Kamis, 20 Agustus 2015

Perubahan Iklim, Antisipasi Alternatif Skala Komunitas: Dua gagasan di dua zona ekologis



Perubahan Iklim,
Antisipasi Alternatif Skala Komunitas:
Dua gagasan di dua zona ekologis


oleh: Riza V. Tjahjadi
biotani@gmail.com



Pada enam bulan pertama tahun 2015 ini saya menuliskan dua (2) usulan program bagi organisasi lingkungan, yang saya pilah ke dalam dua (2) zona ekologis: pulau kecil, dan dataran menengah.


1. Pulau kecil

Populerkan Perubabahn Iklim
Bagi Komunitas Pulau Kecil dan Pesisir

Sewindu, delapan tahun silam menjelang diselenggarakannya Konferensi Para Pihak tentang Kerangka kerja Perubahan Iklim, COP 13 di Nusa Dua Bali Desember 2007 tersiar informasi bahwa sebanyak 2.000 pulau kecil dalam wilayah Negara kepulauan terbesar di dunia, atau disebut Nusantara ini akan tenggelam pada 2030, sebagai dampak dari perubahan iklim. Sampai sejauh ini adalah kepulauan Riau yang akan terbanyak kehilangan pulau kecil. Pada sisi legislasi terdapat ironi banget…setelah 82 tahun merdeka, baru pada medio 2007 tercipta sebuah undang-undang mengenai pulau kecil - yaitu Pengembangan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWPPPK). Lebih ironis lagi, baru tahun 2007 silam pula lima ribu pulau dimintakan pemerintah RI kepada pengesahannya oleh PBB. 

Walhi Jakarta yang wilayah kerjanya mencakup pula Kepulauan Seribu memandang bahwa kerja advokasi untuk perubahan iklim bagi komunitas pulau-pulau kecil, khususnya di kepulauan Seribu dan sekitarnya belum memadai. Kerja advokasi kebijakan/ perundangan, dan disertai ujicoba lapang yang pernah dilakukan oleh Biotani Bahari Indonesia/ PAN Indonesia pada 2004-2007 lebih terfokus kepada penguatan hak atas pangan (right to food) pada komunitas pulau kecil ketika Organisasi Pangan dan Pertanian PBB, FAO sedang menyusun Panduan Sukarela tentang Hak atas Kecukupan Pangan. Komunitas menjadi andalan Biotani Bahari Indonesia sebagai rujukan yang menampilkan representasi komunitas dalam Negara kepulauan (archipelago state) untuk mengawal proses negosiasi antar pemerintah dalam penyusunan VGRAF tersebut di Roma Italia pada tahun 2003-2004. Komunitas pulau kecil itu di antaranya di dua pulau di Kepulauan Seribu: Pulau Harapan, dan Pulau Tidung, karena Biotani Bahari Indonesia memiliki lokasi lain di beberapa provinsi. Pada sisi legislasi, Biotani Bahari bersama komunitas Pulau Tunda Serang, dan Pulau Tidung menyampaikan usulan kepada Komisi Konstitusi, agar hak atas pangan dicantumkan secara tegas ke dalam UUD 1945 – yang sedang mereka revisi pada 12 Desember 2003. Di level konseptual sejak medio 2003 istilah hak atas pangan digunakan pada dokumen resmi Departemen. Kini, Kementerian Kelautan dan Perikanan. 




Lebih teknis, Biotani Bahari Indonesia telah melakukan uji coba penanaman rumpon di Pulau Tunda di Kabupatem Serang Provinsi Banten, juga di Pulau Pramuka di Kepulauan Seribu. Komunitas Pulau Tunda telah berhasil membuat sejumlah rumpon: 6 buah tipe pohon Natal (Xmass type), 12 unit rumpon konstruksi ban bekas berbentuk piramida, serta 10 unit tendak (rumpon apung sementara) dalam periode tahun 2005-2006. Komunitas nelayan di Pulau Tunda mentradisikan menangkap ikan hanya dengan mata pancing, namun seringkali terganggu oleh nelayan lain pulau yang menggunakan jaring (gardan, atau muroami plus kompresor). Juga sejak 2907 tersedia foto terawang (slide show) untuk penyuluhan bertajuk Alau Pasang Naik, Awas Laut Pasang Naik.

