Kamis, 14 Februari 2013

Food For All, Organic Foods for All = Zero Hunger?










Food For All (UN FAO, a declaration 1996),

possible (x) Zero Hunger,



Organic Foods for All  

(derivative of food for all; my version)
it can contribute to target:
Zero Hunger (in question)?










(reality check)


Indonesia



1. Conventional food/ Pangan konvensional

Harga jual = price taker
Public (subsidy)& Private: seeds, food processing

HYV & GMOscan feed the world (they’ve had claimed)






2. Organic foods/ Pangan organik

Harga jual dimahal-mahalkan/ seolah mau menjadi penentu harga = price leader

Human’ health concern (pesticide poisoning) n resistance includes No Patent on Life (No Patent on Rice)

Urban consumers oriented and export driven; end of political resistance

Can organic farming feed the world?




Organic Foods for All?
Zero Hunger?


Pangan Organik bagi Semua,
(sudah) Tak Ada Kelaparankah?
(akankah) Tak Ada Kelaparankah?



BioTani Bahari Indonesia promosikan from FOOD for All to ORGANIC FOOD for ALL. Berikut ini adalah satu brosurnya.



Beras organik ini adalah kualitas sedang tetapi wangi dan pulen adalah promosi Biotani & Bahari Indonesia, adalah turut serta menyebarkan gagasan besar  "Pangan bagi Semua", slogan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (UN-FAO) tahun 1996.  Kami realisasikan menjadi "Beras Organik untuk Semua".

Beras ini produksi petani kecil yang peduli akan kelestarian lingkungan dan kelestarian pertanian keluarga mereka di wilayah pegunungan Jawa Barat. Mereka adalah mitra program budidaya padi secara alami dari bimbingan Biotani & Bahari Indonesia, yayasan NPWP 02.637.212.0017.000 (Kepmen No. AHU-1716.AH.01.02 Tahun 2008 tertanggal 28 April 2008)



Biotani Bahari Indonesia, yayasan terdiri dari pegiat dan relawan yang telah bekerja sejak 1987 memerangi racun pestisida, anti transgenik (GMOs) memperjuang Hak-Hak Petani (Farmers’ Rights) melalui Pesticide Action Network (PAN) Indonesia dan acapkali kerjasama dengan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)



Prinsip-prinsip, nilai dan ideologi Pangan Organik bagi Semua, saya cangkokkan ke dalam Sistem Sertifikasi Alternatif.

~  Ber-Kedaulatan pangan (yang berkata ‘tidak’ untuk konsentrasi sektor pertanian pangan [agrifood]), ber-ketahanan pangan (food security) dan ber-keamanan pangan (food safety).
~  Layak untuk realitas petani kecil, dan pertanian berskala usaha kecil.
~  Sistem fleksibel yang menekankan proses belajar dalam sistem yang transparan, dan dimaksudkan untuk membangun kepercayaan.
~  Prioritasnya adalah ditujukan untuk pasar-pasar lokal, dan hubungan/ relasi-relasi yang berjangka panjang.
~   Tanggungjawab bersama dan pemusatan pembuatan keputusan, penekanan pemberdayaan, membangun kemampuan serta memiliki kepekaan gender.


Realitas arus-utama (mainstream) tahun 2004 mengenai sertifikasi baku terhadap produk organik yang dinilai sebagai potensi komoditas ekspor:

On the other hand the export crops farmers have been continuing their benefit with the third party certification scheme since early 1990s. Key constrains face by farmers was illegal fees and bribery hurt local farmers more than large-scale producers. For example, additional charges imposed on local produce to be sold to other regions have clearly put pressure on local farmers and, in turn, reduces the competitiveness of the local products in both national and international markets.(Tjahjadi in IFAD Report, 2005)



Flashback

Project designed and will Implement with two strategies (2010)

Strategy 1 will foster democratic habits in daily life. Farmers are encouraged to:
Make choices and accept responsibility and recognizing rights of individuals, with emphasis right to organic food for the whole community members.
Learn independently as well as cooperatively, Be a tolerant with trust and respectful of differences.



