Impor Ternak Makin Longgar, Tapi Ternak Sapi Organik Tenggelam?
Regulasi pemerintah semakin longgar-longgar-dan-longgar… Berikut adalah petikan info terkait potensi/ kemungkinan menularnya penyakit hewan ternak ke manusia. Kemudian adalah sedikit ilustrasi latar belakang ketika saya sarankan agar keputusan mahkamah Konstitusi soal peraturan pemerintah soal impor ternak yang tidak menguntungkan Negara RI, ketika saya ikut dalam Konvensi Nasional untuk penyusunan Standar Kompetensi Fasilitator ternak Organik lima tahun silam. Dan, pada akhirnya, adalah guntingan berita soal peraturan pemerintah mengenai impor ternak.
PMK bukan hanya penyakit ternak tapi juga penyakit ke manusia. dr. Mangku Sitepoe, eks kepala dinas Peternakan Bojonegoro terkena PMK 1983. Kini usianya 82 tahun masih praktek dokter umumnya sedangkan dokter hewannya sudah dia hentikan.
Ini hasil seusai diskusi dilakukan oleh BBA, Public Discussion Forum bertajuk: Peternakan PP Pemasukan Ternak & Daging Zona Base di Bumbu Desa, Cikini Jkt.
RVT dan dr.drh. Mangku Sitepoe
*
BBA, Bincang-Bincang Agribisnis, Media Kajian Isu Strategis Pangan Nasional
Acara diskusi ini adalah kesempatan saya untuk update soal fasilitator ternak organik:
Saya 13 Sept 2011 yl desakkan soal country base bukan zone base impor ternak ke dlm rancangan standar kompetensi kerja fasilitator bidang ternak organik [RSKKF bidang ternak organik]. Pembuatan standar kompetensi itu adalah kerjasama antara Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Kemenaker, dalam program konvensi nasional periode 2010-2011 yl.
Sebagai info saja saya juga usulkan waktu itu agar Keputusan MK soal ketentuan impor 2010 [sebagai hasil judicial review YLKI dan koalisi ornop] dilampirkan ke dalam UU No. 18 tahun 2009 Nakerwan. Dlm kaitan ke naskah rancangan standar tanpa penyebutan keputusan itu, maka calon fasilitator akan melihat besarnya cakupan kerja dalam menyusun status ternak. Sedangkan bagi pemerintah akan konyol jika keputusan MK tidak dicantumkan, maka manakala timbul penyakit ternak asal zona tertentu, tidak jelas ke mana akan menuntut/ menggugat ganti untungnya. Soal penyakit karena suatu virus, konon, tidak cepat terdeteksi, sangat mungkin makan waktu beberapa lama, seperti halnya penyakit sapi gila/ BSE.
Saya tidak mengawal kemajuan realisasinya, khususnya dalam pengembangan ternak organik di Kementan. Nah, alanglah baiknya, jika Bapak/ anda uraikan di sini, lebih khusus lagi pemanfaatan fasilitator, dan perkembangan usaha ternak organik.
Bagaimana progress pengembangan ternak organik di Indonesia. Ini mungkin gambaran/ perpektif lain dari bahasan soal PP yg mendasarkan ke zone base
Saya berharap Standar tsb tidak cepat-depat diharmonisasi dengan UU No. 41 thn 2014.
Pertanyaan saya di atas ternyata tidak [dapat] dijawab oleh narasumber dari wakil/staf Ditjen Peternakan Kementan. Sementara direktur jenderal peternakan dalam uraian ringkas melalui telefon ke peserta BBA mengemukakan dua kategori ternak sapi: sapi lokal yang digeneralisasi sebagai sapi organik, dan sapi nonlokal. Tapi sang direktur jenderal akan remcana impor dagi ng kerbau -yang organik... So? Tidak jelas potret pengembangan ternak organik sapi... Yang jelas tidak cocok mencari tahu ternak organik sapi pada tema diskusi hari itu.