Ringkasnya beberapa issue kait-terkait (cross cutting issue) antara perubahan iklim dan penegakan hak atas pangan yang akan digarap Walhi Jakarta dan Biotani Bahari cakupan komunitasnya terbatas di dua pulau dalam wilayah Kepulauan Seribu, dan tanpa menyentuh komunitas pesisir Pantura.

Dalam usulan program ini Walhi Jakarta ini akan memusatkan kegiatannya kepada tiga pokok kepedulian, yang disebut sebagai komponen program, yaitu
1. Penyuluhan remaja & pemuda + Focus Group Discussion (ancar-ancar lokasi di Serang banten, Kepulauan Seribu dan Kepulauan Riau).
2. Riset popular (ujicoba adaptasi ikan; ancar-ancar lokasi di Kepulauan Seribu)
3. Advokasi/ lobby kebijakan (kepada Pemprov DKI Jakarta, Pemkab Serang, dan nasional/ internasional).


Informasi Dasar Pulau Kecil
SK Menteri Kelautan dan Perikanan No. 41/2000 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Seputar batasan pulau-pulau kecil dapat dilihat pada tulisan Alex S.W. Retraubun (Direktur Pemberdayaan Pulau-Pulau Kecil DKP) “Prospek Pengembangan Pulau-Pulau Kecil”, disampaikan dalam Semiloka Penentuan Definisi dan Pendataan Pulau di Indonesia, Jakarta, 26 Mei 2003.

a) Pulau yang ukuran luasnya kurang atau sama dengan 10.000 km2, dengan jumlah penduduknya kurang atau sama dengan 200.000 orang;
b) Secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang jelas, dan terpencil dari habitat pulau induk sehingga bersifat insular;
c) Mempunyai sejumlah besar jenis endemik dan keanekaragaman yang tipikal dan bernilai tinggi;
d) Daerah tangkapan air (water catchment area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut;
e) Dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat pulau-pulau bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya.



Maksud dan Tujuan
1. Untuk mendorong munculnya kesadaran komunitas pulau kecil (Serang banten, Kepulauan Seribu dan Kepulauan Riau), dan pesisir Pantura atas nasib keberlanjutan hidup mereka pada generasi saat ini dan mendatang pada era perubahan iklim global.kapan air (catchment area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut;


2. Untuk mendorong kesadaran pemerintah, termasuk pemerintah daerah untuk melakukan kampanye untuk menyadarkan masyarakat luas khususnya terhadap remaja-pemuda melalui FGD, Focus Group Discussion atas potensi tenggelamnya pulau-pulau kecil di wilayah Nusantara.


3. Untuk mendorong upaya mencapai pelaksanaaan progresif hak atas kecukupan pangan masyarakat di pulau-pulau kecil (di Kepulauan Seribu, dan kepulauan Riau), dan pesisir Pantura yang mencakup semua hak hidup seperti hak atas keberlanjutan kelestaian lingkungan, hak hidup  sehat, hak untuk memperoleh pendidikan yang baik, dan lain-lain sebagai langkah awal untuk mencapai akses terhadap kecukupan pangan yang mudah dan bergizi – dengan titik berangkat dari komunitas kepada pemda (bottom-up strategy);


4. Meningkatkan kesadaran kritis, kapasitas organisasi lokal dan peran/partisipasi komunitas pulau-pulau kecil (di Kepulauan Seribu, dan kepulauan Riau), dan pesisir Pantura di dalam memperjuangkan hak-hak dan akses kepada sumber pangan mereka – pola intervensi;

5. Mendorong pemerintah (Pemda) untuk mengadopsi hak atas pangan dalam melaksanakan pembangunan daerah dan nasional agar tercipta ketahanan komunitas pulau kecil. 

6. Sebagai media informasi dan komunikasi di dalam meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat tentang hak-hak mereka dan kewajiban-kewajiban pemerintah di dalam memenuhi hak rakyatnya;

7. Memperbaiki sumber pendapatan komunitas sebagai sarana untuk mencapai akses kecukupan pangan yang mudah dan bergizi. 



Output yang Diharapkan:
1. Meningkatnya kesadaran kritis dan kapasitas organisasi lokal serta peran/partisipasi masyarakat (pulau-pulau kecil dan pesisir) dalam memperjuangkan hak-hak dasar (azazi) mereka, termasuk terjaga keutuhan kondisi lingkungan hidup pulau kecil yang peka perubahan berskala besar;

