Rabu, 15 Maret 2017

Studi Pengembangan Model Kepariwisataan Berkelanjutan di Kep. Seribu Usulkan Satu Badan Manajemen Tujuan Wisata






Studi Pengembangan Model Kepariwisataan Berkelanjutan di Kep. Seribu Usulkan Satu Badan Manajemen Tujuan Wisata


 
Rangkuman oleh: Riza V. Tjahjadi
(biotani@gmail.com @RizaVT)

Walhi Jakarta/ Biotani Bahari Indonesia

 


Mengusulkan suatu organisasi yang sudah terlebih dahulu dibentuk pemerintah..! Apakah bisa diaplikasikan jika hal ini adalah hasil riset?

Nah... itu situasinya adalah Menara gading, sungguh... Pada titik ini ada ketidaktahuan dan tidak tahu dalam proses riset tentang strategi Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan (Sustainainable Tourism) Kawasan Wisata Kepulauan Seribu sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional tetapi mengusulkan adanya atau pembentukan
suatu manajemen pengelolaan pariwisata. Itulah kesan saya ketika saya mendapatkan informasi bahwa pemerintah sudah membentuk tata kelola kepariwisataan (DMO) beberapa bulan sebelum riset berjalan, sementara dalam proses riset tidak tahu dan juga tidak mendapat pengetahuan akan adanya DMO dari Pemrov khususnya Dinas Pariwisata DKI Jakarta. Dari sisi metodologis,riset ini tidak mengamati/ menyimak/ memantau berbagai informasi dari tataran pemerintah pusat terkait kepariwisataan di Kepulauan Seribu, sehingga terjadi karakter menara gading.

Simaklah kutipan saya mengenai informasi tentang DMO yang telah dibentuk pemerintah:

 
Kementerian Pariwisata Republik Indonesia (RI) membentuk kelompok Destination Management Organization (DMO) bagi masyarakat maupun pelaku jasa wisata di 6 kelurahan, di Ruang Pola Gedung Kabupaten, Pulau Pramuka, Kecamatan Seribu Utara, Rabu (04/11/2015).

Torang Nasution Sekretaris DMO Pusat Kementerian Pariwisata menuturkan, program tata kelola destinasi pariwisata khususnya di Kepulauan Seribu baru kita mulai tahun 2015 ini diharapkan program  tersebut bisa berlanjut sampai tahun 2019.
[...]






Torang menuturkan untuk 9 destinasi termasuk kepulauanSeribu tergabung di Morotai, Menjangan, Blitung, Muaro Jambi dan lainnya.
"Ini merupakan pertemuan kedua terkait program DMO, kita  memberikan pemahaman dan mensosialisasikan apa sih DMO dan pentingnya DMO bagi masyarakat maupun industri dan pemerintah daerah," terangnya.


 
Tujuannya, sambung Torang, ya itu, agar destinasi pariwisata  yang ada di Kepulauan Seribu dapat berdaya saing mempunyai ketertarikan yang kuat dan nilai yang berkelanjutan serta berkeadilan bagi masyarakat setempat.




"Khususnya masyarakat yang terlibat dalam kepariwisataan maupun yang tidak terlibat," tandasnya.


 
dst (http://beritapulauseribu.com/bpsc/berita-kementerian-pariwisata-bentuk-dmo-kepulauan-seribu.html#.WMpX6zf-sW4)


Nah...Terlepas dari ketidak tahuan dan karakter menara gading, dan bagaimana hal ini akan disikapi oleh para pihak oleh akademisi STP Sahid dan juga di sisi pemerintah, maka ada baiknya saya kemukakan saja dulu naskah usulan dari hasil temuan lapang pada riset kolaboratif STP Sahid dan Walhi Jakarta.