Using a thematic approach with theme Organic products for All, (better) health and Democracy for Tomorrow, and will be organised around developmentally appropriate learning and activity centers. The specific organising of this environment places a high priority on peer learning and ensures that farmers have the opportunity to learn in make decisions and conduct self-evaluation on their farms in regular period. Activity centers are geared to the interests and learning level of farmers.

Strategy 2 will conduct training, regular meetings, community organising
Using a thematic or Rights-based approach with theme Organic Food for All, (better) recognition to individual Rights for health Tomorrow, by making briefing to community forum to recognize the right to organic food and understand they are also potential victims of food insecurity, then, move forward on how the state and non-state obligations to fulfill these rights to individual farmers, family and community by forming a community-based voluntary standard as a kind of a new sociopolitical contract or groups of farmers in farming system in local community level. In contrast. voluntary standards as observed by Giovannucci and Ponte (2005) rise from a formal coordinated process in which key participants in an industry or sector seek consensus. Voluntary standards may be introduced as a response to consumer requests, or as a result of initiatives led by NGOs or industry associations. They are usually verified through third party auditing. Private standards are developed and monitored internally by individual enterprises. These distinctions however, are difficult to apply in regard to sustainability standards, not only because many voluntary and private standards are de facto mandatory, but also because at least one (organics) tends to cut across such classifications. The distinction between private and voluntary standards is also to some extent arbitrary, as private enterprises borrow parts of voluntary standards and vice versa. Notwithstanding these limitations, this classification has more analytical clout than the more rudimentary one distinguishing between public and private standards.







Community, however, should aware in mind most bureaucrats still keep in power culture domain rather than delivery service type governance (Tjahjadi, 2009) when build a newly stakeholder forum. This strategy will also provide some organic farm actions such as to demonstrate community not only articulating a kind of “protest” in the eyes of bureaucrats, but also make trusted report on their empirical organic farming experiences producing healthy foods within and for their respective community.
 

Farmers will be encouraged to be active participants in defining the messages of understanding to what are the meanings and consequences of implementing PGS as their own system.





Riza V. Tjahjadi
biotani@gmail.com
















---o0o---





Senin, 11 Februari 2013

Empat Varietas Kedelai, Jagung, Tebu transgenik (Segera) Dilepas Di Pasar?











Empat Varietas Kedelai, Jagung, Tebu transgenik (Segera) Dilepas Di Pasar?
 

Corporate take over the seeds..!


Komisi Keamanan Hayati merekomendasikan jagung transgenik untuk disetujui oleh pemerintah dapat beredar di pasar benih... Wartawan Kompas menulis dengan keluhan, mengapa sepi reaksi? (Rabu, 19 September 2012 | 01:49 WIB).

Naaah, sekarang: "Hayo, bikin hingar-bingar....

Apa begitu? Masih banyakkah yang siap dan mau bermanuver dengan hingar-bingar?

Eeeehheeem... (where ever the flowers gone? Long time ago)

Bagi petani?

Biarkan petani memilih benih yang mereka sukai. Itu kalimat cerdas dan respek terhadap petani. Lanjutan kalimatnya: Jika tidak disukai, maka jagung transgenik tidak akan ke mana-mana... Boleh jadi, begitu, Tetapi pada sisi lain, akan melambat publik akan memperoleh gambaran bagaimana dampak negatif benih transgenik itu teramati oleh para peneliti.

Petani cerdas dan bebas akan klop dan harmonis dengan pasar benih? Benar begitu?

Tidak benar... Karena pasar benih tanaman sangat manipulatif terhadap preferensi para petani. Karenanya ketersediaan benih akan berujung pada satu atau beberapa jenis atau merek saja. Ini, jelas jangan dilupakan, apalagi diabaikan. Pasar benih jagung dikuasai oleh tiga-empat merek perusahaan saja. Perusahaan raksasa...  Apa susahnya mereka menggusur benih yang bukan merek milik mereka. Lalu.apa artinya,. petani yang mendapat kebebasan memilih, dan petani sudah cerdas, tetapi mereka berhadapan dengan realitas, bahwa benih yang diinginkannya tidak ada di pasar?

Benih subsidi? Sami mawon... itu adalah benih dari hasil dari perusahaan negara, dan perusahaan swasta.

Apa maknanya semua itu, pasar dan subsidi?

Mudah.... petani (yang dianggap bebas dan cerdas) berada dalam perangkap ketergantungan. Ketergantungan terhadap pasar benih, dan juga ketergantungan terhadap (jika masih ada) subsidi benih...

Lalu?

Aaaah, cari saja benih dari kalangan petani itu sendiri?

Mudah-mudahan ada, dan masih berlangsung tradisi tukar-menukar benih antar petani. Lebih-lebih, jika tukar-menukar benih itu adalah benih lokal (farmers' varieties). Tentu akan menghadirkan rasa puas petani, manakala tradisi tukar-menukar itu tidak berembel-embel jual-beli... Amit-amit..! Berbagi, melestarikan rasa solidaritas di kalangan petani, jangan pula dikotori dengan transaksi jual-beli...


Riza V. Tjahjadi: biotani@gmail.com






NB: lihat juga target kementeria pertanian tentang produk transgenik BB Bioteh Bogor pada posting saya terdahulu.






Jumat, 25 Juni 2010








I
t’s common, when you buy a durian fruit (Durio zibethinus Murr.) on the roadside fruit sellers, then the available varieties with diverse tastes. Popularity, purchasing five then you will find five different flavors, except if you cultivate a “dodol durian” or sweet cake (pulp of durian mixed with sticky rice and coconut milk) or cooked with coconut milk and pieces of banana into durian
compote; the so-called “kolak durian”. But the durian is the king of fruit ... even though non-Asian people do not like the smell that stung. Therefore, for consumers in Japan by Thai entrepreneurs of durian fruit is processed into dry snacks and odorless. In addition to coated seeds eaten, durian trees are used for environmental conservation by reducing soil erosion; skin of the fruit is used as charcoal or mixtures as media for growing crops; the roots, leaves and fruit skin can be used also as a medicine (Tjitrosoepomo, 1952; Heyne, 1987; Rismunandar, 1986; Suhardi, 2002). Durian main stem used as wood for building materials - are among the Dayak communities in East Kalimantan are classified as second-class quality of timber.



Buy five and … your will get five different tastes..!

Will be replaced by mono-taste in 2015… Durian and mangosteen.. transgenic


Riza V. Tjahjad
i



and so on
  






Senin, 06 Desember 2010
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEibezNFZBjSgX6iQlrBiWuSphOjk1NMOY9PLSnD4khjXuekXzD0HOyZRCGMxRwgOC_7V05Pg7U7vWZ3Y6N0KKBkL2jbt5qAOFRAuuE6YJZhoG6rll4hi-S6GDC5PuwQI52nJS3TbhtcTWw/s400/Transgenic-Vs-Organic+2011.jpg
Transgenic crops Development and (possibility transforming) Organic Product?

Versi Indonesia (bawah)


At least, five GM crops expected released by the minister of agriculture in 2011-2013.
1. Two GM sugarcane being developing: a drought tolerant variety by one of state plantation enterprise, namely PTPN XI & PT Ajinomoto, and a high sugar content variety by PTPN & Biology Molecular of the University of Jember East Jawa.
2. GM Cassava.
3. Golden rice of BB Padi Sukamandi West Jawa.
4. GM rice with N efficient (CsNit1-L of a Japanese cucumber insert into Oryza Sativa L. japonica cv Nipponbare + Ciherang variety resulted strong character of Ciherang with N efficient application.
Incoming these transgenic crops, especially rice will add the existing type of rice: inbred and hybrid rice varieties in the farmers’ fields.





