Jogja Organic, apa perlu (juga)?
Setelah Lima tahun silam
oleh: Riza V. Tjahjadi
Jogja
Organic... keinginan saya begitu menagih ide Sultan HB X. Tetapi, kok, 'dah
lima tahun masih nihil, Pak Gubernur D.I. Yogyakarta alias Sinuhun
Sultan Jogja?
Kok, tak ada Jogja Organic? Sudah sembilan tahun, loh, sejak terbitnya buku karya Sultan HB X (2008)
Ingatlah Bincang saya ke Putri Mahkota Kesultanan Yogyakarta lima tahun silam:
Kok, tak ada Jogja Organic? Sudah sembilan tahun, loh, sejak terbitnya buku karya Sultan HB X (2008)
Ingatlah Bincang saya ke Putri Mahkota Kesultanan Yogyakarta lima tahun silam:
Tolong titipkan pesan saya kepada Bapak... (Bapak atau Romo?) Yaitu... karena Pernyataan Saya tahun 1998 sudah dikutip oleh Bapak Anda dalam buku beliau tahun 2008... (sudah anda baca, 'kan?) bahwa Pertanian Organik adalah pertanian yang diidealkan, maka saya minta Bapak Anda memaklumatkan DIY Organic... ini nyusul Bali Organic. Permintaan ini nanti akan disusulkan dengan Deklarasi kami.
Ingatlah buku Sultan, saya kutipkan sebagian:
Sri Sultan Hamengkubuwono X (2008) mengutip pernyataan saya (RVT) untuk mengugkapkan mengenai:
Paradigma Politik Pertanian
Modernisasi pertanian kurang lebih tiga dasawarsa telah gagal mengangkat harga diri, martabat dan kesejahteraan petani; mayoritas penduduk Indonesia. Kini sudah saatnya Pemerintah mengakui hak-hak petani, seperti kebebasan menjual beras atau menyimpan gabah untuk benih.
Sudah saatnya sekarang ditegaskan bahwa petani diperbolehkan menanam padi jenis local. Sudah saatnya juga dipikirkan insentif maupun kredit bagi petani yang bertani organik, bukan hanya mempertahankan kredit usaha tani (KUT) yang notabene lebih banyak untuk pembelian pupuk dan racun hama. Demikian juga, hendaknya petani diberi kebebasan menentukan pilihan dan membentuk organisasi petani yang diperlukan untuk memperjuangkan kepentingan petani.
Melalui Sistem Pertanian Organik (SIPO) misalnya, kesuburan tanah akan bisa pulih sebab tanah pertanian selama ini dirusak oleh sistem pertanian yang memaksa petani menggunakan pupuk kimia dan pestisida yang telah ditentukan mereknya. Kerugian petani yang diakibatkan kerusakan tanah semakin diperparah oleh kebijakan-kebijakan yang akhirnya memangkas kemerdekaan petani, misalnya dengan keharusan penggunaan bibit padi (Tjahjadi, 1998). Hal.164-165.
Catatan:
Sekadar informasi mengenai Bali Organic, yang secara resmi adalah:
Bali Menuju Organik
Rabu, 26 Januari 2011
Denpasar, 26 Januari 2011, Program Gubernur Bali Made Mangku Pastika menjadikan Bali pulau organik, perlahan tapi pasti mulai nampak hasilnya. Program yang disusun secara sungguh-sungguh merupakan implementasi dari filosofi yang maha agung masyarakat Bali,” Tri Hita Karana”. Tri Hita Karana, merupakan tiga rangkaian semangat masyarakat Bali dalam berinteraksi sebagai wujud bhakti kepada Sang Pencipta (Ida Sanghyang Widhi Wasa), kepada sesama, dan kepada lingkungannya (alam).
Karena itu Pemerintah Provinsi Bali, seperti dijelaskan Drs. I Ketut Teneng, Kabag Publikasi dan Dokumentasi Biro Humas dan Protokol Setda Prov. Bali, mulai tahun 2008 mulai getol melaksanakan penghijauan dan menyediakan tidak kurang dari 8 jutaan lebih bibit penghijauan melalui Dinas Kehutanan Prov. Bali yang di tanam pada lahan-lahan relatif kritis. Hal ini, kata Teneng, belum termasuk yang ditanam langsung oleh masyarakat dan lembaga swasta lainnya.
Keseriusan dalam mewujudkan Bali pulau organik, diberengi dengan langkah kongkrit, seperti pengurangan subsidi pupuk anorganik dan memperbesar subsidi pupuk organik untuk petani. Tahun 2008 misalnya, subsidi pupuk anorganik mencapai angka 4 miliar. Kemudian tahun 2009, Pemprov menggeser subsidi pupuk petani menjadi 2 miliar untuk organik dan 2 miliar lagi untuk anorganik. Dan tahun-tahun berikutnya dalam menggalakkan pemakaian pupuk organik di Bali, hanya pupuk organik yang disubsidi Pemprov. Bali.
Sejalan dengan itu, dijelaskan pula bahwa Pemprov Bali tengah mengembangkan Sistem Pertanian Terintegrasi (Simantri) yang merupakan gabungan dari GAPOKTAN (Gabungan Kelompok Tani). Simantri yang dekembangkan mulai tahun 2009, dengan 10 unit menyasar Kabupaten yang rumah tangga miskin tertinggi di Bali, dengan biaya 2 miliar lebih. Tahun 2010 dibangun 40 unit dengan dana 8 miliar dan tahun 2011 dilanjutkan dengan 100 unit Simantri, anggaran 20 milyar. Melalui program Simantri ini, diyakini selain dapat meningkatkan pendapatan petani, juga mampu menghasilkan bio-urine, kompos, dan biogas, dari hasil kotoran sapi yang dikandang secara koloni, yang mendukung Bali menjadikan pulau organik. Lebih lanjut dijelaskan, bahwa program menuju Bali Organik, tidak saja menjadi program Pemprov. Bali, tapi juga menjadi bagian kesungguhan dan kerja keras dari seluruh komponen masyarakat, sehingga beberapa produk perkebunan dan pertanian Bali berhasil mendapat penilaian dari lembaga yang berkompeten, memperoleh serifikat organik.
Sertifikat Organik Produk Perkebunan :
dst
http://www.baliprov.go.id/Bali-Menuju-Organik
lihat juga
http://www.slideshare.net/biotani/jogja-organic
---o0o---
Tidak ada komentar:
Posting Komentar