 



Riset Sekolah Tinggi Pariwisata Sahid yang bermitra dengan Walhi Jakarta telah berakhir dengan seminar dengan bertajuk Strategi Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan (Sustainainable Tourism) Kawasan Wisata Kepulauan Seribu Sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional pada 13 Maret 2017. Riset ini mengambil lokasi di Pulau Pramuka, Pulau Panggang, Pulau Tidung, Pulau Pari, dan Pulau Bidadari. Ada tiga tahapan dalam riset ini, yaitu penyusunan profil Kepulauan Seribu, penetapan model strategi pengembangan pariwisata berkelanjutan di kawasan wisata Kepulauan Seribu, dan penyusunan tata kelola DMO yang terdiri dari [a] kebijakan pengembangan [b] rencana aksi (action plan), [c] indikator perencanaan dan [d] sistem monitoring dan evaluasi.

DMO, Destination Management Organization merupakan pendirian dan pemeliharaan sebuah struktur dan proses kolaboratif untuk mengelola kepariwiataan secara berkelanjutan secara lintas pelaku/ organisasi pada suatu tujuan wisata, meliputi pemerintah, bisnis/ industri dan komunitas. Keterlibatan para pemangku kepentingan yang memegang peranan kunci dalam pengambilan keputusan perlu dibarengi dengan peningkatan kapasitas masing-masing dalam mendukung praktek sustainable tourism (Dewi, 2011:13).




Siap menuju Pulau Pramuka dari Pelabuhan Marina Ancol 3 Mei 2016



Bentuk kelembagaan DMO di Kawasan wisata Kep. Seribu yang diusulkan adalah berbentuk Forum Tata Kelola Pariwisata (FTKP). Forum ini adalah sebuah konsorsium pemangku kepentingan aktif di destinasi pariwisata yang terdiri dari eleman masyarakat, industri, akademisi, dan Pemerintah yang secara bersama-sama berkolaborasi dalam pembangunan kepariwisataan berkelanjutan di destinasi KWK Kep. Seribu untuk mencapai tujuan bersama, yang tetap menjaga otonomi dari masing-masing pemangku kepentingan.


Kantor Suku Dinas Pariwisata di Pulau Pramuka (atas), dan bersama satu tokoh masyarakat di Pulau panggang (tengah dan bawah) 3 Mei 2016


FTKP yang akan diimplementasikan adalah manajemen destinasi berskala lokal. tata kelola yang dibentuk berdasarkan para pemangku kepentingan yang ada di KWP Kep. Seribu yang terdiri dari para pihak yang ada di kelurahan, kecamatan, kabupaten yang berada di bawah pemerintahan Kabupaten Administratif Kep. Seribu.

Tata aturan forum ini dikukuhkan dalam AD/ART. Eksistensi FTKP sudah semestinya dimotori oleh kelompok kerja lokal dengan melibatkan peran serta dan koordinasi antar pihak yang terlibat pembangunan dan pengembangan pariwisata berkelanjutan di KWP Kep. Seribu. Dalam strukturnya FTKP terdiri dari [1] Kelompok Kerja Lokal (Local Working Group), berfungsi sebagai focal point dan bertujuan untuk mengelola pariwisata secar efektif, menjalin kerjsama lebih erat di antara para pihak berkepentingan [2] Komisi, melaksanakan program-program pembangunan terkait dengan bidannya, yaitu Komsi Etika, Komisi Lingkungan, Komisi Ekonomi, Komisi Sumberdaya Manusiam dan Komisi lainnya sesuai dengan kebutuhan [3] Kelompok Kerja (Pokja), yang merupakan satuan kerja ad hoc yang dibentuk FTKP untuk melaksanakan program-program spesifik dalam waktu tertentu sesuai kebutuhan destinasi.





Dalam rangka melaksanakan pembentukan dan pengembangan FTKP secara komprehensif  diperlukan fungsi-fungsi pokok yang dikerjakan oleh Tim FTKP yaitu [1] melakukan koordinasi, kemitraan, dan jejaring. [2] melakukan konsultasi dan advokasi [3] Melakukan pembenahan fasilitas standar layanan berdasarkan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan [4] melakukan riset [5] meningkatkan pemberdayaan dan partisipasi masyarakat [6] menciptakan, melahirkan dan meningkatkan kapasitas champion lokal dan manajemen dstinasi yang profesional. [7] Mendorong penerapan nilai lokal dan kandungan lokalitas dalam pembangunan destinasi pariwisata berkelanjutan [8] menyelenggarakan pemasaran yang bertanggungjawab [9] melakukan promosi pariwisata berkelanjutan [10] melakukan survei kualitas layanan [11] melakukan penyusunan program-program inovasi dan [12] menerapkan krisis manajemen destinasi serta [13] melakukan monitoring dan evaluasi.

