Minggu, 07 Desember 2014

mengindonesia pertanian biodinamika











MengIndonesiakan pertanian biodinamika dalam kasus lokal pasca penerbitan buku Nature & Farming










Oleh: Riza V. Tjahjadi
biotani@gmail.com









Informasi di bawah ini adalah kelanjutan kegiatan saya pasca penerbitan buku Nature and Farming (lihat info sebelumnya Rabu, 26 November 2014 Pertanian Biodinamika Menggeliat lagi Pertanian Biodinamika Menggeliat lagi ), dan juga sekaligus untuk menyongsong tahun internasional mengenai tanah pada 2015: The International Year of Soils.



 



Silahkan simak pandangan saya bertajuk Kenali Praktek Pertanian dan Tradisi Penggunaan Lahan, di bawah ini.







Dalam beberapa dekade belakangan ini kita mengetahui bahwa pekerjaan besar telah dilakukan oleh banyak pakar dari kalangan praktisi secara global untuk merekam dab sekaligus mengubah arah proses pembangunan dari pendekatan yang sifatnya “atas-bawah” (top-down) menjadi “bawah-atas” (bottom-up), alih-tehnologi menjadi membangun di dalam (endogenous) dan melalui proses yang partisipatoris. Metodologi telah berkembang, mulai dari cara sebagai turis pembangunan perdesaan (RDT), pemahaman perdesaan secara cepat (RRA), pembangunan tehnologi partisipatoris (PTD) sampai dengan cara pemahaman perdesaan secara partisipatif (PRA). Sebagai konsekuensinya, maka praktek pembangunan pertanian modern model Barat dituding sebagai sudah mandeg, Satu contoh, di antaranya, pertanian yang berorientasi kepada “ngrambet” atau “ngegulma” (weeding agriculture), dipandang banyak mengandung resiko, jika hanya bergantung kepada herbisida untuk pemusnah gulma.


Di antara semua upaya tersebut, terasakan, adanya satu aspek yang masih samar-samar diakui keberadaannya dalam pendekatan baru itu. Aspek itu, ialah proses-proses lokal guna mencapai pengetahuan tentang lingkungan hidup. Padaha; aspek itu sesungguhnya sangat bermakna dalam upaya mengenali apa yang dimaksud dengan pertanian dan praktek-praktek penggunaan lahan (land use) oleh penduduk desa. 



Beberapa rekan kita di belahan Utara mengungkapkan kegelisahannya, betapa mereka terkecoh dengan sendirinya, apabila tetap beranggapan, bahwa pengetahuan asli lokal itu telah paripurna (selesai), dan memperlakukannya hanya semata-mata sebagai suatu fakta (hard fact) belaka. Pengetahuan dan praktek lokal semestinya perlu dianalisis dan diverifikasi kembali, meskipun sebenarnya sebagian di antaranya sudah merupakan satu ilmu pengetahuan tersendiri.Misalnya, etno botani dan pengobatan tradisional sebagai disiplin ilmu tentang pengetahuan asli tradisional. Kesadaran tentang hal itu muncul di Utara, terutama pada beberapa kampus universitas Amerika Serikat - yang kemudian secara global – sebagai refleksi kritis terhadap makna 500 tahun sejarah kolonialisme (Columbus dan benua Amerika sebagai tonggaknya), dan adanya interaksi Utara-Selatan, serta paradigma keterkaitan antara lingkungan hidup dan pembangunan.


Di kalangan kita mengatakan, bahwa sistem–sistem pengetahuan asli meliputi perencanaan dalam penggunaan lahan, indikator astronomis dalam penggunaan lahan, praktek pertanian, peramalan cuaca, pengelolaan vegetasi asli, pengklasifikasian tanah, pendomestikasian dan pelestarian tanaman, pengendalaian hama dan penyakit, interaksi antara ternak dan tanaman. Kesehatan satwa dan kesuburannya, dan sebagainya.