2. Berkembang dan meningkatnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat di dalam meningkatkan SDM komunitas pulau kecil dan pesisir sebagai jalan untuk memperbaiki taraf dan standar kehidupan ke yang lebih baik;

3. Diadopsinya hak atas pangan ini oleh pemerintah dan DPRD setempat ke dalam kerangka hukum dan implementasi kebijakan mereka di dalam renana pembangunan daerah;

4. Terbangunnya tata kelola pemerintahan lokal yang baik, transparan dan akuntabel  sebagai perwujudan dari terapainya pemerintahan yang baik (good governance) yang sensitive lingkungan hidup bagi pulau kecil;

5. Tercapainya pelaksanaan progresif hak atas kecukupan pangan masyarakat di pulau-pulau kecil dan pesisir di 3 provinsi khususnya dan Indonesia pada umumnya;


Metodologi (Plan Action) tidak saya kemukakan di sini. Begitu pula durasi, dan ancar-ancar dananya .Dana hibah sampai saat ini belum diperoleh.



Ciledug `13 Maret 2015.




Lampiran
salah satu kliping tahun 2005 mengenai kerja lapang Biotani Bahari Indonesia


Penanaman Terumbu Karang di Banten Buahkan Hasil
Sumber :  Kapanlagi.com | Kamis, 1 September 2005 09:28


Penanaman Terumbu Karang di Banten Buahkan Hasil
Kapanlagi.com

Merdeka.com - Kapanlagi.com - Terumbu Karang buatan yang ditanam di perairan sebelah utara Pulau Tunda, Serang, Banten pada pertengahan Juli 2005 mulai menampakkan hasil dengan adanya lumut dan plankton yang menempel pada karang buatan tersebut.

"Kita lihat lumut dan plankton sudah mulai menempel di terumbu karang itu, padahal kita perkirakan lumut baru akan muncul pada November mendatang," kata Mohamad Rais dari Biotani Indonesia, LSM yang memfasilitasi pembuatan 14 unit terumbu karang buatan tersebut di Jakarta, Rabu.

Rais yang mengecek langsung terumbu karang buatan atau rumpon tersebut pada Senin sampai Selasa (29-30 Agustus) berharap nantinya akan menarik ikan untuk berkumpul lagi di perairan Pulau Tunda, setelah mulai sekitar 2000 para nelayan daerah tersebut mengeluh makin berkurangnya ikan yang berhasil mereka tangkap.

Pembuatan rumpon tersebut memang atas permintaan nelayan masyarakat di pulau di sebelah utara Kota Serang, Banten, setelah dirasakan ikan makin berkurang karena rusaknya terumbu karang akibat pencemaran oleh sampah dari Jakarta.

"Sekarang memang pendapatan berkurang, bahkan dapat minus kalau melaut," kata Jarot, salah seorang nelayan di Pulau Tunda menggambarkan makin susahnya menjadi nelayan.

Jarot yang juga anggota BPD (Badan Perwakilan Desa) Desa Wargasara, Kecamatan Tirtayasa, Serang itu mengatakan nelayan makin kurang mendapatkan ikan sejak sekitar tahun 2000.

Sementara Abdurrosyid, nelayan lain mengatakan hasil tangkapan ikan berkurang sekitar 40 persen bahkan lebih dibandingkan hasil tangkapan sebelum tahun 2000.

"Selain karena laut belum tercemar, mungkin karena jumlah nelayan dan kapal yang beroperasi masih sedikit, sehingga tangkapan ikan banyak. Itu sekitar tahun 1995-1994," kata Abdurrosyid atau yang lebih akrab dipanggil Rosyid.

Dia mengatakan para nelayan berharap proyek terumbu karang buatan tersebut dapat dibuat lebih banyak, sehingga masa mendatang akan lebih banyak ikan yang terkumpul kembali di perairan Pulau Tunda.

Sedangkan Biotani Indonesia, Riza V Tjahjadi mengatakan pembuatan karang buatan di Pulau Tunda merupakan bagian dari program kerja untuk meningkatkan kapasitas dan advokasi Hak Atas Pangan masyarakat pulau tersebut yang pada bulan Februari-Maret 2004 pernah diterpa situasi rawan pangan.