Sumber pembiayaan program FTKP sebaiknya tidfak bergantung kepada dana pemerintah saja, artinya sebnaiknya tidak menjadikan dana pemerintah sebagai satu-satunya sumber pembiayaan DMO/ Agar kelak tidak menghambat implementasi program-program DMO yang telah diterapkan, sebaiknya sumber dana berasal dari [1] Pemerintah (Kemnterian, APBD, Provinsi/ Kabupaten) [2] sumber lainnya (swasta, masyaralat) dan [3] dana mandiri.

Elemen penting keberhasilan DMO, khususnya dalam pengawasan pelaksanaan operasional sehari-hari adalah dibentuknya tim audit independen. Ditilik dari keanggotaannya tim audit adalah perwakilan dari masing-masing elemen anggota. Tugas dan tanggungjawab tim audit meliputi: [1] mendorong terbentuknya struktur sistem dan monitoring yang memadai [2] memberdayakan audit sistem dan monitoring [3] meningkatkan kualitas laporan.

Dalam pelaksanaan tata kelola pariwisata berkelanjutan adalah penting bagi FTKP melakukan pentahapan  dengan cermat berdasarkan analisis atas situasi dan kondisi kawasan, dan tingkat kesiapan, sehingga penerapan tata kelola dapat berjalan lancar dan mendapatkan dukungan dari seluruh pihak yang berkepentingan di dalam FTKP.

Pada akhirnya pendirian FTKP di KWP Kep. Seribu dengan mempraktekkan tata kelola pariwisata berkelanjutan diharapkan akan mampu menciptakan segmen pasar pariwisata yang bertanggungjawab yang meliputi: penciptaan brand destinasi yang berkelanjutan, dan memastikan delivery produk wisata yang menjamin hak-hak wisatawan, memberi manfaat ekonomi pada masyarakat lokal, dan melindungi sumber daya budaya dan lingkungan. Pemasaran pariwisata yang bertanggungjawab mempunyai peran yang signifikan dalam mengangkat competitive advantage kepariwisataan Indonesia secara berkelanjutan, yang pada gilirannya akan menopang pembangunan nasional secara berkelanjutan.
(Sumber: Naskah Seminar Riset Pembangunan Indonesia, Strategi Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan (Sustainainable Tourism) Kawasan Wisata Kepulauan Seribu Sebagai Kawasan Strategis Pariwisata Nasional oleh Dr. Yohanes Sulistyadi, MPd, Drs. Bernard Hasibuan, MMSI, Phd dan Fauziah Eddyono, SE, MM. 13 Maret 2017).


Dua kategori pulau terkait destinasi wisatawan
Pariwisata di Kepulauan Seribu DKI Jakarta terbagi ke dalam dua kategori menurut ada-tidaknya penghuni, yaitu: Pulau Pemukiman (Home Stay) dan Pulau Resort Wisata.

Pulau pemukiman:
1. Pulau Untung Jawa
2. Pulau Tidung
3. Pulau Pramuka
4. Pulau Kelapa
5. Pulau harapan
6. Pulau Pari.

Pulau Resort Wisata:
1. Pulau Bidadari
2. pulau Ayer
3. Pulau Sepa
4. Pulau Pantara
5. PulauPutri
6. Pulau Macan
7. Pulau Pelangi.
(Publik Info, Selamat Idul Adha 2016. Polres Kep. 1000).




                                 Tim riset bersiap presentasi proposal riset ke LPDP 
                                di Ged. Kemenko Perekonominan 2 September 2015




                 Focus Group Discussion di Ruang Indonesia-Tiongkok Apt. sahid 19 Agustus 
                 2016. Tim Walhi Jakarta (bawah).