Simak juga:
Senin, 26 September 2011
Minister of Manpower and Transmigration introduced Organic Farming Coaching/Facilitation System within Production Stage ---
Minister of Manpower and Transmigration introduced Organic Farming Coaching/Facilitation System within Production Stage/ Pembinaan/Fasilitasi dan Pengawasan Pertanian Organik, lewat SK Menaker
Versi Indonesia di bawah
By: Riza V. Tjahjadi
http://biotaniindonesia.blogspot.co.id/2011_09_01_archive.h…
Imbuhan
Ini dia buku tipis [18 halaman] karangan dr drh Mangku Sitepoe, anggota IDI NPA 110251490 dan anggota PDHI, penerima Anugerah Ksatria Bakti Husada Arutala Kemenkes 2013, bertajuk: Importasi Hewan dan Produk Hewani daru Negara Tertular Penyakit Bersifat Zoonosis Dilarang di Indonesia. Tesis dia: pengaturan tentang kesehatan hewan harus kembar dengan kesehatan manusia... Di Indonesia? Terpisah-pisah..! Dia adalah korban pertama di Indonesia yang tertular PMK, penyakit Mulut dan Kuku pada ternak sapi. Hingga kini masih berpraktek dokter umum, biarpun usianya sudah 82 tahun, dan tangannya sangat gemetar/ macam gejala parkinson manakala memegang sesuatu..!
Beberapa Guntingan berita
Peternak Tolak Impor Daging Sapi Berbasis Zona
Oleh: H.Satrio Widianto
18 Maret, 2016 - 08:56
EKONOMI
DOK.PR
JAKARTA, (PR).– Sejumlah peternak menentang keras rencana pembukaan impor daging sapi berbasis zona berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4/2016 yang merupakan turunan UU Nomor 41/2014. Peternak menyatakan penolakan terhadap PP itu karena dinilai akan mengancam usaha peternakan rakyat serta membuat produk daging sapi lokal tertekan serbuan produk impor.
"Peternak menolak PP ini, karena imbasnya akan luar biasa secara psikologis dan ekonomi," kata Ilham Ahmadi, peternak yang juga CEO dan Pendiri Bhumi Andhini Farm and Education dalam Diskusi Publik Bincang-Bincang Agribisnis (BBA) bertema "Peternakan Indonesia Pasca PP Pemasukan Ternak dan Daging Zona Base", di Jakarta, Kamis 17 Maret 2016.
Aturan PP Nomor 4/2016 itu menyebutkan, pemerintah memiliki dasar hukum membuka gerbang impor daging sapi dari suatu zona yang dinyatakan bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) namun di dalam negara yang belum dinyatakan bebas PMK. Namun peternak menegaskan, jika tidak ada peninjauan ulang, pemerintah diminta membuat PP lanjutan. "Berlakukan saja, selanjutnya bentuk juga PP Pemusnahan Peternak Sapi Lokal," tuturnya.
Menurut Ilham, pembukaan impor daging sapi atau kerbau berdasarkan zona base diyakini akan meredupkan semangat berternak dari petani lokal. Importasi impor sapi pada 2009, contohnya. Pemasukan sapi dan daging impor membuat harga sapi lokal jatuh dan peternak merugi. Dampaknya, populasi sapi makin sedikit karena peternak lokal tak cukup punya operasional untuk beternak.
Untuk menghasilkan pedet atau anak sapi, kata dia, membutuhkan waktu dan dana yang tidak pasti karena peternakan rakyat mini teknologi. "Paling kita hanya untung Rp 150 ribu per bulan," katanya. Di sisi lain, keberhasilan program geretak birahi dari pemerintah diperkirakan hanya 20 persen.
Ketua Asosiasi Pedagang Daging Indonesia Asnawi menguraikan soal dugaan dasar kebijakan pemerintah menggulirkan PP nomor 4/2016. "Kalau tujuannya agar mendapat daging murah, harusnya dilihat dulu, daging bagian mana yang mahal," kata dia.
Sebab, daging sapi mahal yang digaungkan pemerintah dan media adalah daging di bagian paha belakang, tenderloin, dan sirloin. Konsumennya pun hanya 16 persen dari jumlah masyarakat Indonesia. Makanya, ia mempertanyakan siapa yang sebenarnya berteriak atas harga daging sapi mahal,
Dia menguraikan, sapi dengan bobot 500 kilogram akan menghasilkan 48-53 persen karkas, tergantung pemotongan dan pengulitan. Bagian daging termahal misalnya tenderloin. Harganya di pasar tradisional ada di kisaran Rp 105-107 ribu sedangkan sirloin Rp 103-105 ribu.