"Mungkin setelah lebaran besok, kita akan melanjutkan pembuatan terumbu karang sampai kurang lebih 100 unit," ujar Riza mengenai program yang bertujuan untuk menstimulasi nelayan setempat dalam konservasi laut itu. (*/erl)


http://m.merdeka.com/khas/penanaman-terumbu-karang-di-banten-buahkan-hasil-katcghw.html








Program Desa Mandiri Pangan Tak Efektif
Sumber :  Kapanlagi.com | Selasa, 12 Desember 2006 17:07


Program Desa Mandiri Pangan Tak Efektif
Kapanlagi.com

Merdeka.com - Kapanlagi.com - Program Desa Mandiri Pangan yang dicanangkan pemerintah pada 2006 untuk mengatasi kerawanan pangan tidak berjalan efektif di sejumlah pulau-pulau kecil di Indonesia sehingga pemerintah harus mengkaji ulang agar program itu dapat diterapkan di kawasan tersebut.

Direktur Eksekutif organisasi non-pemerintah BioTani, Riza V Tjahjadi di Jakarta, Selasa (12/12/06), mengatakan dari hasil penelitian yang dilakukan pada akhir Juli hingga akhir November 2006 di sembilan pulau kecil yang berada dalam enam provinsi menunjukkan bahwa komunitas masyarakat di kawasan tersebut belum tersentuh program Desa Mandiri Pangan.

"Di sejumlah pulau besar programnya sudah mulai berjalan, tetapi pulau-pulau kecil kerawanan pangan masih terjadi dan program itu belum berjalan. Sebagian besar responden sangat rentan terhadap resiko rawan pangan," katanya di sela-sela presentasi hasil studi BioTani tentang "Ketahanan Pangan Dengan Perspektif Hak Atas Pangan" di Jakarta.

Studi dilakukan pada 339 responden yang tersebar di Pulau Buluh Batam Kepulauan Riau, Pulau Tunda Serang Banten, Pulau Tidung Kepulauan Seribu DKI Jakarta, Pulau Sapudi, Madura Jawa Timur, Pulau Balang Lompo dan Pulau Karanrang di Pangkep Selawesi Selatan, Pulau Talaga, Pulau Makassar, dan Pulau Kabaena di Provinsi Sulawesi Tenggara.

Penelitian mencakup jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan responden, hasil tangkapan dalam melaut, kebiasaan makan dalam sehari, dan jenis makanan yang dikonsumsi.

Dari hasil penelitian itu, sebagian besar responden masih mengalami kerawanan pangan, yang ditandai dengan pengakuan pernah mengalami tidak makan sama sekali dalam satu hari yang dialami 2-3 kali dalam sebulan.

Penyebab utama kekurangan pangan, berdasarkan hasil penelitian itu, antara lain karena rendahnya daya beli masyarakat yang tidak memiliki cukup uang dari hasil melaut.

"Kami meminta pada Badan Ketahanan Pangan Nasional maupun di tingkat provinsi hendaknya mendalami kondisi ketahanan pangan pada komunitas pulau-pulau kecil di Indonesia khususnya dalam konsep desa mandiri pangan," katanya.

Sementara itu di tempat yang sama, Sekretaris Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian, Hermanto, mengatakan program Desa Mandiri Pangan ditargetkan dapat berjalan dengan baik dalam empat tahun. Pada tahun pertama ini (2006-red) ditargetkan kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi sasaran program dapat dibentuk dan menyusun kegiatan dengan metode pemberdayaan masyarakat desa.

Program tersebut, kata Hermanto, meliputi 122 kabupaten yang melibatkan 58 ribu kepala keluarga. Mereka mendapat dana dari pemerintah masing-masing Rp80 juta untuk setiap desa.

"Dana itu sifatnya pancingan saja, pemerintah daerah juga diminta menyediakan dana pendamping 20 persen dari APBD. Diharapkan dana itu bisa digunakan untuk mengembangkan potensi ekonomi di daerah masing-masing," katanya.

Terkait hasil penelitian BioTani tentang tidak berjalannya program itu di sejumlah wilayah, Hermanto mengatakan pihaknya telah meninjau langsung di beberapa provinsi yang menjalankan program tersebutda hasilnya memang berbeda-beda sesuai karakteristik wilayah.

