Senin, 28 Oktober 2013

Tegakkan Kedaulatan, Akhiri Penjarahan Asing, Percik Renungan HUT 85 Tahun Soempah Pemuda







Tegakkan Kedaulatan, Akhiri Penjarahan Asing,
Percik Renungan HUT 85 Tahun Soempah Pemuda


 



Catatan Riza V. Tjahjadi



Segelintir pemuda pada tahun 1928 sudah berdarah-darah berjuang untuk mengahiri imperialisme di bumi Nusantara. Namun perjuangan pemuda baru meraih momentumnya pada 17 Agustus 1945 yakni pemuda Soekarno dan Hatta atas nama Indonesia menyatakan kemerdekaannya. Namun perjuangan pemuda agar Indonesia merdeka 100 % belum terwujud. Imperialisme masih senantiasa merongrong kedaulatan negara dan bangsa Indonesia.

Kala itu imperialisme (penjajahan asing) mencengkram Nusantara dengan sistem kolonialisme, menguasai teritorial, membentuk pemerintahan asing di wilayah koloni, dikawal dengan serdadu asing. Dewasa ini sejak UU PMA 1971 dan UU perubahannya pola penjahan asing mencengkram tanah air (satu) kita atas nama globalisasi, utang luar negeri, investasi dan perdagangan bebas, dan bahkan melalui reformasi dan liberalisasi sistem ekonomi politik.

Imperialisme mengirimkan utang atas nama "pembangunan ekonomi" melalui negara negara imperialis melalui lembaga keuangan Bank Dunia, Asian Development Bank, IMF dan berbagai lembaga keuangan lain. Namun bukannya pembangunan yang kita nikmati, akan tetapi justeru utang terus semakin menumpuk, menghisap seluruh jerih payah bangsa kita.


Tekor banget

Sekarang utang Indonesia menggila. Data Bank Indonesia (BI) menunjukkan tahun 2005 (saat awal SBY berkuasa) surat utang negara (SUN) Indonesia senilai Rp. 399,839 Triliun. Hingga desember 2012 SUN Indonesia senilai Rp. 684,618 triliun. Selanjutnya sampai dengan bulan September 2013 SUN telah bertambah mencapai Rp. 855,170 triliun.

Dalam tahun 2013 ini SBY berencana meciptakan utang sebesar Rp. 300 triliun. Dalam bulan-bulan terahir pemerintahannya SBY tampaknya semakin giat berhutang. Dengan terealisasinya SUN 2013 maka nilainya telah mendekati Rp. 1000 triliun (Daeng, 24 0kt 13).

Data Bank Indonesia menyantumkan total pembayaran pokok dan bunga utang pemerintah sepanjang 2013 sebesar US$ 8,98 miliar Rp.  atau sekitar Rp. 103,27 triliun (kurs 11.500/USD), dengan rincian pokok sebesar US$ 5,769 miliar dan bunga utang sebesar US$ 3,21 miliar (lihat Daeng, 25 Okt. 13).

http://m.indonesiafinancetoday.com/read/50717/Pembayaran-Utang-Luar-Negeri-Diprediksi-Sesuai-Target

Sekitar 32,12 miliar dolar AS atau senilai Rp. Rp 369,38 triliun (Kurs Rp. 11500/USD) akan mengalami jatuh tempo sepanjang satu tahun. Dari total utang jatuh tempo tersebut, sebesar 24,177 miliar dolar AS harus dibayarkan pada Juni hingga Desember tahun ini.

http://m.republika.co.id/berita/koran/news-update/13/07/26/mqi74g-risiko-gagal-bayar-besar

Sementara defisit transaksi berjalan mencapai $9,8 miliar pada periode April-Juni 2013. Jika tidak ada perbaikan yang berarti maka defisit transaksi berjalan dapat mencapai USD 19,6 miliar atau Rp. 225,40 triliun (Kurs 11500/USD). Sumbangan terbesar dari defisit adalah impor migas, disusul impor bahan baku industri dan impor pangan.

http://www.analisadaily.com/mobile/pages/news/54075/rupiah-dan-lindung-nilai-bumn

Sebaliknya, alamak.., aliran keuntungan perusahaan asing yang dikirim ke luar negeri semester I 2013 mencapai USD 8,1 miliar atau sekitar USD 16,2 miliar setahun. Dengan demikian total keuntungan yang dikirim ke luar negeri mencapai Rp. 186,3 triliun. Alamak (lagi).

Imperialisme mengirimkan mesin dan kapal keruk atas nama "investasi". Kerakusan akan bahan mentah, didorong dengan iming-iming pertumbuhan ekonomi hingga modal asing bertumpuk-tumpuk di wilayah Nusantara ini, hingga perusahaan-perusahaan asing semakin jamur di musim hujan dan pengerukan kekayaan alam telah membuat lubang-lubang tambang migas, mineral, batubara, bagaikan sarang tikus, hutan-hutan berubah menjadi lahan tandus, bahkan gunung-gunung yang mengandung mineral hilang satu demi satu.

Imperialisme mengirimkan barang-barang impor atas nama "perdagangan internasional, perjanjian kemitraan", hingga seluruh kebutuhan pangan, kebutuhan konsumsi, kebutuhan bahan baku industri, pembangunan infrastruktur dipenuhi barang-barang impor. Saat yang sama pertanian, industri nasional, perusahaan negara mengalami penghancuran sistematis..

Pada sisi lain, terdapat proyek reformasi, mengubah konstitusi, mengubah tujuan negara, menerapkan demokrasi liberal, demokrasi 50% + 1, membentuk otonomi daerah. Semua proyek reformasi tersebut mengatasnamakan demokrasi, hak azasi manusia (HAM), individualisme. Hasilnya?