Di Indonesia, contohnya, baru setapak saja kita mendekati puncak es, yang dimulai sejak 1985, dan catatannya lantas kita bukukan dengan judul Nature and Farming (PAN Indonesia, 1993). Namun masih banyak pekerjaan rumah. Kita belum tahu bagaimana sebenarnya pawang hujan, misalnya, berdialog dengan alam. Bagaimana penujum (peramal) memandang semesta dan waktu, umpamanya lagi. Bagaimana “pranata mangsa” pada satu kelompok masyarakat tertentu saat ini, dan apa pandangan dukun pertanian terhadap pembangunan pertanian modern? Bagaimana pula kita mendudukkan hal-hal – yang memang sudah lama hidup dan hadir bersisian dengan proses pembangunan modern itu – pada situasi dewasa ini? Bagaimana pula kesungguhan dan kemampuan kita melakukan hal itu, misalnya?

Kita sebenatrnya bukan sekadar tahu, melainkan sudah akrab dengan hal-hal itu dalam kehidupan sehari-hari. “Mistis, linuwih, santet” dan berbagai peristilahan lainnya. Namun sepatutnya kita bersedia dengan kesungguhan untuk mengenali kembali tentang cara-cara mengetahui (way of knowing), dan epistemologi serta pengetahuan lainnya, terutama ilmu-ilmu asli dari masyarakat yang menderita dalam proses perusakan oleh pembangunan modern, diremehkan, ataupun kesalahpahaman dari pemerintah dan kalangan akademis. Caranya bisa saja dengan pendekatan eksperimentasi agar kita dapat menjajaki tentang bagaimana dan dengan cara-cara apa pengetahuan asli itu dapat diketemukan kembali?






Itu adalah penggalan editorial yang saya tulis pada kalawarta Terompet Edisi 8/1994 = dua puluh tahun silam.



Nah, dari wacana dalam format editorial di atas, saya perlu ungkapkan pulam, bahwa Terompet, kalawarta PAN Indonesia – dengan dwi bahasa: Indonesia, dan bahasa Inggeris - menjadi salah satu media untuk verifikasi data dan info dari hasil pantauan terhadap praktek pertanian biodinamika.  





Perempuan tani asal Sumatera Barat, termasuk tiga orang dukun tani, dan petani perempuan muda asal Lampung Tengah hadir dalam pertemuan refleksi pertanian biodinamika di Kinali, dan Bukit Tinggi  pada 23-25 Mei 1996.





Contoh hasil pantauan lapang pertanian biodinamika saya tampilkan dalam kalawarta Terompet edisi bahasa Inggeris.


 



 

Ini juga


 




Adapun ajang lokasi pantauan adalah enam provinsi yang terkait dengan proyek PAN Indonesia (Sumatera Barat-Riau, Lampung, Jawa Barat, Kalimantan Timur, dan Sulawesi Selatan), plus kasus-kasus lokal sumbangan para pembaca Terompet – di antara kasus lokal di Nusa Tenggara Timur (NTT), Jawa Tengah, dan sebagainya.






 




Ajang lokasi nasional dan internasional untuk promosi pertanian biodinamika meliputi forum dalam lingkup Kementerian Negara Lingkungan Hidup, dan forum ornop internasional wilayah Asia Tenggara, Asia, dan global – di antaranya adalah COP II CBD, Konferensi Para Pihak mengenai Konvensi Keanekaragaman Hayati pada tahun 1995.
 





Gayatri, staf PAN Indonesia dan Dr. Vandana Siva dalam acara pertanian berkelanjutan diselenggarakan oleh PAN Asia & Pacific di Penang Malaysia 1994; fotonya dimuat di kalawarta Terompet PAN Indonesia.


Advokasi mengenai pertanian tradisional






Advokasi mengenai pertanian tradisional COP II CBD UNEP November 1995 di Jakarta

  


Dua orang dukun pertanian asal Sumatera Barat (tengah), mitra kerja saya hadirkan dalam sessi lokakarya samping COP II CBD UNEP November 1995 di Jakarta.

 


Tiga orang dukun pertanian asal Sumatera Barat, mitra kerja pasca sessi lokakarya samping COP II CBD UNEP November 1995 di Jakarta siap menuju lokasi sarasehan tani di Desa Lamajang Kab. Bandung.