"Program itu baru setahun berjalan, jadi belum tampak hasilnya. Sukses tidaknya program itu juga bergantung dari komitmen pemerintah daerah setempat untuk mendukung dan mendampingi masyarakat dalam menjalankan program dengan bantuan dana pemerintah," demikian kata Hermanto. (*/rit)


http://m.merdeka.com/uang/program-desa-mandiri-pangan-tak-efektif-mszw9yw.html






In the climate change negotiation within UNFCCC COP13 in Bali in the first week of December 2007 the voices of small island community recorded by an Indian journalist of Financial Express, although they were not able to observe due to lack of sponsor. 
“A group of small island communities led by Biotani Indonesia Foundation has urged that the adaptation fund should include a special corpus to cover their initiatives.” (Bali Climate conference has a message for rural community;  

http://www.financialexpress.com/news/Bali-Climate-conference-has-a-message-for-rural -community/251129/0 
ASHOK B SHARMA
Posted online: Monday, December 17, 2007 at 0158 hrs IST)



In commemoration the international Human Right Day 2006 BioTani Indonesia presented result of study, a field survey on Right to Food to 9 islets in 6 provinces, located in Banten, Jakarta, the Riau Islands, East Jawa, South Sulawesi and Southeast Sulawesi, found that people living in small islands still faced food shortages. The study shows, 55 percent of the 339 people interviewed said they had eaten fewer than two meals a day once, while 46 percent said they experienced it two or three times a month. Twenty percent of the respondents said they once had not eaten at all. BioTani's study was conducted in Buluh Batam Island in Riau Islands, Tunda Serang Island in Banten province, Tidung Island in Jakarta, Sapudi Island in East Jawa, Balang Lompo and Kararang Islands in South Sulawesi, plus Talaga Island, Makassar Island, Kabaena Island surround Buton Island in Southeast Sulawesi province. All illustrated the problems food insecurity and communities affected by food scarcity that result from the limited availability of basic public services.    





P
Mitra Biotani yang berada di Pulau Tunda sedang menyiapkan pemasangan rumpon dari daun kelapa 2006 yl.





2. Dataran menengah

Penguatan Hak Garap  Komunitas Lokal di dalam wilayah 
PT Gunung Mas Bogor
Agar terkerangkakan pemanfaatan berkelanjutan bagi pertanian lestari/ berkelanjutan selaras perubahan iklim


Latar belakang
Issu  perubahan iklim muncul ke permukaan di Indonesia semenjak Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Para Pihak tentang Kerangka kerja Perubahan Iklim, COP 13 di Nusa Dua Bali Desember 2007. Ketika itu atmosfernya adalah menelurkan segitiga emas terumbu karang di Asia tenggara, dan disusunnya peta jalan perubahan iklim global. Dalam konteks ini keanekaragaman hayati darat, khususnya dataran menengah dan daerah aliran sungai adalah domain nasional saja – tidak masuk agenda bahasan COP tersebut.

Satu penelitian menunjukkan, bahwa dampak awal dari perubahan iklim pada daratan menengah dan dataran tinggi pegunungan, khususnya wilayah hutan yang tak terusik sama sekali oleh manusia pun akan mengalami berkurangnya mikroorganisma tanah –yang bermigrasi ke arah puncak gunung. Tetapi secara umum dapat dikatakan, bahwa dampak paling nyata dari perubahan iklim adalah semakin tidak menentunya periode musim: kemarau dan penghujan, dan juga semakin rentannya tanaman pangan terhadap musim kemarau yang berkepanjangan.

Duta Besar Perancis Corinne Breuze – yang Negara akan menjadi tuan rumah COP 21 on Climate Change akhir November yad – menulis di di the Jakarta Globe 23 Juli 2015 menyatakan kenaikan air laut akan mengancam terhadap 42 juta jiwa penduduk yang tempat tinggalnya kurang dari 10 meter di permukaan air laut di Indonesia. Tanpa menyebutkan kapan, ia menambahkan, [padahal] dengan adanya kenaikan 50 Cm saja, maka bagian utara Jakarta dan Bekasi sudah tergenang air. 




Pada beberapa kajian menyebutkan naiknya muka air laut di Indonesia merujuk kepada tahun 2030, dan juga 2050 sebagai kenaikan yang nyata. Untuk kepentingan usulan program ini lebih baik dirujuk kepada tahun 2030 supaya tidak terlalu mengawang-awang daya pandang kita. Dengan cara pandang ini akan juga lebih cepat terasakan akan makna strategis lahan dataran menengah ke atas – yaitu sebagai wilayah budidaya tanaman pangan masa depan.
  


Info SDL dan Air

    
Catatan: Sampai sejauh ini dampak dan implikasi sosialnya, termasuk konflik agraria dari potensi tenggelamnya wilayah Pantura Pulau Jawa belum teridentifikasi.