Kamis, 08 Desember 2011
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg5Sc1-_UkG6dhiPj_EQZoIKzt0zcdwOjmIpiytGpFs1AYhakYCHu8FxSQW2PcqpGunUls8pCsMvzOeg6s3Lx_jKME4YZ7RBQS53oYPOy6RrqvTi7ddFdogSRcqa-fQlH90F60WE5nyiLc/s400/Right-to-Food+is+NOT+Rght+to+be+Fed--blogspot.jpg
RUU Pangan
(versi 2 Desember 2011)

Trangenic foods should be labeled


 

a bird's eye view of a bill on Food


Kedaulatan Pangan, tanpa Pertanian Organik?
Ah. aaah, aaaah... (where r U organic proponents?)



Pangan Transgenik TANPA LABEL?
profiteering corporates?
Food? Health? Hope?
Monopolies From Seed to Supermarket..!
Ntar dulu....

ZERO HUNGER?
 







Naaah, Ayo lawan... bikin hingar-bingar (maunya wartawan)
simak poster di bawah ini:
 






Guntingan berita:

Rekayasa Genetika: 4 Varietas Kedelai, Jagung, Tebu Segera Dilepas Di Pasar
Dipublish tanggal 19-11-2012

Bisnis Indonesia, 17/11/2012. JAKARTA. Pemerintah sedang mengevaluasi empat varietas benih hasil rekayasa genetika (bioteknologi), yaitu kedelai,dua varietas jagung, dan tebu tahan kekeringan untuk segera dikomersialisasikan ke pasar.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pertanian Haryono mengatakan upaya percepatan adopsi teknologi termasuk produk rekayasa genetika diatur dengan PP No. 21/2005 tentang Keamananan Hayati Produk Rekayasa Genetika, dilengkapi Permentan No. 61/OT.140/XI/2011 tentang Pengujian, Penilaian, Pelepasan Varietas Tanaman, maka sudah ada beberapa usulan uji tanaman GMO.

Uji keamanan pangan produk GMO dilakukan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan, keamanan pangan oleh Balitbang Kementan, dan keamanan lingkungan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.

Dia menjelaskan untuk komoditas kedelai terdapat satu varietas GT4032 yang sudah ada sertifikat aman lingkungan dan aman pangan, tetapi belum aman pakan.

Untuk dapat dikomersialkan benih GMO itu harus memenuhi persyaratan keamanan pangan, pakan, dan lingkungan.

"Untuk jagung yaitu NK603 sudah aman pangan dan segera terbit rekomendasi aman pakan, tetapi belum aman lingkungan," ujarnya kepada Bisnis, Senin (17/9/2012).

Haryono menambahkan untuk jagung varietas PRG MON 89034 dalam waktu dekat akan mendapatkan rekomendasi aman pakan.

Selain kedelai dan jagung, ungkapnya, untuk tebu tahan kekeringan sudah ada sertifikat aman lingkungan dan aman pangan, tetapi belum diajukan kajian aman pakan. (bas)


Source: http://www.bisnis.com/articles/rekayasa-genetika-4-varietas-kedelai-jagung-tebu-segera-dilepas-ke-pasar

Lihat juga:

http://indonesiabch.org/beritadetail.php?id=21
Balai Kliring Keamanan Hayati Produk Rekayasa Genetik
Asisten Deputi Keanekaragaman Hayati dan Pengendalian Kerusakan Lahan
Deputi Bidang Pengendalian Kerusakan Lingkungan dan Perubahan Iklim
Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia

---







ini dia keluhan wartawan (kawan lama), kok, sepi reaksi.... Eeeehhheeeeemmmm (ornop, 'dah, ke....., mosok anda tak tau?)





LAPORAN IPTEK
Konsekuensi Jagung Transgenik

AGNES ARISTIARINI
Rabu, 19 September 2012 | 01:49 WIB

Di tengah ingar-bingar politik dalam negeri, berita tentang rekomendasi Komisi Keamanan Hayati untuk keamanan pakan jagung transgenik bak daun jatuh ditelan arus. Tak banyak tanggapan berarti meski konsekuensinya beragam, dari dampak lingkungan, ketergantungan petani, hingga kedaulatan pangan.

