HUT 15 Kemenangan atas Penjarahan Hayati (Biopiracy) Shiseido Terhadap Tanaman Rempah Nusantara...
Kasus ini 'dah jadi rujukan klasik di akademisi dari perjuangan selama 3 tahun.
Shiseido Batalkan Paten Rempah Indonesia
Selasa, 26 Maret 2002
Jakarta, Kompas - Setelah sempat diramaikan oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat Indonesia, Shiseido akhirnya membatalkan permohonan registrasi paten yang menggunakan tanaman obat dan rempah asli Indonesia untuk keperluan kosmetika, yang sebelumnya telah diajukan ke Kantor Paten di Tokyo, Jepang.
Demikian siaran pers dari Shiseido Jepang baru-baru ini. Perusahaan kosmetik tersebut di Indonesia diwakili oleh PT Dian Tarunaguna dengan outlet di beberapa pusat perbelanjaan Jakarta, Surabaya, Bandung, Malang, dan Bali.
Shiseido mengakui, penarikan kembali semua permohonan paten itu karena pihaknya menyadari bahwa tanaman hayati Indonesia yang termasuk dalam permohonan patennya ternyata telah menjadi bahan baku obat dan kosmetika tradisional sejak zaman dulu yang dikenal luas sebagai jamu.
"Pembatalan ini sekaligus untuk memenuhi harapan berbagai pihak yang terlibat dalam penanganan sumber daya hayati Indonesia agar memperkenalkan tanaman obat dan rempah Indonesia sebagai produk Indonesia," demikian siaran pers tersebut.
Sejak tahun 1995, Shiseido telah mengajukan 51 permohonan paten tanaman obat dan rempah asli Indonesia. Menurut peraturan kantor paten Jepang, permohonan paten itu harus melewati 18 bulan pertama agar diketahui publik, lalu setelah tujuh tahun-peraturan ini berubah menjadi tiga tahun sejak Oktober 2001-mengajukan permohonan untuk diuji lagi. Setelah itu barulah paten diregister untuk jangka waktu 20 tahun.
Shiseido juga mengajukan tiga paten lainnya ke Inggris, Jerman, Perancis, dan Italia. Namun, tidak ada penjelasan apakah ketiga paten ini terkait dengan tanaman obat dan rempah Indonesia dan ditarik juga permohonannya.
Sembilan paten
Tahun lalu, Riza V Tjahjadi dari Pesticide Action Network Indonesia mengingatkan, Shiseido diam-diam telah mematenkan tanaman obat dan rempah yang telah digunakan bangsa Indonesia sejak zaman nenek moyang. Menurut Riza, perusahaan kosmetik Jepang ini telah memiliki sembilan paten.
Paten itu tercakup dalam paten perawatan kepala bernomor registrasi JP 10316541, dengan subyek kayu rapet (Parameria laevigata), kemukus (Piper cubeba), tempuyung (Sonchus arvensis), belantas (Pluchea indica L), mesoyi (Massoia aromatica Becc), pule (Alstonia scholaris), pulowaras (Alycia reindwartii Bl), dan sintok (Cinnamomum sintoc Bl). Selain itu, nama tanaman lain yang termasuk dalam subyek yang dipatenkan adalah kayu legi, kelabet, lempuyang, remujung, dan brotowali.
"Semua tanaman itu terbagi dalam tiga paten, yang kesemuanya merupakan bahan antipenuaan," papar Riza.
Untuk perawatan kulit, didaftarkan nama tanaman wolo (Borassus flabellifer), regulo (Abelmoschus moschatus), dan bunga cangkok (Schima wallichii). Sedang ekstrak cabai jawa dari Piperaceae didaftar untuk paten tonik rambut.
Menurut Riza, paten ini amat merugikan bangsa Indonesia karena harus meminta izin dan bahkan membayar royalti ke pihak Shiseido bila mau menggunakan tanaman yang tumbuh di pekarangan rumahnya.