 Dua orang dukun asal Sumbar (kiri-tengah), dan petani muda Dayak Paser asal Kalimantan Timur dalam sarasehan tani di Desa Lamajang Kab. Bandung November 1995.






Mengenai kesahihan atau validitas sistem pertanian dinamika pada masa perubahan iklim/ pemanasan global, maka hasil pantauan, maupun uji coba lapang menunjukkan adanya dua-tiga kali kelalaian manusiawi, dan juga tampilnya gelagat bercampurnya praktek pertanian biodinamika dan produk teknologi kotor/ racun kimiawi. Karenanya, di Sumatera barat satu obyek pantauan tersebut saya tinggalkan. Alasannya, sederhana, jika teknologi racun kimia tak bisa ditinggalkan, maka saya ucapkan selamat tinggal. Karena asumsinya pertanian biodinamika adalah sepenuhnya tanpa asupan kimia. Adapun pemakaian benih unggul nasional lama – tetapi didisain untuk membutuhkan kimia (pupuk, dan racun) masih dapat digantikan dengan benih unggul lokal, karena dalam program yang saya gulirkan di enam provinsi itu memiliki sarana pertemuan enam bulanan bagi seluruh staf lapang, dan perwakilan petanim yang di antaranya acaranya adalah tukar-menukar benih lokal yang digunakan oleh petani organis-tradisional di lokasi dari setiap perwakilan tersebut. Lambat laun benih unggul nasional lama digantikan dengan benih lokal petani.


Hal itu, karena pertanian biodinamikanya bercampur dengan pemakaian herbisida (racun kimia untuk pengendalian rumput). Namun, secara umum melakukan hal-hal yang kerangkamya saya uraikan di atas adalah hal yang menggairahkan, dan mendatangkan keasyikan tersendiri dengan kalangan petani kecil yang masih berkutat dengan praktek pertanian biodinamika..!

 

 


Ideng Enris (foto di atas) adalah pilihan saya untuk berkontribusi untuk turut menulis dalam bukunya terbitan UNEP tahun 1999 bertajuk Cultural and Spritual Values of Diversity yang disunting oleh alm. Darrel Adison Posey, Dalam buku itu artikel Ideng Enris yang dibantu oleh Sarmiah, dan saya sunting mendapat judul dari Posey: Cultivation of Dayak Pasir Adang Community East Kalimantan, yang masuk ke dalam Bab mengenai Traditional Agriculture and Soil Management.

 

Penggalan naskahnya

 

 



Dan ini bukunya
 






Pada 1992 saya berbagi pengalaman soal pertanian biodinamika dengan imbuhan akademis, yaitu tumpangsari yang saling menguntungkan. Ini saya ungkap dalam dua kesempatan melawat ke luar negri.
 


East Sussex Agustus 1992, dan








Nicaragua, Amerika tengah November 1992.










Tambahan
Informasi rinci dan lengkap terdapat dalam kalawarta Terompet PAN Indonesia versi Bahasa Indonesia,.dan versi Bahasa Inggeris. Selain itu terdapat pula dalam buku Organic Agriculture Movement, State Intervension, Indonesia –  A Journal (selected files of 20 years). Biotani Bahari Indonesia. 2012. Ini adalah versi e-book.











\



---o0o---






Rabu, 26 November 2014

Pertanian Biodinamika Menggeliat lagi





Pertanian Biodinamika Menggeliat lagi



Riza V. Tjahjadi 
biotani@gmail.com

 

Buku yang saya tulis dua puluh satu tahun lalu masih diminati... Ini indikator bahwa pertanian biodinamika kembali menggeliat ke permukaan sebagai sistem pertanian yang (tetap) digeluti pelaku usaha tani/ budidaya tanaman di Indonesia. Kali ini seorang generasi muda mengontakku. Dia: Afi Soedarsono penanam yang belajar-terapkan biodinamika berdasarkan ajaran Rudolf Steiner - yang sudah merajalela dalam khazanah sistem pertanian organik global sejak tiga dekade silam. Ia, Afi Soedarsono tertarik untuk membaca mengenai pertanian biodinamika ala Nusantara. Ia menemukan judul bukuku, dan mengontakku melalui ef-be... dst kami bertemu di Cafe Dill lantai bawah Plaza Indonesia Rabu siang 22 Oktober 2014. Salah satu sistem pertanian biodinamika di Jawa adalah Pranata Mongso





Nah, ini salah satu isi bukuku, yaitu hitungan yang tersedia untuk tanam-menanam menurut gabungan hari pasaran Jawa dan hari internasional: Kliwon = 8, Legi = 5, Pahing = 9, Pon = 7, Wage = 4. Senin = 5, Selasa = 4, Rabu = 3, Kamis = 7, Jumat = 8, Sabtu = 6, Minggu = 9. 










Tanam yang hasilnya tipe oyot (akar) adalah yang jumlahnya adalah 1, 6, 11, 16. Tanaman tipe batang adalah 2, 7, 12, 17. Tanaman tipe daun adalah 3, 8, 13, 18. Tanaman tipe buah adalah 4, 9, 14, 19, dan tipe kembang/ bunga adalah 5, 10, 15, 20.





lagi, asyiknya Afi Soedarsono, yang tampaknya kuat minatnya berbiodinamika dalam tanam-menanam sayuran di wilayah Jogjakarta





Hari baik menanam menurut hari internasional. Minggu: bagus untuk tanam tipe tanaman kayu. Senin: cocok untuk tanaman tipe daun. Selasa: bagus untuk tanam bunga. Rabu: cocok untuk tanam pisang, khususnya pisang batu - yang dimakan tidak perlu matang. Kamis: bagus untuk tanam tipe buah. Jumat: cocok untuk tanam tipe akar. Minggu: nihil.



Nah, pemutahiran info juga... Sarapan yang tersedia pada hari ke enam Sidang Raya XVI PGI di Kampus STT Sundermann Gunung Sitoli Nias Selatan adalah nasi kuning, mie besar, dan talas...
Saya teringat pada artikel Claudia D'andrea and Sabastian Saragih: Traditional Natural Resource Adaptation in Nias Island di dalam buku saya Natural and Farming, Biodynamic Agriculture and Communal Resources Adaptation Systems. Selected Cases in Indonesia (Tjahjadi, 1993).





Talas adalah makanan pokok kedua saat ini setelah nasi... Talas (nyaris) selalu ditanam di pematang sawah, tulis Claudia dua puluh dua tahun silam (22 May 1992) sebagaimana tercetak dalam buku saya (1993).




Itulah sekilas ringkas buku saya pada bulan 22 Oktober, dan 15 November 2014.











---o0o---

Jumat, 23 Mei 2014

Amerika Serikat akan utak-atik rejim dagang hortikultura/ pertanian di WTO








Pintu untuk

IMPOR PANGAN

Amrik, Selandia Baru
Adukan Indonesia di WTO
Pintu Impor Tani (dianggap masih) Belum
Terbuka Lebar


United States Challenges Indonesia’s Ongoing Import Restrictions on Horticultural Products, Animals, and Animal Products







Sejumlah UU termasuk UU Perlindungan Petani (UU No.19/2013), UU Pangan (No.8/2012), UU Perdagangan (No.7/2014), dan lainnyan termasuk beberapa peraturan di bawahnya, disebutkan Amrik sebagai dasar dari aturan impor Indonesia terhadap produk pertanian.

Artinya pula, aturan dagang RI sangat mungkin disimpulkan sebagai melanggar aturan WTO.

Ini adalah pemutahiran/update status saya Jumat 9 Mei yl.

Intinya aduan Amrik:

"Indonesia sudah merevisi persyaratan perizinan impor sebagai respon terhadap pengaduan oleh Amerika Serikat di WTO. Sayangnya, sistem direvisi tampaknya masih melanggar aturan WTO dan membatasi ekspor pertanian AS. Oleh karena itu, kami akan terus menekan Indonesia untuk membawa sistem perizinan impor menjadi sesuai dengan aturan WTO sehingga petani, peternak, dan bisnis AS dapat memiliki akses ke pasar Indonesia yang kita dinegosiasikan di WTO, " ujar Dubes AS untuk WTO.

Latar belakang
Indonesia telah mengadopsi persyaratan perizinan impor non-otomatis yang menghambat impor produk hortikultura, hewan, dan produk hewan ke Indonesia. Produk AS, karenanya, terpengaruh yang meliputi buah-buahan, sayuran, bunga, buah-buahan kering dan sayuran, jus, sapi, daging sapi, unggas, dan produk hewani lainnya.

Lebih lanjut: Selain rezim ini, AS juga mengklaim, Indonesia juga telah menerapkan langkah-langkah yang mengekang penjualan internal pembelian, distribusi, atau penggunaan impor tersebut - pada dasarnya mendukung produksi dari rekan-rekan mereka di Indonesia.

Naah, kita lihat saja nanti, bagaimana pertarungannya di Badan Penyelesaian Perselisihan WTO.


Baca juga:

http://www.ustr.gov/about-us/press-office/press-releases/2014/May/US-Challenges-Indonesia-Ongoing-Import-Restrictions-Horticulture-Animal-Products








2014 › May

United States Challenges Indonesia’s Ongoing Import Restrictions on Horticultural Products, Animals, and Animal Products


Washington, D.C. – United States Trade Representative Michael Froman today announced that the United States is requesting new WTO dispute settlement consultations with Indonesia to address Indonesia’s import licensing restrictions on horticultural products, animals, and animal products.  The United States previously requested consultations on prior versions of Indonesia’s trade restrictive measures.  The United States is now requesting additional consultations to address recent modifications to Indonesia’s import licensing restrictions.  Our co-complainant New Zealand, with whom we have been coordinating, is also filing a consultations request today.

“Indonesia revised its import licensing requirements in response to action by the United States at the WTO.  Unfortunately, the revised system still appears to breach WTO rules and restrict U.S. agricultural exports.  Accordingly, we will continue to press Indonesia to bring its import licensing system into compliance with WTO rules so that U.S. farmers, ranchers, and businesses are able to have the access to Indonesia’s market that we negotiated in the WTO,” said Ambassador Froman.

Background:

Indonesia has adopted non-automatic import licensing requirements that impede imports of horticultural products, animals, and animal products into Indonesia.  The affected U.S. products include fruits, vegetables, flowers, dried fruits and vegetables, juices, cattle, beef, poultry, and other animal products.  As set out in the U.S. request for consultations, these measures appear to be inconsistent with Indonesia’s WTO obligations under the General Agreement on Tariffs and Trade 1994 (GATT 1994), the Agreement on Import Licensing Procedures, the Agreement on Agriculture, and the Agreement on Preshipment Inspection.   

The United States previously requested consultations in January 2013 and August 2013 regarding prior versions of Indonesia’s import licensing restrictions.  After the August 2013 request for consultations, Indonesia replaced and amended its import licensing measures.  These changes did not remove the apparent WTO inconsistencies and introduced new restrictions.  New Zealand also requested consultations on the prior version of Indonesia’s measures and is filing a new consultations request today.

Filing the new consultations request, in coordination with New Zealand, will facilitate the resolution of the dispute by addressing the current version of Indonesia’s import licensing regime.  If the United States and New Zealand subsequently request the establishment of a WTO dispute settlement panel, the panel would examine the most recent version of Indonesia’s measures, as described in the new consultations request.  

USTR’s Monitoring and Enforcement unit in the Office of the General Counsel developed this trade enforcement action with assistance from, and in close coordination with, the U.S. Department of Agriculture and the Interagency Trade Enforcement Center (ITEC), which was established by President Obama to enhance U.S. trade enforcement capabilities.

See a copy of the revised U.S. consultations request here.











Sudah kebanjiran impor pangan
Masih disuruh ngablak lebar lagi..!
Go to Hell Yankee
and
New Zealanders..!

Tuan rumah KTM WTO 2013
Dengan Paket Balinya
gak ada artinya?
Hayo lawan..!

AS Bakal Adukan RI ke WTO Soal Impor Produk Pertanian
Ekonomi · 09 Mei 2014 11:28

Liputan6.com, Washington - Amerika Serikat (AS) dengan tegas menyatakan akan mengadu pada Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) agar Indonesia melonggarkan aturan impor pada sejumlah produk pertaniannya. Pasalnya, sejumlah reformasi kebijakan perdagangan yang telah dilakukan Indonesia selama ini dinilai masih belum cukup untuk memudahkan akses masuk produk-produk AS ke Tanah Air.

Mengutip laman Channel News Asia, Jumat (9/5/2014), AS bersama dengan rekan eksportir produk pertanian, Selandia Baru, mengungkapkan pihaknya tengah berupaya berkonsultasi dengan WTO. Namun jika pembahasan tersebut gagal, dua negara Barat itu akan meminta WTO untuk mendirikan panel khusus guna menyelesaikan perselisihannya dengan Indonesia.
Pada awal 2013, AS juga menggelar konsultasi WTO dengan Indonesia mengenai sejumlah aturan impor yang masih buram dan rumit. Menanggapi masalah AS tersebut, Indonesia lantas memperingkas proses perizinan impor dan menghapus sejumlah peraturan pada produk-produk pertanian seperti bawang putih, bubuk cabai dan kubis.

"Sayangnya, sistem terevisi itu masih melanggar aturan WTO dan membatasi ekspor pertanian AS. Karenanya, kami akan terus menekan Indonesia untuk menerapkan sistem perizinan impor sesuai dengan aturan WTO sehingga petani, peternak, dan pebisnis AS dapat mengakses pasar Indonesia seperti yang telah dinegosiasikan di WTO," paparnya.

Sejauh ini, Froman mengaku sangat prihati dengan pembatasan ekspor buah, sayur, bunga, sapi, unggas dan produk lainnya ke Indonesia. Apalagi mengingat Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia.

Aksi AS menggiring Indonesia ke WTO akan dilakukan menjelang pemilihan presiden pada Juli. Tentu saja, calon presiden Indonesia nantinya akan langsung berhadapan dengan penentuan kebijakan ekonomi yang dipantau pada investor asing.

Secara umum, Indonesia memiliki hubungan persahabatan yang baik dengan AS. Sebelumnya, AS juga menyerang India karena tidak bertindak sesuai dengan kesepakatan WTO. (Sis/Ndw)


Riza V. Tjahjadi
May 9 at 12:55pm


http://m.liputan6.com/bisnis/read/2047589/as-bakal-adukan-ri-ke-wto-soal-impor-produk-pertanian


https://www.facebook.com/groups/cintapetani.indonesia/






biotani@gmail.com


---o0o---


Minggu, 23 Maret 2014

Pemilu 2014, Aceh Utara: Food as political weapon









Pelanggaran Pemilu..!

Plus, Plus, Plus..



Food as political weapon

Will be utilised by

The Regent of Aceh Utara, whenever the people not elect his political party?



Raskin, asal pilih partaiku..!




Prihatin mendalam,

Tetapi





Ini CoPas saya ke Donna





Riza V. Tjahjadi


Donna, sorry, lambat... Tadi pagi belum habis baca statusmu ini, BBku jatuh kecemplung ember [belum smp itungan kelima sudah kuangkat], jadi servis ala kadarnya/ semampuku... Ini dia tanggapanku:



Beraaat itu konsekuensi yang harus ditanggung Bupati Aceh Utara, yaitu


1. Melanggar HAM (DUHAM Pasal 25)



2. Melanggar Deklarasi Roma 1996 tentang Ketahanan Pangan



3. Melanggar Konsitusi UUD 1945



4. Melanggar UU No. 18 tahun 2012 tentang Pangan



5. Melanggar Panduan Sukarela tentang Hak atas Kecukupan Pangan, khususnya Panduan 14 mengenai Jejaring Pengaman (Safety Nets) FAO, 2004: VOLUNTARY GUIDELINES to support the progressive realization of the right to adequate food in the context of national food security. Juga Perangkat internasional lainnya, seperti kovenan dari Hak Asasi Anak dan Kovenan tentang Penghilangan Semua Bentuk Diskriminai terhadap Perempuan, 4 Konvensi Jenewa dan 2 Protokol PBB lainnya.



6. UU Fakir Miskin?



Bupati Aceh Utara telah memakai pangan sebagai senjata politis... Di dunia internasional sudah haram menerapkan "food as political weapons

".