Jagung yang direkomendasikan itu adalah RR NK603 dan Bt Mon89034. Varietas RR NK603 adalah jagung yang mendapat introduksi gen bakteri tanah Agrobacterium sp. Dengan rekayasa genetik ini, RR NK603 menjadi tahan terhadap glyphosate, bahan aktif dalam herbisida Roundup.

Cara kerja glyphosate adalah menghambat enzim yang berfungsi dalam biosintesis asam amino tertentu dalam tanaman dan mikroorganisme yang berperan dalam pertumbuhan. Maka, idenya adalah mengembangkan suatu areal pertanaman jagung transgenik yang gulmanya bisa dibasmi dengan herbisida khusus tanpa khawatir tanaman utamanya ikut mati. Disingkat RR dari Roundup Ready, RR NK603 dan Roundup adalah produk perusahaan multinasional Monsanto.

Varietas Bt Mon89034 juga dihasilkan oleh Monsanto. Kode Bt merupakan singkatan dari bakteri Bacillus thuringiensis, yang gennya disisipkan ke jagung melalui rekayasa genetika. Gen yang diambil dari bakteri Bt tersebut adalah gen penyandi protein Cry1A.105 dan Cry2Ab2, keduanya dapat mematikan larva hama penggerek batang jagung lepidoptera. Hama ini menurunkan hasil panen jagung hingga 30 persen.


Kontribusi jagung

Jagung adalah tanaman pangan penting kedua setelah padi, baik dari sisi produksi maupun nilainya. Sebagian besar areal pertanaman jagung terdapat di lahan kering, baru sisanya di lahan irigasi dan tadah hujan. Daerah penghasil utama jagung di Indonesia adalah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Lampung, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan Nusa Tenggara Timur.

Kebutuhan jagung untuk bahan baku industri makanan, minuman, dan pakan terus meningkat 10-15 persen setiap tahun. Namun, berbagai upaya untuk meningkatkan produksi jagung nasional belum juga mampu menutup kebutuhan. Data dari Balai Penelitian Tanaman Serealia menunjukkan, impor jagung segar meningkat 4,5 kali lipat dari 338.798 ton tahun 2009 menjadi 1.527.516 ton tahun 2010. Demikian pula halnya dengan impor jagung olahan yang meningkat tiga kali lipat dari 82.433 ton tahun 2009 menjadi 259.295 ton tahun 2010.

Persoalan utama pengembangan jagung di Indonesia adalah belum meratanya penggunaan benih jagung yang berkualitas, belum intensifnya pengelolaan budidaya dan penanganan pascapanennya. Tidaklah mengherankan bila upaya peningkatan produksi jagung juga lebih ditekankan pada produktivitas, bukan perluasan lahan.


Varietas baru

Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, misalnya, sampai tahun 2011 telah merilis berbagai varietas unggul baru, termasuk di antaranya 16 hibrida baru. Dalam hal ini, varietas unggul baru tanaman pangan biasanya memiliki ketahanan terhadap hama penyakit dan tahan terhadap lingkungan spesifik wilayah, seperti tingkat kesuburan tanah yang rendah dan ancaman kekeringan.

Dalam hal ini, kehadiran varietas jagung transgenik memang masuk dalam kriteria. Permasalahannya kemudian, siapkah kita menghadapi berbagai risiko kehadiran jagung transgenik di Indonesia?

Potensi risiko ini dapat dikaji dari pengaruh komponen sisipan ini terhadap makhluk hidup lain—mikroorganisme, herbivora, dan omnivora—bukan target, yang memakan tanaman transgenik, baik langsung maupun tidak langsung. Potensi lain adalah pengaruhnya terhadap lingkungan yang lebih menyeluruh dari areal pertanaman transgenik.