Hancurnya sistem bernegara, hilangnya lembaga tertinggi negara, lenyapnya haluaan negara,  hilangnya konsentrasi anggaran negara, hilangnya efektifitas dalam pengawasan keuangan negara, korupsi mewabah ke seluruh tingkatan birokrasi, terpecahnya elemen bangsa dalam serpihan-serpihan yang tidak berguna.

Seluruh hasil eksploitasi kekayaan rakyat  habis digunakan untuk membayar bunga utang, cicilan utang luar negeri baik utang pemerintah maupun swasta. Kekayaan alam dikeruk melampaui batas dikirim ke luar negeri dan seluruh keuntungan penanaman modal ditransfer kembali ke luar negeri. Upah dan daya beli rakyat habis digunakan untuk membayar mahal barang-barang impor yang diproduksi di luar negeri. Tidak ada setespun keuntungan yang diterima bangsa ini.

Seluruh hasil keringat rakyat yang dibayar melalui pajak habis digunakan untuk menyokong imperialisme, sisanya  menjadi lahan korupsi elite penguasa Presiden, DPR, Guburnur Bupati, DPRD, TNI/POLRI, Kejaksaan, untuk memperkaya diri dan keluarganya. Rakyat jatuh dalam kemiskinan dan penderitaan lahir batin. Peradaban bangsa jatuh ke tempat yang paling rendah di antara bangsa-bangsa.



Penjarahan SDA
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad maupun Busyro Moqqodas mengungkap data dan fakta terkait Praktek korupsi disetor dari SDA tambang dan migas.

Dikatakan bahwa setiap tahun rata-rata Rp 7.200 triliun lenyap dari sektor Migas dan Minerba karena korporasi yang mayoritas dikuasai asing, tidak membayarkan pajak dan royalti.

Bahkan Abrahan Samad lebih ekstrem menyebutkan angka Rp 2.000 triliun! (IMES 27 0kt. 13).

Langkah Kongkrit
Kami memandang bahwa jika KPK benar-benar serius atas pernyataan tersebut, apalagi sudah pernah ada penelitian Tim KPK, maka penting diterapkan dulu pada korporasi asing yang kakap.

Kongkritnya, untuk tambang bisa dimulai dengan usut PT Freeport Indonesia , PT Vale Indonesia (dahulu INCO), PT Newmont Minahasa Raya.

Adapun untuk migas bisa dimulai dari Chevron dan ExxonMobil.

Sindikasi korporasi di atas mayoritas  milik Amerika Serikat. Kecuali Vale Indonesia.

Penyidikan atas tindak korupsi sindikasi korporasi asing ini bisa dimulai dari periksa pajak dan royalti mereka selama ini. Lalu praktek penghancuran ekologi.

Pengadilan Tipikor ke depan, mestinya dipenuhi dengan agenda pengadilan atas pimpinan (CEO) korporasi ini. Deliknya kejahatan korporasi.

Ingat, Rp 2.000 triliun itu dari potensi sektor tambang dan migas yang hilang itu, jauh lebih besar dari APBN yang rata-rata Rp 1.600 triliun.
(Erwin Usman, Indonesia Mining and Energy Studies-IMES 27 0kt. 13)


Pe-Er Pemuda
Adalah tanggung jawab pemuda semakin besar. Sadarilah, imperialisme telah menjalin persekutuan sangat kuat dengan elite politik tua dan elite korup. Para penghianat bangsa menempel bagaikan menggunakan "lem tikus" dalam ketiak imperialisme. Menyadarkan elite tua dan elite penghianaat yang korup akan menimbulkan sobekan berdarah. Satu-satunya jalan adalah persatuan pemuda guna mengahiri dominasi imperialisme dan menyapu bersih elite tua penghinat dan elite korup.

Bagi Kristiani, khususnya pemuda mulailah kikis habis paham penguasaan bumi yang sudah dilakukan kaum kapitalis global dengan bendera etika ataupun doktrin Kristiani: "taklukkanlah bumi dan berkuasalah". (Kejadian 1:27-28). Pandangan itu disebut antroposentrisme, yang kerena kesadaran baru, maka pandangan/ paham itu sudah harus diakhiri.

Ingat saja Lynn White (1967) yang menuduh bahwa ‘Konsep Kristen’ ini telah mendasari munculnya kerusakan alam karena kapitalisme dan eksploitasi alam secara habis-habisan. Jangan pula hanya berharap akan penyiptaan  langit dan bumi yang baru sebagai puncak dari karya Allah Bapa, Putra, dan Roh Kudus (Wahyu 21:1) tetapi terus saja mengeksploitasi bumi yang sudah ada.

Ingatlah munculnya ekosentrisme yang  dipancang sejak Konvensi Rio di tahun 1992 silam. Sebaliknya ingat dan praktekkan Perintah Tuhan (Teosentrime) dengan mengacu kepada pertanyaan bagaimana umat Tuhan harus bersikap terhadap alam: alam, dalam hal ini tanah, tidak boleh diperlakukan tidak sewenang-wenang, dan diperas sampai batas terakhir kemampuannya, demi keuntungan manusia. Alasan dari hal ini adalah sederhana; walaupun Allah telah memberikan mandat kepada manusia untuk berkuasa atas bumi dan isinya sebagai wakil Allah (Kej.1:27-28), tetapi tanah tetap saja adalah milik Allah (Im. 25:23; lihat juga I'm 25:2-4; Im 26:34,35,43 dan Keluaran 23:10-11).