Bupati Aceh Utara bukannya memastikan tidak terjadi kemungkinan kelaparan di wilayajh administratifnya, tetapi malah bertidndak sebaliknya hanya untuk kepentingan golongan/ partai politiknya sendiri.



Class action, siapa mau?





Sekadar info



Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia, Pasal 25.

1.Setiap orang memiliki hak untuk standar kehidupan yang layak dalam hal kesehatan dan kesejahteraan diri sendiri dan keluarganya, seperti pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan hak untuk keamanan dalam saat menganggur, sakit, cacat, menjanda, usia tua atau kekurangan lainnya dalam kehidupan dalam kondisi di luar kendalinya.



Tinjauan sekilas terhadap

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2012 TENTANG PANGAN

Menimbang:

a. bahwa Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia yang dijamin di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas;



Pasal 47

(2) Distribusi Pangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan agar perseorangan dapat memperoleh Pangan dalam jumlah yang cukup, aman, bermutu, beragam, bergizi, dan terjangkau.

(3) Pemerintah dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab terhadap distribusi Pangan sesuai dengan kewenangannya.



Hayoo.., siapa mo maju ingatkan dia?





Lihat juga:



http://us.m.news.viva.co.id/news/read/490172-kampanye--bupati-aceh-utara-haramkan-raskin

(bawah)


¤

¤

— with Hasjrul Junaid and 9 others.














                                  Peta Kabupaten Aceh Utara




Info latar belakang


Kampanye, Bupati Aceh Utara Haramkan Raskin

Kecuali mereka mau memilih partai lokal.



Kamis, 20 Maret 2014, 15:04 Hadi Suprapto, Zulfikar Husein (Lhokseumawe)





VIVAnews - Pernyataan kontroversial dikeluarkan juru kampanye salah satu partai lokal di Aceh, Partai Aceh (PA). Pernyataan jurkam yang juga pejabat setempat menyebutkan masyarakat Aceh dilarang mengkonsumsi beras gratis atau beras miskin jika tidak memilih partai lokal itu.



"Saya tegaskan mulai detik ini juga, yang bukan kader atau yang tidak dukung (PA), haram terima beras gratis,” ujar jurkam PA Muhammad Thaib saat kampanye di lapangan Kecamatan Syamtalira Bayu, Aceh Utara, kemarin.



Bupati Aceh Utara ini menilai, partai yang dinaungi saat ini adalah partai yang lahir karena perjuangan. Ia menganggap partainya telah berjasa banyak kepada rakyat mulai dari memberi raskin secara gratis, bantuan kepada anak-anak yatim dan fakir miskin.



Sebagaimana diketahui, beberapa kabupaten/kota di Aceh memberi raskin gratis kepada masyarakat. Beras miskin ini, selain dari APBD juga dari pemerintah pusat.











Data parsial


Penerima rasikin di Kabupaten Aceh Utara pada  21 November 2013

Sebanyak 50.714 warga miskin penerima raskin di Aceh Utara, dapat bernafas dengan lega. Pasalnya, beras miskin (raskin) yang selama ini dibeli oleh warga miskin seharga Rp 1.600 perkg itu akan digratiskan oleh Pemkab Aceh Utara.Hal dilakukan demi membantu meringankan beban masyarakat penerima raskin di Aceh Utara. Bahkan, Pemkab juga telah mewacanakan untuk alokasi dana bantuan Rp 15 miliar pada tahun 2014 sebagai biaya tebus raskin. Sebelumnya setiap tahun Pemerintah Daerah (Pemda) membantu biaya angkut raskin saja. ..  Bagi RTS itu berhak menerima 15 kilogram beras miskin setiap bulannya dengan biaya tebus Rp 1.600/kg. (agt) http://www.rakyataceh.com/index.php?open=view&newsid=35276



keputusan Gubernur Aceh No.511.1/06/2014, jumlah penerima Raskin sebanyak 356.720 rumah tangga sasaran (RTS) yang tersebar di 23 kabupaten/kota di provinsi Aceh (http://www.antaraaceh.com/2014/01/pemerintah-aceh-minta-bupati-realisasikan-raskin.html












---o0o---

Arsip Blog