Jarak saling GPS sebagai satu jaringan kerja yang peduli dengan kelestarian dataran menengah, khususnya kaki Gunung Gede Pangrango dan Gunung Salak di Kabupaten Bogor sudah sejak dua tahun terakhir ini tengah sudah berupaya membangun suatu kerangka kerja penghijauan tanah terlantar berupa penanaman sengon-berbagi hasil/manfaat ekonomis, dan menjajaki konservasi air dengan beberapa kegiatan skala mikro  - di antaranya dialog publik mengenai penjajakan terhadap penggarapan rakyat terhadap lahan “tidur”, semi-loka mengenai biopori dan potensinya menyerap air di kaki GPS. Jarak Saling GPS sedang berupaya memperluas wilayah upaya penanaman pohon sengon dengan pola bagi-hasil, dan beberapa kali diskusi bersama komunitas Di samping itu Jarak Saling GPS pun sudah menyiapkan satu usulan untuk mengkaji-coba potensi pertanian lerang di wilayah Gadog Kabupaten Bogor dari hasil observasi lapang terhadap model praktek budidaya tanaman pangan komersial di dua lokasi di Tugu Gandamah, dan Cikereteg Ciawi Bogor pada awal September 2014.



Beberapa kegiatan Jarak Saling GPS - internal, dan publik




Dengan berbasis info ringkas di atas, dan disertai tambahan potensi naiknya muka air laut – dan banyak pulau kecil akan tenggelam – sehingga pada gilirannya telah menyiptakan visi kami Jarak Saling GPS. bahwa tak ada lain lagi selain dataran menengah akan menjadi tumpuan dan sumber kehidupan, dan pangannya manusia di Pulau Jawa. Karenanya Jarak Saling GPS menulis susunan tujuan di bawah ini.


Tujuan
Mengkerangkakan skema pemanfaatan berkelanjutan bagi pertanian lestari/ berkelanjutan selaras perubahan iklim bagi penggarap lahan perkebunan negara


Strategi
1. Pengenalan fungsi litbang [R&D] Rakyat dalam pemanfaatan lahan perkebunan Negara, khususnya di wilayah PT Gunung Mas di Kabupaten Bogor.
2. Pengenalan issu perubahan iklim dan dampaknya bagi pertanian di dataran menengah [adapun soal potensi dampak situasi dan dinamika/ konflik sosial pergeseran komunitas dataran rendah ke dataran menengah, juga pengalihan pembangunan nasional ke dataran menengah, potensi konflik agraria belum akan disinggung].
3. Uji coba pengayaan keanekaragaman hayati sekaligus mencegah monokulturisasi dalam praktek pertanian di wilayah garapan komunitas lokal di dalam areal PT Gunung Mas di Kabupaten Bogor.


Keluaran/Output
1. Dialog Publik dengan cakupan teknis pengusahaan budidaya, dan partisipasi komunitas terhadap [skala] ekonomi keluarganya yang ekologis.
2. Penyusunan kerangka komitmen R&D rakyat  atau Litbang Rakyat lokal antara PT Gunung Mas dan Jarak Saling GPS
3. Pelatihan mengenal Perubahan iklim dan dampaknya bagi pertanian pangan di dataran menengah/ kaki gunung, dan dilanjutkan dengan pengenalan prinsip dan norma keberlanjutan dalam pertanian/ peternakan/ perikanan darat Jawa Barat, supaya cinta melestarikan tanah tidak mudah kalah oleh transaksi jual-beli tanah. 
4. Uji coba lapang
5. Semiloka mengenai proses dan hasil
6. Diseminasi terbatas kepada komunitas dan para pihak mengenai proses dan hasil


Lokasi 
Di wilayah PTP Gunung Mas, di mana Jarak Saling GPS akan berperan sebagai R&D-nya rakyat dalam upaya konservasi air, dan upaya pelestarian keanekaragaman hayati pertanian tanaman pangan (agrobiodiversity farming system).

Metodologi (Plan Action) tidak saya kemukakan di sini. Begitu pula durasi, dan ancar-ancar dananya. Dana hibah sampai saat ini belum diperoleh.




Penulis menyajikan gagasan tentang alternatif terhadap perubahan iklim bagi dataran menengah di kantor Redaksi Harian Sinar Harapan Rabu 29 Juli 2015 yl.



Ciledug 28 Juli 2015.







---o0o--

Tidak ada komentar:

Arsip Blog