Ingat juga doa yang diajarkan Yesus “Kita dapat memanfaatkan alam untuk keperluan manusia tetapi Allah juga menginginkan kita mencukupkan diri dengan berkat yang kita miliki serta menjaga kelestarian alam.” Tuhan Yesus mengajar murid-murid-Nya untuk  meminta “hari ini makanan ... yang secukupnya.” Hal ini menunjukkan adanya batasan Allah untuk manusia mengeksploitasi alam. Bahkan Firman Tuhan dalam 1 Timotius mengatakan: “Memang ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. Sebab kita tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kita pun tidak dapat membawa apa-apa ke luar. Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. Tetapi mereka yang ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, ....”


¤

Ada titipan dari rekan:
Fwd

SUMPAH PEMUDA :
Kami putera/puteri Indonesia berjanji akan konsisten hanya konsumsi #buahlokal demi kesehatan rakyat kami, kemandirian bangsa kami, dan kesejahteraan petani kami.
Jakarta, 28 Oktober 2013


Itu titipan rekan, dan bayangkan: Impor buah dan sayur segar Januari - September 2013 sdh melebihi Rp 10 trilyun... Cik, cik, cik..!

Akhir kata: Esuk 'dele, sore tempe..! [Hadeeh... Kapan, ya, kedaulatan benih kedelai? Usulan sejak akhir Juli lalu ke GKI Serang tak ada kabarnya).
~> :( buat #sonifebrianto@gmail.com]
















Silahkan sebar/ broadcast







Powered by Telkomsel BlackBerry®





---o0o---

Sabtu, 26 Oktober 2013

Endosulfan, Racun.... Racun awet perusak janin, dan otak anak-anak, salah guna..!







Endosulfan, Racun.... Racun awet perusak janin, dan otak anak-anak, salah guna..!


Pantauan lapang



Riza V. Tjahjadi


Endocrine disruptor... Ini tinggal wadahnya yang dimanfaartkan sebagai bunyi-bunyian di atas kolam lele - yang airnya sudah menyusut drastis. Ini observasi kedua terhadap wadah racun pada Kamis (24 Oktober) siang tadi. Observasi pertama berikut pemotretan wadah racun itu pada hari Jummat 4 Oktober silam... Inilah situasi racun di Desa Pedaleman Kecamatan Tenara Kabupaten Serang.

Racun.... Racun awet perusak janin, dan otak anak-anak, salah guna..!
Bekas wadah endosulfan digantung di tepi kolam lele - yang tak jauh letaknya dari kolam sampah (lihat foto sampah pada status saya semalam).

Endocrine disrupter, perusak janin... itulah endosulfan yang masih kerabat 0rganoklorin yang lebih kita kenal salah satunya adalah DDT. Endosulfan adalah racun yang tergolong awet, menyebar ke mana-mana, dan mengancam bagi keutuhan janin, mengganggu pola menstruasinya perempuan, merusak otak anak-anak, dada pria membesar tapi bukan berotot, lho, dsb.

Endosulfan adalah kandidat POP (Persistent Organic Pollutants) yang diusulkan oleh PAN (Pesticide Action Network) Internasional, termasuk PAN Indonesia (yang pernah saya jabat selama dekade lalu). Sejak 1999 saya sudah berteriak soal endosulfan di Indonesia... Semula termasuk racun/ pestisida yang dilarang, tetapi sejak 2007 racun ini diijinkan diedarkan dan dipakai dengan status terbatas. Nyatanya pengawasan di lapang sangat lemah. Foto ini jelas sekali menunjukkan adanya praktek penyalahgunaan pemakaian racun,

Racun persisten endosulfan dipakai untuk memanen ikan bandeng. Ini praktek yang belum dicatat oleh rekanan internasional yang melobi Konvensi Stockholm - untuk penambahan daftar POPs.






Endosulfan contamination
Once endosulfan is released into the environment, it is highly persistent and mobile:
Endosulfan is transported long distances in the atmosphere and has been detected in areas far from use sites, including national parks and the Arctic.
The half-life of combined residues of endosulfan varies from 9 months to 6 years.18
The main degradation product, endosulfan sulphate, is equally toxic to the parent compound and perhaps even more persistent.
Dampak lainnya, sebagian saja:
Reproductive and developmental toxicity: in humans it has caused endometriosis, menstrual
disturbances, male breast enlargement, delayed male sexual development, birth defects especially of hands, feet and heart, cerebral palsy, and delayed development. Brazil banned endosulfan because of reproductive and endocrine effects on farmers. Immunotoxicity: suppresses immune system; promotes allergic responses.

Trade names: Thiodan and many others.

Uses: Insecticide. Broad-spectrum organochlorine. Used on rice, cotton, tea, coffee, vegetables, fruit, nuts, and many other crops against mites, thrips, beetles, caterpillars, borers, cutworms, bollworms, bugs, whiteflies, leafhoppers, and snails.

Classifications and risk statements WHO: Class II moderately hazardous.

Regulatory status International
Listed in Annex A of the Stockholm Convention on Persistent Organic Pollutants for global elimination of production and use, with exemptions for some specific pests on specific crops for 5 years. Listed under the Rotterdam Convention on Prior Informed Consent
.





Komentar di facebook

Riza V. Tjahjadi Tks buat para "Jemplers": Yatwon Nabanabi Su Yono, Sandhi Mahardika, Teuku Yusrizal, Herman Alexander Sahertian, Deskcrisiscentre Walhi Jakarta, juga Hamid Str... Rupanya racun kimia, pestisida saya tinggalkan pemantauannya sejak 2005-2006, eehhh... se...See More
Yesterday at 10:24am via mobile · Like

Hamid Str @p,riza v tjahjadi>>>..sngat berbhaya memang pestisida DDT itu..pestisida ini tdak dpat terurai wlwpun dlm waktu yg sngat lama..stahu sya pestisida ini,sdah dilarang pmerintah bredar..gak tau klu skrang ini msih ada bredar...atau hnya .ganti identitas nama aja...sngat brbahaya memang pestisida ini...
Yesterday at 12:25pm via mobile · Like

Riza V. Tjahjadi: endosulfan adalah kerabatnya DDT. Sekali lagi endosulfan adalah kerabat DDT... Saya bersama kawan-kawan YLKI dan Walhi berjuang lama agar DDT dilarang, dan baru pada 1992 DDT dilarang pemerintah... Endosulfan seperti yang saya bilang dilarang pada tahun 1999, tetapi diijinkan beredar tetapi terbatas pada 2007... Nah, itulah ceritanya Hamid Str. Terima kasih atas perhatian dikau, tetapi mohon dikau membaca perlahan, hati-hati, dan jernih..! Karena kita berbicara soal racun kimia yang jumlahnya ribuan merek yang masih boleh dan yang tidak boleh/ sudah dilarang. Cermat dan berhati-hati, karena setiAp racun kimia memiliki spesifikasi masing-masing... Saya terpaksa harus soroti dan advokasi lagi racun kimia endosulfan ini...! berbahaya endosulfan itu, sementara DDT jejaknya sudah tidak ditemukan lagi menurut pantauan ilmiah Kemeneg LH 2002, itu ketika saya masih duduk di salah satu panel untuk penyiapan Ratifikasi Konvensi Stockholm tentang POPs; nyatanya baru diratifikasi DPR RI pada 2009 silam... Nah, pemutahiran daftar POPs adalah memasukkan Endosulfan... tapi prosesnya masih panjang, sementara korban tak akan tahu apa dampaknya bagi dirinya, atau keluarganya/ komunitasnya. itu dulu ya. Cermat, dan berhati-hati dalam membaca dan memantau racun kimia..!
Yesterday at 12:45pm via mobile · Like

Hamid Str: trimakasih ats penjelasan2nya p'riza...






silahkan tengok juga:


BioTani Indonesia: POPS, Ornop LH dan Komisi VII DPR RI 12 Feb ...

biotaniindonesia.blogspot.com/2009/.../pops-ornop-lh-dan-komisi-vii-dp...
23 Mar 2009 - Kamis, 12 Feb 2009, beberapa ornop: ICEL, PAN Indonesia, Walhi, dan juga IFTN, ... Penguatan status hukum POPs dan endosulfan 1.
Anda mengunjungi laman ini pada 13/10/23.'
---o0o---


Pangan Tidak Jelek, Tapi Petani susut 5 Juta dalam 10 Tahun, dan Impor Meningkat







Pangan Tidak Jelek, Tapi Petani susut 5 Juta dalam 10 Tahun, dan Impor Meningkat





oleh: Riza V. Tjahjadi








Indonesia produsen pangan nomor 5 terbesar di dunia setelah Cina, AS, India, dan Brazil. Indonesia pun nomor 5 sebagai negara konsumen pangan terbesar di dunia setelah Cina, India, AS, Brazil; sumber: Diolah dari FAO Statistical Yearbook, 2010. Pada periode sama tercatat pula bahwa kemandirian pangan Indonesia antar negara pada komoditas padi-padian berada pada urutan 5 pula, setelah Cina, AS, India, Brazil.





Menurut Khudori (2013) anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat:

Padi: Produksi 69,27 juta ton gabah (39,48 juta ton beras, konversi 0,57, naik 0,31%). Jika konsumsi113,5 kg/kapita, total konsumsi 250 juta penduduk: 28,25 juta ton. Harusnya surplus.



Jagung: Produksi 18,84 juta ton jagung pipilan kering (turun 2,83%), sebagian besar untuk pakan ternak. Benih hibrida meningkatkan produksi. 

Kedelai: Produksi 847 ribu ton kedelai kering (naik 0,47%). Produksi terus menurun, jauh dari target swasembada (2,5 juta ton). Impor dari AS. 

Gula: Produksi 2,3 juta ton, di bawah target produksi 2,8 juta ton. Konsumsi >4,5 juta ton, terdiri 2,5 juta ton gula konsumsi dan 2 juta ton gula rafinasi, berasal dari impor gula mentah.



Daging Sapi: Produksi 474 ribu ton (?), konsumsi 550 ribu ton, impor daging 32 ribu ton dan sapi bakalan setara daging 48 ribu ron, besar dari Australia. Swasembada daging kian menjauh.



Produksi CPO 2012: 24 juta ton, ekspor 18 juta ton. Tahun 2013 produksi CPO diperkirakan menembus 26 juta ton. Produk hilir mulai tumbuh.

Produksi kopi 2012: 700 ribu ton, ekspor 500 ribu ton. Tahun 2013 produksi kopi diperkirakan tidak banyak berubah, walau harga jual cukup tinggi.



Produksi kakao 2012: 840 ribu ton, ekspor 450 ribu ton. Tahun 2013 produksi kakao diperkirakan tidak berubah, karena GERNAS hanya 30%.



Produksi teh 2012: 140 ribu ton, sebagian besar untuk ekspor. Tahun 2013, produksi diprediksi turun lagi karena 3000 ha kebun dibabat.



Sumber: Khudori (2013) Kartel Pangan. Makalah pada Focus Group Discussion tentang ”Kartel Pangan ”  Program Bincang-Bincang Agribisnis. Jakarta, 14 September 2013







Petani susut 5 Juta dalam periode 10 tahun 2003 hingga 2013

simak artikel berikut:




Mencegah Malapetaka Negeri Agraris 

Galih Andreanto* | Jumat, 20 September 2013 - 14:02 WIB





Negeri agraris ini, sekarang banyak mengimpor produk pertanian dari luar negeri.



“Barangsiapa mengurangi penghasilan makanan, misalnya dengan mempersempit sawah atau membiarkannya terbengkalai apa yang dapat dijadikan makanan, atau melalaikan binatang piaraan apa pun, kemudian hal itu diketahui oleh orang banyak, orang yang demikian itu diperlakukan sebagai pencuri dan dikenakan pidana mati. Demikianlah ajaran sastra” (perundang-undangan Agama, Kerajaan Majapahit Pasal 261).


Pasal dari kerajaan Majapahit di atas dapat diambil sebagai warisan prinsip kebesaran Nusantara di tengah kondisi pertanian yang karut-marut ini.

Kebesaran era Nusantara seakan mendesakkan urgensi pelaksanaan prinsip kedaulatan pangan bagi sektor pertanian. Kini, setelah melewati tujuh abad kebesaran Nusantara, kondisi pertanian Indonesia morat-marit, kecemasan demi kecemasan menghinggapi dunia pertanian kita.


Demi ketersediaan pangan jangka pendek, pemerintah sibuk memainkan peran impor. Mungkin saat ini julukan negeri agraris harus dipertanyakan ulang kepada bangsa kita. Pada 2013 ini, krisis kedelai lokal masih ditanggapi pemerintah secara reaksioner jangka pendek, dengan terus-menerus mengimpor hingga 1,1 juta ton.


Sejumlah kebutuhan atas bahan pangan seperti daging sapi, beras bahkan bawang dan cabai harus dilalui lewat mekanisme impor. Hal ini sungguh menyesakkan dada kita di mana kedaulatan di bidang pangan ternyata masih jauh dari harapan.


Persoalan pangan harus dilihat dari akar persoalan dengan tidak mengabaikan faktor utama aktor pertanian yaitu petani. Akses petani terhadap tanah semakin timpang, laju guremisasi semakin tak terhindarkan.

Sensus pertanian tahun 1993 mencatat, jumlah petani gurem (penguasaan kurang dari 0,5 ha) 52 persen dari total petani. Pada sensus pertanian tahun 2003, jumlahnya naik menjadi 53,5 persen. Pada pendataan usaha tani pada 2009, jumlahnya naik lagi menjadi 54,2 persen.


Arus konversi lahan semakin sulit untuk dihindari. Dalam konteks Pulau Jawa, karena skema dalam MP3EI menuntut Pulau Jawa menjadi kavling atau koridor bidang jasa dan industri. Program yang jauh dari penyelesaian akar persoalan ini, bukan saja tak bisa mengobati kekhawatiran akan tercerabutnya karakter agraria (sumber kekayaan alam), namun akan melahirkan beragam persoalan baru.


Namun, dampak negatif paling nyata adalah konflik agraria yang merebak di seluruh penjuru Tanah Air. Data dari Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) mengatakan mulai 2004 hingga akhir 2012 telah terjadi 618 konflik agraria di seluruh wilayah Republik Indonesia, dengan areal konflik seluas 2.399.314,49 hektare, di mana ada lebih dari 731.342 keluarga harus menghadapi ketidakadilan agraria dan konflik berkepanjangan.


Ketidakberpihakan pemerintah kepada petani yang tengah berkonflik ditunjukkan melalui tindakan intimidasi dan kriminalisasi, serta pemilihan cara-cara represif oleh aparat kepolisian dan militer dalam penanganan konflik dan sengketa agraria mengakibatkan 941 orang ditahan, 396 mengalami luka-luka, 63 orang di antaranya mengalami luka serius akibat peluru aparat, serta meninggalnya 44 orang di wilayah-wilayah konflik tersebut.

Badan Pusat Statistik (BPS) baru-baru ini melansir data sementara bahwa jumlah rumah tangga petani menurun hingga 5,04 juta dibandingkan dengan tahun 2003. Pada 2003 jumlah petani sebesar 31,17 juta rumah tangga, sedangkan kini (2013) jumlahnya hanya tinggal 26,13 juta, atau turun 16 persen per 10 tahun.


Data BPS sebenarnya bukan fakta mengejutkan, profesi petani tak lagi menjadi profesi yang menjanjikan kesejahteraan, bahkan identik dengan kemelaratan, kemiskinan dan penuh ketidakpastian.


Jika rata-rata laju penurunan rumah tangga petani 1,75 persen per tahun (tetap) maka dalam jangka waktu 57 tahun ke depan jumlah rumah tangga petani sama dengan nol. Namun, jika laju penurunan jumlah rumah tangga petani meningkat tiap tahun maka kurang dari 57 tahun lagi petani Indonesia punah.


Pada sisi lain terjadi pertumbuhan pesat perusahaan pertanian hingga 36,77 persen dibandingkan dari 2003. Korporasi pertanian berkembang pesat hingga 5.486 perusahaan pada 2013 atau bertambah 1.475 perusahaan dibandingkan 2003. Pembacaan atas data BPS tersebut harus ditempatkan pada sudut baca yang tepat.