Seperti diuraikan sebelumnya, tanaman transgenik adalah tanaman yang disisipi gen makhluk hidup lain melalui suatu rekayasa genetika. Sebagai hasil rekayasa yang tidak alami: karena menggabungkan gen tanaman dengan gen bakteri atau gen lain yang bukan kerabatnya, dampak terhadap habitatnya bisa tidak terduga.

Menurut Dwi Andreas Santosa dalam ”Analisis Risiko Lingkungan Tanaman Transgenik” yang dipublikasikan dalam jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, Oktober 2000, perubahan ini ternyata memengaruhi predator alami hama target, mulai dari ketidakmampuan mengenali mangsanya sampai turut mati sebagai korban.

Tumbuhan milkweed yang tumbuh di sekitar ladang jagung Bt ternyata juga tercemar serbuk sari jagung meski dalam jumlah yang lebih rendah dari ambang batas toksisitas terhadap larva kupu-kupu monarch. Dengan demikian, perlu dianalisis lebih lanjut dampak buruk penyebaran gen tanaman transgenik ke tanaman budi daya lain yang mampu kawin silang dengan kerabat liarnya.

Penyebaran gen dari tanaman transgenik juga sering dianggap sebagai ancaman terhadap keanekaan hayati, terutama pada tanaman liar yang sudah terancam punah, meski menurut beberapa ilmuwan pendapat ini sulit diterima.


Dampak sosial

Menurut Dwi Andreas Santosa, Ketua Program S-2 Bioteknologi Tanah dan Lingkungan IPB dan menjadi salah satu penggagas Asosiasi Bank Benih Tani Indonesia, yang lebih penting lagi untuk dipertimbangkan adalah dampak ekonomi dan sosial.

Bila tanaman transgenik ditanam secara besar-besaran, akan terjadi pergeseran penguasaan benih dari mula-mula common property—di mana petani menjadi pemilik benih yang bisa disimpan dan ditanam berulang kali—menjadi milik hanya beberapa perusahaan multinasional.

Kedua benih yang sudah dianggap sebagai pakan yang aman pada tingkat berikutnya bisa direkomendasikan untuk ditanam. Ini yang berkonsekuensi pada ketergantungan petani. Pada jagung RR NK603, petani bahkan hanya bisa menggunakan produk pestisida tertentu. Inikah yang kita inginkan?

Kompas online











---o0o---



Kedaulatan Pangan Global, dan Guremisasi Petani Indonesia,suara peneliti




















Kedaulatan Pangan Global, dan Guremisasi Petani Indonesia, 
                              
                                    suara peneliti


 



Sekilas informasi dari diskusi bulanan Jaringan Kerja Kedaulatan Pangan (JKKP) di Bogor Jawa Barat 22 Desember 2012.


Agus Pakpahan (kiri), Indera Nababan (tengah), dan Riza V. Tjahjadi dalam kerja bareng seminar setengah hari. Dr. Agus Pakpahan, adalah Ketua Komisi Keamanan Hayati ia memaparkan makalah bertajuk: Ketangguhan Pertanian, Ketahanan Pangan dan Kedaulatan Pangan: Sudut pandang global. Kegiatan ini di gedung Pusat Penelitian Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian di Bogor, 22 Desember 2012.

Riza V. Tjahjadi memaparkan gagasan untuk penyelenggaraan kegiatan bersama bertema promosi pengadaan pangan lokal. Jeffrey Papare operator LCD (kiri), dan Amir Husin Daulay, moderator (kanan).


Foto Presiden SBY lebih rendah daripada Wapres Boediono... Kasihan amat..!



Isi makalah selengkapnya tersedia di Sekretariat JKKP, atau hubungi saya, RVT: biotani@gmail.com





Catatan: Naskah ini sangat terlambat diunggah di blogpot ini, karena menunggu dapat ditransfernya foto-foto kegiatan diskusi bulanan JKKP tersebut - karena kamera relawan pemotret mengalami kerusakan serius.







Riza V. Tjahjadi

biotani@gmail.com








---o0o---

Arsip Blog