Harga daging terendah di pasar tradisional adalah jenis CL65 dan CL85 atau tetelan. Daging jenis ini lebih banyak lemaknya ketimbang dagingnya, semacam rawon. Daging ini biasa digunakan untuk pembuatan gulai di restoran padang, bakso, dan yang lainnya. "Saya jual rawon Rp 60-70 ribu," ujarnya.
Jadi jika ingin menghitung Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk daging sapi berdasarkan rata-rata jenis daging saat ini menurutnya ada di angka
Menurut Ilham, rencana masuknya daging ternak dari India dan negara lainnya sebagai konsekuensi penerapan PP zona base oleh pemerintaah, sangat berisiko tergusurnya nasib peternak lokal. Selain harga yang sangat murah, daging yang mereka jual belum dinyatakan bebas penyakit mulut kuku (PMK).
“Arahnya ini mau ke mana, konsistensi kebijakan pemeritah sangat tidak jelas, saya menolak ini (PP zona Base) karena hanya sifatnya pemadam kebakaran sesaat,” katanya.
Kondisi serupa dikeluhkan Sarjono, peternak Lampung Tengah. Menurut dia, rencana pemerintah membuka selebar-lebarnya daging asal India sebagai konsekuensi penerapan aturan itu bakal memukul nasib kelompok ternak yang selama ini dibina.
Dengan aturan itu, pola kemiteraan yang ia kelola dengan perusahaan inti lokal bakal terganggu sehingga berpotensi mengancam pendapatan mereka. “Mohon kaji ulang kebijakan itu sebab dampaknya akan terasa langsung buat kami,” katanya.
Anggota Komisi IV DPR RI, Firman Subagyo menyampaikan, untuk meminimalkan persoalan daging di kemudian hari, pemerintah diminta fokus menentukan arah kebijakannya apakah rencana swasembada pemerintah fokus terhadap daging atau sapi.
“Kalau swasembada daging perbanyak bakalan, kalau swasembada sapi harus masuk breeding dan populasi,” ujarnya. “Kalau hanya memenuhi kebutuhan sesaat, PP itu sifanya hanya pemadam kebakaran penyelesaian secara instan, oleh karena itu regulasi dari penyempurnaan untuk menuju swasembada. Selain itu jika PP ini dikeluarkan, maka ini akan menjadi disinsentif bagi berkembangnya industri bakalan dan breeding di Indonesia”. (Satrio Widianto/A-147)***
INDUSTRI / AGRIBISNIS
Peternak tolak PP zonasi ternak
Jumat, 18 Maret 2016 / 06:23 WIB
•
Perluasan zona impor sapi demi tekan harga daging
•
Peternak capai kesepakatan soal harga ayam
•
Peternak rakyat tuntut industri wajib ekspor ayam
JAKARTA. Rencana kedatangan daging India dan negara lainnya yang belum dinyatakan bebas penyakit mulut kuku (PMK), mendapat hadangan dari peternak dalam negeri.Mereka menolak dan meminta pemerintah mengurungkan niatnya untuk menerapkan aturan Peraturan Pemerintah (PP) No. 4 Tahun 2016 mengenai pemasukan ternak berdasarkan zona base atau pembukaan impor ternak dan produk ternak dari suatu zona dalam suatu negara.
“Ini (PP) imbas dan efeknya luar biasa, baik psikologis maupun ekonomi, kita bangun ternak di lapangan itu sulitnya luar biasa, harus hancur gara-gara itu, jelas kami menolak,” ujar llham Akhmadi peternak asal Jogjakarta yang juga CEO and Founder Bhumi Andhini farm and Education dalam diskusi publik Bincang-Bincang Agribisnis (BBA) di Bumbu Desa, Cikini, Jakarta, Kamis (17/3).
Menurut Ilham, rencana masuknya daging ternak dari India dan negara lainnya sebagai konsekuensi penerapan PP zona base oleh pemerintaah, sangat beresiko tergusurnya nasib peternak lokal. Selain harga yang sangat murah, daging yang mereka jual belum dinyatakan bebas penyakit mulut kuku (PMK).
“Arahnya ini mau ke mana, konsistensi kebijakan pemeritah sangat tidak jelas, saya menolak ini (PP zona Base) karena hanya sifatnya pemadan kebakaran sesaat,” kata dia.
Kondisi serupa dikeluhkan Sarjono, peternak Lampung Tengah. Menurutnya rencana pemerintah membuka selebar-lebarnya daging asal India sebagai konsekuensi penerapan aturan itu bakal memukul nasib kelompok ternak yang selama ini dibina.
Dengan aturan itu ujar dia, pola kemitraan yang ia kelola dengan perusahaan inti lokal bakal terganggu sehingga berpotensi mengancam pendapatan mereka. “Mohon kaji ulang kebijakan itu sebab dampaknya akan terasa langsung buat kami,” pinta dia.
Dalam kesempatan yang sama anggota Komisi IV DPR RI, Firman Subagyo mngatakan, untuk meminimalkan persoalan daging di kemudian hari, pemerintah diminta fokus menentukan arah kebijakannya. Apakah rencana swasembada pemerintah fokus terhadap daging atau sapi.
“Kalau hanya memenuhi kebutuhan sesaat, PP itu sifanya hanya pemadam kebakaran secara instan. Jika PP ini dikeluarkan, maka ini akan menjadi disinsentif bagi berkembangnya industri bakalan dan breeding di Indonesia” katanya.
Reporter Hendra Gunawan
Editor Hendra Gunawan
IMPOR DAGING
Impor sapi ke Indonesia bukan monopoli Australia
Jumat, 18-Mar-2016 11:41 sumber: kontan.co.id
JAKARTA. Pemerintah akhirnya resmi memperluas zona impor sapi dari selama ini berbasis negara (based country) menjadi berbasis zona (zone based). Alhasil, negara pemasok sapi bukan lagi monopoli Australia.
Beleid impor berbasis zonasi itu tertuang dalam Peraturan Pemerintah No 4/2016. Aturan itu diteken oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 8 Maret 2016.
Ketentuan impor berbasis zona ini sebenarnya telah disebut dalam paket kebijakan ekonomi jilid IX yang diumumkan pada 27 Januari 2016. Meski begitu, terbitnya peraturan impor sapi berbasis zona ini sontak menuai pro dan kontra.
Ada kekhawatiran PP tersebut menurunkan status Indonesia dari negara bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) menjadi negara yang tidak bebas PMK lagi.
Sri Mukartini, Direktur Kesehatan Masyarakat Veteriner Kementerian Pertanian (Kemtan) berdalih, beleid baru ini bertujuan melindungi semua kalangan. Mulai dari peternak hingga konsumen.
Hanya BUMN & BUMD
Ia menjamin, impor daging sapi dan sapi hidup dari berbagai negara yang memenuhi syarat zonasi, tidak akan mengganggu produksi sapi lokal.
"Yang berhak mengimpor hanya badan usaha milik negara (BUMN) dan badan usaha milik daerah (BUMD)," ujarnya di sela-sela diskusi, Peternakan Indonesia Pasca PP Pemasukan Ternak dan Daging Zona Base, Kamis (17/3).
Sri menjelaskan, pemasukan daging sapi maupun sapi ke Indonesia tidak sembarangan dilakukan. Impor hanya dibolehkan dalam kondisi tertentu, seperti adanya bencana, wabah penyakit dan kekurangan daging, harga melambung 30% di atas Harga Patokan Pasar (HPP).
Terkait HPP ini, akan ditetapkan dalam rapat koordinasi di Kementerian Perekonomian.
Selain itu, pemerintah akan menilai negara tujuan impor sapi. Salah satu kriterianya, negara tersebut harus sudah mendapatkan sertifikat dari Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIA).
Impor bisa dilakukan bila semua syarat terpenuhi. Dus, posisi Indonesia sebagai negara bebas PMK tidak akan terganggu.
Direktur Jenderal (Dirjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan Kemtan Muladno menambahkan, PP ini keluar karena harga daging sapi di Indonesia lebih tinggi dari negara lain, termasuk dengan Malaysia. Karena itu, ada saran untuk menambah pasokan daging dari India.
Saat ini India memproduksi daging kerbau berstandar internasional dan organik. "Tim yang kami kirim ke India yakin, daging kerbau itu bisa masuk ke Indonesia dengan harga murah," terangnya.
Ketua Asosiasi Pedagang Daging Indonesia (APDI) Asnawi mengapresiasi pemerintah atas terbitnya PP baru tersebut.
Ia memprediksi, beleid ini akan berdampak pada harga daging di pasar domestik, terlebih yang mengimpor hanya BUMN dan BUMD. Menurutnya, aturan ini sudah bisa berlaku untuk impor daging sapi, tapi untuk impor sapi belum bisa karena pulau karantina belum jadi.