Hal ini terkait dengan arah program kebijakan nasional ke depan. Namun, data itu sulit membuat kita mengelak bahwa arah transformasi pertanian kita bukan lagi berorientasi pada pemberdayaan rumah tangga petani, tapi ke arah industrialisasi pertanian berwarna korporasi. Transformasi yang sangat mungkin terjadi adalah petani bertanah ke arah buruh tani (hanya menjual tenaga) yang siap diserap sektor industri.


Kita lagi-lagi tak boleh lupa bahwa pembangunan pertanian tak akan berhasil bila melalaikan faktor petani. Berdasarkan data yang dilansir FAO, investasi di negara berkembang dan sedang disumbangkan oleh investor dalam negeri yaitu petani dengan investasi pada aspek on farm investment capital mencapai US$ 140 miliar atau sekitar 71 persen dari keseluruhan investasi pertanian. Oleh karena itu, kebijakan pertanian harus menempatkan petani sebagai faktor sentral dan tentu berpihak pada petani.


Pengabaian faktor petani karena mengejar faktor produktivitas dan efisiensi harga, potensial mendorong lahirnya kebijakan yang mendorong kemusnahan petani Indonesia. Praktik-praktik perampasan tanah karena pola pembangunan yang tidak berdasarkan keadilan sosial, konflik agraria, kekerasan terhadap petani penggarap adalah buah dari lahirnya kebijakan nasional yang jauh dari semangat pemberdayaan petani.


Sulit untuk mengelak bahwa politik agraria nasional saat ini justru berjalan menyimpang dari semangat UUPA 1960 dan TAP MPR No IX Tahun 2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Turunnya angka rumah tangga petani dapat diartikan sebagai hilangnya produsen pangan yang sekaligus berubah peran menjadi konsumen. Hal ini patut dikhawatirkan karena kemampuan rakyat dalam melakukan kerja produksi pertanian hilang.


Jika kemampuan suatu negara dalam memproduksi pangan hilang maka ke depan Indonesia akan dilanda krisis pangan. Dalil-dalil yang membenarkan impor tak lagi bisa ditoleransi karena Indonesia akan benar-benar menyerahkan leher kedaulatannya pada asing. 

Niatan pemerintah untuk membangun industrialisasi pangan skala luas dengan pintu terbuka pada pihak asing dapat dideteksi lewat rencana investasi China dan Malaysia membangun areal sawah di Subang. Dengan dana investasi US$ 2 miliar (Rp 20,3 triliun) bahkan bisa berkembang mencapai US$ 5 miliar (Rp 50,8 triliun), perusahaan China berharap bisa memasuki pasar berkembang di Tanah Air sekaligus memenuhi pasokan beras domestik. 


Pembukaan areal pangan skala luas berbasis korporasi dapat dievaluasi dari pelaksanaan MIFEE (Merauke Integrated Food Estate and Energy), pada praktiknya MIFEE gagal menyejahterakan petani lokal, bahkan memperluas penderitaan masyarakat adat dan kelestarian lingkungan. 


Industrialisasi pangan dengan pembukaan areal pangan skala luas, bukanlah opsi yang bijak bagi melimpahnya tenaga kerja pertanian Indonesia. Setidaknya ada 26,13 juta rumah tangga petani (2013) yang masih konsisten mau dan mampu mengelola lahan pertanian dengan membudidayakan tanaman. 


Mengundang korporasi bisnis untuk membangun sektor pertanian akan membuat tenaga kerja pertanian Indonesia terserap rendah. Malapetaka justru diprediksi akan terjadi. Jika tenaga kerja pertanian tidak terserap penuh maka petani yang jumlahnya masih 26,13 juta akan semakin berkurang. Ini karena pertanian berbasis industri hanya memerlukan 1 orang/ha dengan bantuan mekanisasi pertanian yang modern. 


Efek domino yang akan dihadapi selanjutnya adalah petani yang tadinya mampu menghasilkan pangan untuk keluarga sendiri (subsisten) akan beralih menjadi konsumen dan artinya lebih banyak lagi “mulut” yang harus disediakan kebutuhan pangannya.

Persoalan ini bukanlah sepele karena dapat mendorong percepatan terjadinya krisis pangan di Indonesia. Khawatirnya, Indonesia akan dibentuk hanya benar-benar menjadi negara konsumen pangan, konsumen pangan di tanah airnya sendiri. 


Masa krisis di bidang pangan ini harus menjadi perhatian khusus seluruh elemen bangsa. Di tengah hiruk-pikuk tahun politik menjelang Pemilu 2014, agenda pembaruan agraria sebagai jalan satu-satunya menyelesaikan krisis pangan dan marginalisasi petani harus menjadi agenda nasional yang tidak bisa ditunda-tunda lagi.


Indonesia harus segera menjalankan pembaruan agraria sejati demi mengatasi ketimpangan penguasaan sumber kekayaan alam, upaya penyelesaian konflik agraria, melindungi petani marginal dan melestarikan kemampuan rakyat membudidayakan tanaman.


Tepat kiranya momentum politik 2013 yang bebarengan dengan 53 tahun UUPA para calon pemimpin nasional menyadari bahwa agenda nasional yang harus dituntaskan segera adalah agenda pembaruan agraria yang mampu menjadi jalan menuju kedaulatan dan kemerdekaan sejati.


Kita tak boleh meninggalkan sejarah yang diwariskan para pendiri bangsa yang mewariskan pada kita UUPA 1960 sebagai dasar penataan struktur penguasaan, pengelolaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria (terutama tanah) agar memberikan rasa adil bagi rakyat melalui program land reform. Tak bisa mengulur-ulur waktu lagi, pembalikan krisis haruslah dimulai.