Tentang hal itu Shiseido menjelaskan, di antara paten-paten yang diajukan hanya satu yang sudah diregistrasi di Jepang, yaitu ramuan yang menggunakan bahan baku lempuyang untuk pemutih kulit. Jadi, menurut Shiseido, bukan tanaman lempuyang sebagai bahan baku yang dipatenkan, sehingga bangsa Indonesia tetap bisa memanfaatkannya. (nes)
Shiseido Batalkan Paten Rempah Indonesia
Selasa, 26 Maret 2002
Jakarta, Kompas - Setelah sempat diramaikan oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat Indonesia, Shiseido akhirnya membatalkan permohonan registrasi paten yang menggunakan tanaman obat dan rempah asli Indonesia untuk keperluan kosmetika, yang sebelumnya telah diajukan ke Kantor Paten di Tokyo, Jepang.
Demikian siaran pers dari Shiseido Jepang baru-baru ini. Perusahaan kosmetik tersebut di Indonesia diwakili oleh PT Dian Tarunaguna dengan outlet di beberapa pusat perbelanjaan Jakarta, Surabaya, Bandung, Malang, dan Bali.
Shiseido mengakui, penarikan kembali semua permohonan paten itu karena pihaknya menyadari bahwa tanaman hayati Indonesia yang termasuk dalam permohonan patennya ternyata telah menjadi bahan baku obat dan kosmetika tradisional sejak zaman dulu yang dikenal luas sebagai jamu.
"Pembatalan ini sekaligus untuk memenuhi harapan berbagai pihak yang terlibat dalam penanganan sumber daya hayati Indonesia agar memperkenalkan tanaman obat dan rempah Indonesia sebagai produk Indonesia," demikian siaran pers tersebut.
Sejak tahun 1995, Shiseido telah mengajukan 51 permohonan paten tanaman obat dan rempah asli Indonesia. Menurut peraturan kantor paten Jepang, permohonan paten itu harus melewati 18 bulan pertama agar diketahui publik, lalu setelah tujuh tahun-peraturan ini berubah menjadi tiga tahun sejak Oktober 2001-mengajukan permohonan untuk diuji lagi. Setelah itu barulah paten diregister untuk jangka waktu 20 tahun.
Shiseido juga mengajukan tiga paten lainnya ke Inggris, Jerman, Perancis, dan Italia. Namun, tidak ada penjelasan apakah ketiga paten ini terkait dengan tanaman obat dan rempah Indonesia dan ditarik juga permohonannya.
Sembilan paten
Tahun lalu, Riza V Tjahjadi dari Pesticide Action Network Indonesia mengingatkan, Shiseido diam-diam telah mematenkan tanaman obat dan rempah yang telah digunakan bangsa Indonesia sejak zaman nenek moyang. Menurut Riza, perusahaan kosmetik Jepang ini telah memiliki sembilan paten.
Paten itu tercakup dalam paten perawatan kepala bernomor registrasi JP 10316541, dengan subyek kayu rapet (Parameria laevigata), kemukus (Piper cubeba), tempuyung (Sonchus arvensis), belantas (Pluchea indica L), mesoyi (Massoia aromatica Becc), pule (Alstonia scholaris), pulowaras (Alycia reindwartii Bl), dan sintok (Cinnamomum sintoc Bl). Selain itu, nama tanaman lain yang termasuk dalam subyek yang dipatenkan adalah kayu legi, kelabet, lempuyang, remujung, dan brotowali.
"Semua tanaman itu terbagi dalam tiga paten, yang kesemuanya merupakan bahan antipenuaan," papar Riza.
Untuk perawatan kulit, didaftarkan nama tanaman wolo (Borassus flabellifer), regulo (Abelmoschus moschatus), dan bunga cangkok (Schima wallichii). Sedang ekstrak cabai jawa dari Piperaceae didaftar untuk paten tonik rambut.
Menurut Riza, paten ini amat merugikan bangsa Indonesia karena harus meminta izin dan bahkan membayar royalti ke pihak Shiseido bila mau menggunakan tanaman yang tumbuh di pekarangan rumahnya.
Tentang hal itu Shiseido menjelaskan, di antara paten-paten yang diajukan hanya satu yang sudah diregistrasi di Jepang, yaitu ramuan yang menggunakan bahan baku lempuyang untuk pemutih kulit. Jadi, menurut Shiseido, bukan tanaman lempuyang sebagai bahan baku yang dipatenkan, sehingga bangsa Indonesia tetap bisa memanfaatkannya. (nes)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar