gubernur D.I. Yogyakarta alias Sinuhun Sultan Jogja?

Kok, tak ada Jogja Organic? Sudah sembilan tahun, loh,  sejak terbitnya buku karya Sultan HB X (2008)
Ingatlah Bincang saya ke Putri Mahkota Kesultanan Yogyakarta lima tahun silam:



Tolong titipkan pesan saya kepada Bapak... (Bapak atau Romo?) Yaitu... karena Pernyataan Saya tahun 1998 sudah dikutip oleh Bapak Anda dalam buku beliau tahun 2008... (sudah anda baca, 'kan?) bahwa Pertanian Organik adalah pertanian yang diidealkan, maka saya minta Bapak Anda memaklumatkan DIY Organic... ini nyusul Bali Organic. Permintaan ini nanti akan disusulkan dengan Deklarasi kami.


Ingatlah buku Sultan, saya kutipkan sebagian:

Sri Sultan Hamengkubuwono X (2008) mengutip pernyataan saya (RVT) untuk mengugkapkan mengenai:





Paradigma Politik Pertanian
Modernisasi pertanian kurang lebih tiga dasawarsa telah gagal mengangkat harga diri, martabat dan kesejahteraan petani; mayoritas penduduk Indonesia. Kini sudah saatnya Pemerintah mengakui hak-hak petani, seperti kebebasan menjual beras atau menyimpan gabah untuk benih.

Sudah saatnya sekarang ditegaskan bahwa petani diperbolehkan menanam padi jenis local. Sudah saatnya juga dipikirkan insentif maupun kredit bagi petani yang bertani organik, bukan hanya mempertahankan kredit usaha tani (KUT) yang notabene lebih banyak untuk pembelian pupuk dan racun hama. Demikian juga, hendaknya petani diberi kebebasan menentukan pilihan dan membentuk organisasi petani yang diperlukan untuk memperjuangkan kepentingan petani.

Melalui Sistem Pertanian Organik (SIPO) misalnya, kesuburan tanah akan bisa pulih sebab tanah pertanian selama ini dirusak oleh sistem pertanian yang memaksa petani menggunakan pupuk kimia dan pestisida yang telah ditentukan mereknya. Kerugian petani yang diakibatkan kerusakan tanah semakin diperparah oleh kebijakan-kebijakan yang akhirnya memangkas kemerdekaan petani, misalnya dengan keharusan penggunaan bibit padi (Tjahjadi, 1998). Hal.164-165.




Catatan:
Sekadar informasi mengenai Bali Organic, yang secara resmi adalah:



Bali Menuju Organik

Rabu, 26 Januari 2011

Denpasar, 26 Januari 2011, Program Gubernur Bali Made  Mangku Pastika menjadikan Bali pulau organik, perlahan tapi pasti mulai nampak hasilnya. Program yang disusun  secara sungguh-sungguh merupakan implementasi dari filosofi  yang maha agung masyarakat Bali,” Tri Hita Karana”. Tri Hita Karana, merupakan tiga rangkaian semangat masyarakat Bali dalam berinteraksi sebagai wujud bhakti kepada Sang Pencipta  (Ida Sanghyang Widhi Wasa),  kepada sesama, dan kepada lingkungannya (alam).
Karena itu Pemerintah Provinsi Bali, seperti dijelaskan  Drs. I Ketut Teneng,  Kabag Publikasi dan Dokumentasi  Biro Humas dan Protokol Setda Prov. Bali, mulai tahun  2008 mulai getol melaksanakan penghijauan dan menyediakan tidak kurang dari 8 jutaan lebih bibit penghijauan  melalui Dinas Kehutanan Prov. Bali yang di tanam pada lahan-lahan relatif kritis. Hal ini, kata Teneng, belum termasuk yang ditanam langsung oleh masyarakat dan  lembaga swasta lainnya.
Keseriusan dalam mewujudkan Bali pulau organik, diberengi dengan langkah kongkrit, seperti pengurangan subsidi pupuk anorganik dan memperbesar subsidi pupuk organik untuk petani. Tahun 2008 misalnya, subsidi pupuk anorganik mencapai angka 4 miliar. Kemudian tahun 2009, Pemprov menggeser subsidi pupuk petani menjadi 2 miliar untuk organik dan 2 miliar lagi untuk anorganik. Dan tahun-tahun berikutnya dalam menggalakkan pemakaian pupuk organik di Bali, hanya pupuk organik yang disubsidi Pemprov. Bali.
Sejalan dengan itu, dijelaskan pula bahwa Pemprov Bali tengah mengembangkan Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) yang merupakan gabungan dari GAPOKTAN (Gabungan Kelompok Tani). Simantri yang dekembangkan mulai tahun 2009, dengan 10 unit menyasar  Kabupaten yang rumah tangga miskin tertinggi di Bali, dengan biaya 2 miliar lebih. Tahun 2010 dibangun 40 unit  dengan dana 8 miliar dan tahun 2011 dilanjutkan dengan  100 unit Simantri, anggaran 20 milyar. Melalui program Simantri ini, diyakini selain dapat meningkatkan pendapatan petani, juga mampu menghasilkan bio-urine, kompos, dan biogas, dari hasil kotoran sapi yang dikandang secara koloni,  yang mendukung Bali menjadikan pulau organik. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa program menuju Bali Organik, tidak saja menjadi program Pemprov. Bali, tapi juga menjadi bagian kesungguhan dan kerja keras dari seluruh komponen masyarakat, sehingga beberapa produk  perkebunan dan pertanian Bali berhasil mendapat penilaian dari lembaga yang berkompeten, memperoleh serifikat organik.

Sertifikat Organik Produk Perkebunan :

dst

http://www.baliprov.go.id/Bali-Menuju-Organik

 


lihat juga
http://www.slideshare.net/biotani/jogja-organic 
 


---o0o---


Arsip Blog