Geertz berujar bahwa Indonesia pernah mempunyai kondisi yang memadai untuk tinggal landas, tetapi momentum itu tidak dimanfaatkan. Jika suatu momentum terlewatkan maka dibutuhkan beberapa generasi untuk dapat memperoleh momentum serupa (Higgins, 1963: hal.ix).


Jika momentum krisis dan tekanan berat terhadap persoalan pangan tidak diatasi dengan kemauan politik tinggal landas, bukan tidak mungkin kita tidak akan pernah mendapatkan kesempatan tinggal landas karena laju kepunahan petani semakin dekat.



*Penulis adalah Kepala Departemen Kampanye dan Kajian Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), alumnus Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran.

Sumber : Sinar Harapan








lagi





Jumlah Petani Menurun, Tapi Produksi Pertanian RI Meningkat

Wiji Nurhayat - detikfinance

Sabtu, 07/09/2013 10:30 WIB





Bogor - Badan Pusat Statistik (BPS) telah merilis hasil sensus pertanian 2013. Salah satunya adalah adanya fenomena meningkatnya produksi pertanian khususnya padi dan jagung, meskipun jumlah petani terus mengalami penyusutan.



"Ada penyusutan jumlah petani setiap tahunnya itu sebesar 1,705% atau secara keseluruhan dari 31,17 juta rumah tangga petani tahun 2003 menjadi 26,13 juta rumah tangga di tahun 2013, atau hilang 5,07 juta rumah tangga petani. Walaupun jumlahnya turun tetapi produksi produk pertanian seperti padi dan jagung meningkat," ungkap Kepala BPS Suryamin saat melakukan diskusi Sensus Pertanian 2013 di Hotel Mirah, Bogor, Jawa Barat, Sabtu (7/9/2013).



Menurut hasil sensus pertanian tahun 2013, untuk produksi padi sebesar 69,27 juta ton atau meningkat 3,29%/tahun. BPS mencatat produksi padi di 2003 hanya 52,14 juta ton.



Sedangkan untuk jagung produksi di 2013 mencapai 18,84 juta ton, atau meningkat bila dibandingkan tahun 2003 yang produksi jagungnya hanya 10,89 juta ton. Produksi jagung meningkat sebesar 7,16%/tahun.



"Sehingga share pertanian dalam PDB mengalami peningkatan walaupun berfluktuasi dari 14,3% tahun 2004 menjadi 15,04% tahun 2013," imbuhnya.



Sedangkan BPS juga mencatat presentase penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja di sektor pertanian mengalami penurunan dari 40,61 juta orang tahun 2004 (43,33%) menjadi 39,96 juta orang pada tahun 2013.



"Ini menunjukan produktifitas di sektor pertanian mengalami peningkatan," tandasnya.



(wij/dnl)











Nah yang berikut adalah Sebagian data impor pangan periode Januari hingga Juli 2013










Data impor Pangan tahun 2011







---o0o---






Selasa, 15 Oktober 2013

The World lessFood Safety Day pengganti the World Food Day











(⌣_⌣”) ƪ(‾_‾)ʃ (-̩̩-̩̩͡_-̩̩-̩̩͡)


The World lessFood Safety Day pengganti the World Food Day




Riza V. Tjahjadi



Rabu Pon 16 Oktober 2013 adalah the World lessFood Safety Day lebih pas sebagai pengganti the World Food Day
dalam konteks Indonesia.

Ini menurut saya pribadi.

Di kalangan ornop Asia dan Pasifik, kolega saya: PAN AP sejak beberapa tahun silam mempromosikan
The World Foodless Day..!

Rabu Pon 16 Oktober 2013 dalam kalender Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dicantumkan sebagai Hari Pangan Sedunia.

“Sustainable Food Systems for Food Security and Nutrition” adalah fokus bahasan pada World Food Day tahun 2013.

The Wold lessFood Safety Day menurut saya lebih pas bagi Indonesia karena kita lebih sering dan lebih banyak menyaksikan berita tentang keracunan makanan... Coba saja tengok kepada kumpulan berita di media massa. Kasus-kasus keracunan makanan merebak di berbagai penjuru tanah air..!

Ringkasnya saya mengubah Hari Pangan Sedunia menjadi Hari Berkurangnya Pangan yang Aman Sedunia. Ini saya letakkan bobotnya pada kasus yang muncul di permukaan, dan karenanya diberitakan. Meskipun kasus-kasus keracunan makanan tidak banyak memakan korban jiwa, tetapi menunjukkan, bahwa pangan yang aman adalah pe-er bagi Negara untuk mendidik dan mengawasi produsen pangan agar tidak berlaku sembrono bagi konsumennya. Hal Ini kelihatan sepele, sehingga justru diabaikan begitu saja, juga dianggap selesai setelah korban keracunan makanan setelah dianggap (akan) pulih kesehatannya dan diijinkan pulang dari tempat rawatan kesehatan (rumah sakit, puskesmas)... Namun, di balik kasus-kasus itu, maka banyaknya pangan tidak aman bagi konsumen di Nusantara ini pun merupakan bagian dari ketahanan pangan.

Pada sisi ini the World lessFood Safety Day jauh lebih enteng daripada alasan diubahnya the World Food Day menjadi the World Foodless Day oleh PAN AP di Penang Malaysia, karena mereka berkesimpulan bahwa akar masalah kelaparan dan gizi buruk tidak disentuh oleh PBB khususnya Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO)... Namun kedua  ubahan yaitu dari saya pribadi maupun ubahan dari PANAP adalah hal serius dan sah dari sudut logika, maupun sudut hak dan keadilan.

Manakala kita ungkap kata pangan, maka tautan yang paling intim adalah
KETAHANAN PANGAN
yang unsur-unsurnya:

•       Ketersediaan pangan (pasokan/ suplai)

•       Kemudahan akses

•       Keamanan pangan

– Bebas cemaran fisik

– Bebas cemaran biologi

– Bebas cemaran/ residu kimia berbahaya dst...

Dan itu semua adalah berbasiskan hak bagi rakyat, dan kewajiban bagi Negara untuk menghargai (respect), melindungi (protect), dan memenuhinya (fullfilment).

Sekadar info: Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan pada 2013, posisi Indonesia mengenai ketahanan pangan menempati urutan 66 dari 107 negara.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementan, Haryono urutan tertinggi ketahanan pangan Amerika Serikat dan Republik Kongo terendah.

"Kita posisi 66 dunia untuk ketahanan pangan. Tapi secara ASEAN kita posisi 16. Posisi Indonesia lebih baik dari Myanmar dan Kamboja," ujar Haryono pada “STRATEGI DAN RENCANA AKSI UNTUK KEMANDIRIAN PANGAN INDONESIA” di Jakarta, Sabtu (5/10/2013).

Indonesia setiap tahun produksi 33 juta ton beras, 16 juta ton jagung, 2,2 juta kedelai.

Indonesia produsen pangan nomor 5 terbesar di dunia setelah Cina, AS, India, dan Brazil. Indonesia pun nomor 5 sebagai negara konsumen pangan terbesar di dunia setelah Cina, India, AS, Brazil; sumber: Diolah dari FAO Statistical Yearbook, 2010. Pada periode sama tercatat pula bahwa kemandirian pangan Indonesia antar negara pada komoditas padi-padian berada pada urutan 5 pula, setelah Cina, AS, India, Brazil.

Menurut Khudori (2013) anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Pusat:

Padi: Produksi 69,27 juta ton gabah (39,48 juta ton beras, konversi 0,57, naik 0,31%). Jika konsumsi113,5 kg/kapita, total konsumsi 250 juta penduduk: 28,25 juta ton. Harusnya surplus.

Jagung: Produksi 18,84 juta ton jagung pipilan kering (turun 2,83%), sebagian besar untuk pakan ternak. Benih hibrida meningkatkan produksi.

Kedelai: Produksi 847 ribu ton kedelai kering (naik 0,47%). Produksi terus menurun, jauh dari target swasembada (2,5 juta ton). Impor dari AS.

Gula: Produksi 2,3 juta ton, di bawah target produksi 2,8 juta ton. Konsumsi >4,5 juta ton, terdiri 2,5 juta ton gula konsumsi dan 2 juta ton gula rafinasi, berasal dari impor gula mentah.

Daging Sapi: Produksi 474 ribu ton (?), konsumsi 550 ribu ton, impor daging 32 ribu ton dan sapi bakalan setara daging 48 ribu ron, besar dari Australia.
Swasembada daging kian menjauh.

Produksi CPO 2012: 24 juta ton, ekspor 18 juta ton. Tahun 2013 produksi CPO diperkirakan menembus 26 juta ton. Produk hilir mulai tumbuh.
Produksi kopi 2012: 700 ribu ton, ekspor 500 ribu ton. Tahun 2013 produksi kopi diperkirakan tidak banyak berubah, walau harga jual cukup tinggi.

Produksi kakao 2012: 840 ribu ton, ekspor 450 ribu ton. Tahun 2013 produksi kakao diperkirakan tidak berubah, karena GERNAS hanya 30%.

Produksi teh 2012: 140 ribu ton, sebagian besar untuk ekspor. Tahun 2013, produksi diprediksi turun lagi karena 3000 ha kebun dibabat.
Sumber: Khudori (2013) Kartel Pangan. Makalah pada Focus Group Discussion tentang ”Kartel Pangan ”  Program Bincang-Bincang Agribisnis. Jakarta, 14 September 2013









Lagi:

Untuk info lanjut World Foodless Day, silahkan tengok:

http://www.panap.net/campaigns/land-food-rights/world-foodless-day

Catatan: selama hampir
10 tahun (1995-2004) saya pernah menjadi anggota Komite Pengarah (SC) PANAP.



---o0o---







World Foodless Day


The Food and Agriculture Organization of the United Nations observes World Food Day to showcase approaches to ending hunger. However, it does not recognise the root cause of hunger and malnutrition – rural communities' lack of access to land and productive resources.
Neo-liberal policies on food and agriculture, which encouraged speculation and large-scale investments on land, further derailed the rural communities' initiatives on sustainable development. This led to 925 million people currently living in hunger and malnutrition; 578 million of them are in Asia.
Thus, every year, PAN AP and its partners use the World Food Day (16 October), as an occasion to present the reality of hunger brought about by neo-liberal policies on food and agriculture. Dubbed as World Foodless Day, PAN AP and its partners hold various activities at the national and regional levels.
What you and your group can do:
•    Launch press conferences maximizing online media and social networks.
•    Hold public forums and people’s assemblies and discussions with different sectors and propose actions that may be undertaken to contribute to the campaign.
•    Hold rallies and public demonstrations at relevant government agencies, local offices or pertinent embassies of foreign corporations involved in resource grabs.
•    Conduct dialogues with government officials/agencies for a review or repeal of laws that intensify resource grabbing and the enactment of policies that foster food sovereignty.
•    Observe WFD on October 16 as Global Day of Action through other activities.
•    Send related articles and press releases to us. We will upload these to our website and circulate the same to our partners.
For more information, drop us


http://www.panap.net/campaigns/land-food-rights/world-foodless-day




---o0o---



 

Arsip Blog