  Kegiatan akhir riset. FGD (10 Maret 2017) dan Seminar (13 Maret 2017)







Kepulauan Seribu adalah salah satu dari sepuluh (10) Kawasan Strategis Pariwisata Nasional yang ditetapkan oleh pemerintah pada 2016 silam. Kepulauan Seribu menjadi salah satu kawasan strategis dimaksudkan untuk mengurangi arus wisatawan yang menuju ke kawasan Puncak Bogor (Prof. Yuwono, 10 Maret 2017). tetapi mampu tidaknya pengurangan arus  wisatawan ke kawasan Puncak menjadi ke Kepulauan Seribu adalah bertautan dengan selera pada diri pelancong (Hasibuan 13 Maret 2017).



Pada sisi lain sejak September 2016 saya secara personal sedang mengembangkan kepariwisataan bahari berbasis rakyat, sebagaimana terpampang pada ilustrasi di bawah. Yaitu mendiskusikannya secara dikotomis pariwisata pada pulau berpenghuni dan pulau tak berpenghuni bersama warga Pulau Pari. Bertajuk: Pariwisata Pulau kecil Berkelanjutan Dalam cakupan Pariwisata Berkelanjutan









            


   Mengenalkan kerangka kerja kepariwisataan berkelanjutan berbasis 
                masyarakat di pulau kecil; bersama warga Pulau Pari 9 September 2016






Ringkasnya saya uraikan di bawah
Pariwisata berkelanjutan pada akhirnya masuk pula dalam pemikiran akademis di Indonesia. Kata berkelanjutan pada awalnya sering diucapkan, dan diproyek atau diprogramkan dalam berbagai skala kecil oleh kalangan ornop. Sebut saja: pertanian berkelanjutan yang mulai dijargonkan dan diadopsi oleh kalangan ornop pada jelang akhir 1990-an silam. Ada Seasan, the Southeast Asia Sustainable Agriculture Network… dst.

Di kalangan pemerintah sepanjang yang saya ketahui sudah mulai berulang kata berkelanjutan dinyatakan; di sisi global kata berkelanjutan dalam khazanah pembangunan sudah menjadi adopsi di lingkup Perserikatan Bangsa-Bangsa, PBB sejak 2015 yang lalu – dengan kata SDG, Sustainable Development Goal, sebagai kelanjutan MDG. Karenanya pariwisata berkelanjutan dapat diperbesar atau diperkecil lingkup atau cakupannya sesuai gagasan para peminat atau pengembang kepariwisataan. Keberlanjutan mensyaratkan adanya partisipasi. Partisipasi di sini adalah partisipasi dalam bentuk keterlibatan total dalam siklus dari ide, perencanaan, pelaksanaan, Kendali dan evaluasi, dan kembali ke perencanaan berikutnya, dst. Dalam konteks operasional maka dapat dipadankan dengan nama komunitas, dan dalam cakupan diskusi di sini adalah pariwisata berbasis komunitas. Maksudnya, pariwisata yang sejak dininya/ awalnya ditelurkan dan dikembangbiakkan oleh komunitas, termasuk juga kendali dan juga penyempurnaannya.


Pengertian pulau kecil
Pengertian pulau kecil menurut Undang-Undang  27 Tahun 2007 adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 Km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan ekosistemnya.  Di samping kriteria utama tersebut, beberapa karakteristik  pulau-pulau kecil adalah secara ekologis terpisah dari pulau induknya (mainland island), memiliki batas fisik yang  jelas  dan  terpencil  dari  habitat  pulau  induk,  sehingga  bersifat  insular;  mempunyai sejumlah  besar jenis endemik  dan keanekaragaman  yang tipikal dan bernilai tinggi; tidak mampu mempengaruhi  hidroklimat;  memiliki daerah tangkapan  air (catchment  area) relatif kecil sehingga sebagian besar aliran air permukaan dan sedimen masuk ke laut serta dari segi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat  pulau-pulau  kecil bersifat khas dibandingkan dengan pulau induknya(KKP, 2012; lihat: Direktorat Pendayagunaan Pulau-Pulau Kecil. Ditjen Pengelolaan Ruang Laut, Kementerian Kelautan dan Perikanan 2012).



Dalam konteks pariwisata terdapat dua tipe yaitu pulau kecil tidak berpenghuni dan pulau kecil berpenghuni. Dalam pengembangan pariwisata terdapat Rencana yang dibuat oleh Pemerintah setempat maupun rencana nasional: yang dalam konteks partisipasi dapat dikatakan bahwa sifatnya Konvensional, dan Top-down?  Hal serupa terjadi pula di pulau kecil berpenghuni. Pulau kecil tak berpenghuni populernya disebut sebagai resor; di Kabupaten Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta terdapat 7 buah resor.


Rencana pemerintah mengenai kepariwisataan suatu lokasi tertentu biasanya berjangka waktu pendek, dan menengah. Tetapi ada saja yang dipandang tidak mengakomodasi hal baru, atau tidak mengedepankan suatu potensi. Nah, kondisi semacam ini yang memunculkan ide atau gagasan dari komunitas, atau dari orang luar yang ingin mengembangkan suatu potensi yang tidak teridentifikasi dengan baik oleh pemerintah, maupun dalam rencana pemerintah.


Selain itu saya menyatakan tidak perlu ada konsep carrying  capacity pada destinasi wisata dalam konteks turisme berdurasi singkat  sebagaimana yang menjadi karakter kepariwisataan di Kep. Seribu.

Dalam pengembangan pariwisata berbasis masyarakat dalam konteks wisata berdurasi singkat di pulau kecil berpenghuni ialah terdapat prasyarat, yaitu: Pengakuan Hak atas Tanah. Tanpa terpenuhi prasyarat ini, maka keberlanjutan atau sustainability kepariwisataan tidak akan panjang. Lebih lanjut, syarat ialah adanya zonasi, pembagian kewilayahan wisata di luasan lahan pulau kecil berpenghuni. Karena sangat mungkin masyarakat atau komunitas di pulau berpenghuni ini hanya akan menjadi pekerja di tanahnya sendiri - yang jelas tanpa daya tidak dapat mengembangkan inisiatif, juga akses, dan kendali atas dinamika kepariwisataan di pulau kecil itu, manakala prasyarat dan syarat minimal tidak terpenuhi.

Nah, begitulah singkatnya pengembangan konsep dan kerangka kerja implementasi kepariwisataan berkelanjutan pada pulau kecil berpenghuni.








Lihat juga:



https://www.slideshare.net/biotani/studi-pengembangan-model-kepariwisataan-berkelanjutan-di-73204451

juga

Carrying Capacity tak diperlukan dalam pariwisata [berkelanjutan] berdurasi singkat di pulau kecil





Ciledug, Tangerang 15 Maret 2017




Lampiran

Sepuluh Destinasi Wisata Prioritas di Indonesia

“Akhirnya bersama Kemko Kemaritiman kita tetapkan 10 destinasi yang kita akselerasi,” kata Arief dalam konferensi pers di kantor presiden, Jakarta, Kamis (15/10).
10 destinasi prioritas tersebut adalah, adalah Borobudur, Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Bromo-Tengger-Semeru (Jawa Timur), Kepulauan seribu (Jakarta), Toba (Sumatera Utara), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), Tanjung Lesung (Banten), Morotai (Maluku Utara), dan Tanjung Klayang (Belitung).
“Dan kita harapkan tahun 2016 itu sudah bisa dimulai menjadi awal destinasi-destinasi yang baru kita revitalisasi,” kata dia.
Pada tahun 2017 menurut Arief Yahya akan ada pembangunan yang lebih banyak untuk destinasi pariwisata di Indonesia.
(Berita satu 15 Oktober 2015: Pemerintah Programkan 10 Destinasi Wisata Prioritas di Indonesia)







---o0o---



1 komentar:

Amisha mengatakan...

Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

Arsip Blog