Namun, Anggota Komisi IV DPR Firman Subagyo menilai, PP ini tidak lebih seperti pemadam kebakaran di tengah tingginya harga daging di pasar domestik. Padahal, bila pemerintah serius membenahi tata niaga sapi dalam negeri, perlu ada regulasi nasional jangka panjang. Ia bilang, agar bisa swasembada daging seharusnya pemerintah melakukan breeding (pembibitan).
Sekretaris Jenderal Perhimpunan Peternak Sapi Kerbau Indonesia (PPSKI) Rochadi Tawaf menilai, kebijakan impor sapi berdasarkan zona tetap berpotensi menurunkan status Indonesia dari negara bebas PMK menjadi negara yang tidak bebas PMK. Kebijakan ini juga tidak menjamin harga daging sapi di dalam negeri akan murah.
Kamis, 17 Maret 2016, 14:58 WIB
Kementan Ingin Bagi Segmen Pasar Daging Sapi
Rep: Sonia Fitri/ Red: Nur Aini
Republika/Agung Supriyanto
Pedagang memotong daging sapi di Pasar Senen Jakarta Pusat, Kamis (4/2).
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah menjamin harga daging sapi lokal tidak akan tertekan oleh daging sapi impor dari negara berbasis zonasi ketika nantinya Peraturan Pemerintah (PP) nomor 4/2016 direalisasikan.
"Ada kekhawatiran nanti harga (daging sapi lokal) turun, makanya akan sama-sama kita tata, seperti ayam, sapi harus dibedakan, ada sapi kampung dan sapi ras," kata Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan) Muladno Bashar dalam teleconference Diskusi Publik Bincang-Bincang Agribisnis (BBA) bertema "Peternakan Indonesia Pasca PP Pemasukan Ternak dan Daging Zona Base", Kamis (17/3).
Seperti halnya ayam kampung, sapi yang dibesarkan oleh para peternak lokal ditujukan untuk kalangan menengah ke atas dan harganya mahal. Sementara, sapi ras diproduksi massal dan bisa dijangkau kalangan menengah ke bawah. Ia berjanji akan mengembangkan agar harga sapi kampung tetap mahal meski ada daging sapi impor.
Pemerintah, kata dia, ingin menjaga keseimbangan antara kepentingan peternak skala kecil, menengah, dan besar sekaligus kepentingan konsumen memeroleh protein dari daging sapi. Asal usul kelahiran ide membuka keran impor sapi berbasis zonasi yakni berdasarkan kunjungan Presiden Joko Widodo ke Abu Dabhi beberapa waktu lalu.
Di sana, kata Muladno, Presiden melihat harga daging murah, begitu pun harga daging sapi di Malaysia. "Saya juga gemes kenapa di Indonesia mahal," tuturnya. Lalu setelah berdiskusi, tercetuslah usulan impor sapi dari India.
Merespons Presiden, ia dan tim pun segera mengecek lokasi. Di sana didapati bukan sapi tetapi kerbau dengan sistem rumah potong hewan yang modern. Di sana juga terdapat puluhan pengusaha peternakan yang telah mengekspor daging kerbau ke 85 negara dengan standar internasional.
"Tim kami yakin daging India ini bisa masuk melalui ketatnya aturan dengan harga yang ditekan," katanya. Teknis impor sapi berdasarkan zonasi dinilainya lebih sederhana karena Indonesia terdiri dari banyak pulau. Oleh karena itu, ketika nanti importasi daging sapi dari negara nonPMK harus dibarengi dengan optimalisasi ekspor.
Ia juga merespons kabar pemasukan daging-daging kerbau India yang sudah lama masuk ke Indonesia secara ilegal. "Saya dengar begitu, soal ilegal dan legal masalah hukum, itu sesuatu yang lain, tapi harus kita selesaikan," tuturnya.
#PeraturanPemerintahNo 4 Tahun2016
#PPImporTernak2016
*
komentar kirim ke:
biotani@gmail.com
---o0o---
1 komentar:
Terimkasih atas informasinya, kami selaku mitra usaha peternak, koperasi atau perusahaan bersedia membantu dalam penyediaan milkcan dan ember perah susu stainless dan alumunium dengan berbagai type dan ukuran, untuk lebih jelasnya silahkan kunjungi Koleksi Milkcan stainless
Posting Komentar