Rabu, 15 Mei 2019

Tinjauan terhadap SNI Produk tas Belanja Plastik; Jauhkan ego sektoral




Tinjauan terhadap SNI Produk tas Belanja Plastik; 

Jauhkan ego sektoral Tapi Salinglah Mengisi


0leh: Riza V. Tjahjadi


Sederet konvensi terkait lingkungan hidup yang sudah lama terundangkan digunakan kembali khusus untuk mengendalikan sampah plastik. Konvensi Stockholm mengenai, polutan organik yang awet (POPs). Rotterdam Convention dan Konvensi Basel Yang oertama adalah dimaksudkan untuk mencegah plastik yang terkontaminasi oleh senyawa yang termasuk dalam POPs. Yang kedua dan ketiga adalah soal perlintasan antar negara sampah plastrik; khususnya PIC, Prior Informed Consent on hazardous chemicals and pesticides pada Rotterdam Convention dan juga mewaspadai cemaran merkuri.

Itu adalah latar belakang internasional, yang baru dirangkum kembali sebagai kesepakatan PBB, melalui UNEA belum lama ini untuk menanggulangi sampah plastik. Tiga kovensi itu digunakan pemerintah RI dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Sampah (PS) di Ditjen PLSB3 KLHK, yang diutarakan oleh Novrizal Tahar, direktur PS KLHK sebagai pembicara utama mewakili pemerintah dalam Rapat Tinjauan terhadap SNI Produk Tas Belanja Plastik yang diselenggarakan oleh Pusat Standarisasi Lingkungan dan Kehutanan di Ruang Rimbawan 2 Manggala Wanabhakti Jakarta pada Selasa 14 Mei 2019.


Tiga konvensi internasional tersebut sebagai kesepakatan terbaru PBB yangmengikat (legally binding) bagi Negara anggotanya, karenanya mengenai sampah plastik yang semrawut masuk ke Indonesia akan mulai ditertibkan masyarakat internasional melalui adanya mekanisme notifikasi antar Negara pengekspor dan Negara yang akan menerima barang haram itu.

Catatan saya (RVT) Sebetulnya jika pembahasan tiga konvensi internasional itu dikombinasikan dengan aturan kebijakan pemerintah RI, khususnya pada Perpres No. 83 tahun 2018 tentang Penangangan Sampah Laut, maka makin cantiklah pencegahan masuknya sampah impor.



Lebih lanjut Novrizal Tahar menyatakan dalam hal SNI EKOLABEL TAS BELANJA, maka:
• Perlu meninjau SNI setelah dua tahun penerapan dan adanya perkembangan kondisi lingkungan di dalam negeri juga kesepakatan internasional:
• Isu marine litter & microplastics yang menjadi perhatian khusus dunia internasional perlu menjadi pertimbangan dilakukan review karena salah satu sumber utama marine litter & microplastics adalah jenis tas belanja yang diatur dalam SNI
• Pada sisi penerapan SNI tidak memperhitungkan dampak lingkungan setelah purna pakai (post consumer) dan pada saat disusun belum memperhatikan resiko marine debris dan mikroplastic.
• Kedepan, pemberian ekolabel pada kantong belanja diharapkan juga mempertimbangkan pemenuhan kriteria sesuai dengan peraturan perlindungan lingkungan yang berlaku.
• Dalam konteks produk kantong belanja, para produsen harus bertanggungjawab terhadap sampah produknya pada saat selesai digunakan dengan mempunyai mekanisme daur ulang dan pemberian informasi yang lebih jelas kepada konsumen seperti info pendaurulangan, tahun produksi serta pemberian warna untuk membedakan bahan dan penanganan sampahnya setelah purna pakai.

Lebih lanjut mengenai perlunya pemberian kode pada plastik, Novriza Tahar menyatakan Coding digunakan untuk memudahkan sistem di hilir nya, dan ini merupakan sarana edukasi bagi konsumen. Kantong plastik yang dijadikan kantong sampah karena tidak ada edukasi, dan akhirnya masuk ke TPA. Maka perlu dibangun suatu sistem tempat sampah tersendiri sehingga kantong sampah dapat terdegradasi di TPA.


Dengan acuan itu maka itulah yang sudah semestinya posisi pemerintah melakukan pengaturan soal sampah plastik dengan meluncur kepada mutu/ kualitas plastik yang kerap menjadi sampah, yaitu kantung belanja plastik, Karena ancangannya adalah komitmen bersama yang ditelurkan sebagai keputusan PBB; bukan (hanya) merujuk kepada kasak-kusuk atau lobby Eropa yang dalam tiga terakhir ini berupaya untuk menenggelamkan plastik berjenis Oxium/ oxo dalam perdagangan plastik di Indonesia. Lobby itu sekaligus menggembar-gemborkan konsep praktis Ekonomi Sirkular alias proses daur-ulang terus-menerus, sehingga nampak sejalan dengan merujuk kepada gagasan direktur PS sebelumnya, R. Soedirman yang dalam makalahnya bertajuk Pengurangan sampah Kantong belanja plastik dengan memperhatikan prinsip Circular Economy (ND) menyatakan kebijakan pengurangan sampah plastik, di antaranya, yaitu semua kantong belanja plastik harus dapat diaur-ulang (yang sejalan dengan prinsip circular economy) dan dicegah masuk TPA. Untuk memastikannya sampah kantong belanja plastik maka perlu diterapkan penarikan kembali (take back) oleh Pelaku usaha sebagaimana diatur pada Pasal 13 pada PP No, 81 Tahun 2012 tentang pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sejenis Rumah Tangga.

Novrizal Tahar mengenai penerapan kode dan memberikan pewarnaan terhadap kantong plastik dimaksudkan untuk memberi informasi kepada masyarakat tentang jenis-jenis plastik dan kualitasnya dalam konteks mudah terurai, atau jenis yang “ramah lingkungan”. Namun terhadap keberatan soal pewarnaan dari peserta rapat, maka Novrizal Tahar mengatakan justru itu untuk menuntun yang edukatif terhadap konsumen.


Standar-standar dalam pengelolaan sampah plastik
Dukungan Standardisasi dalam Pengelolaan Sampah Plastik menurut Noer Adi Wardojo, Kepala Pusat Standarisasi Lingkungan dan Kehutanan meliputi beberapa hal, yaitu:

• Inovasi Produk melalui perangkat standar ekolabel:
1. SNI 7188.7:2016, Kriteria Ekolabel Produk Tas Belanja Plastik dan Bioplastik Mudah Terurai
2. SNI 7188-11:2018, Kriteria Ekolabel Produk Tas Belanja Plastik berbahan daur ulang
3. Klaim Aspek Lingkungan Spesifik (Ekolabel Swadeklarasi)

• Standar Pengelolaan
1.Standar Pelayanan Masyarakat di Fasilitas Publik (Permen LHK No. P.90/2016)
2.Peta Sinkronisasi antara penghasil dan pemanfaat plastik
3.Pengembangan standar experiencetial (Standar X)

• Teknologi Pengelolaan Sampah Plastik: Incenerator, dsb.

Catatan: Permen LHK No. P.90/2016 Pasal 6 Ayat 2
Fasilitas publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain:
a. pasar rakyat;
b. pusat perbelanjaan;
c. pariwisata alam;
d. fasilitas rekreasi/olah raga/taman kota;
e. tempat peribadatan;
f. terminal/rest area/stasiun/bandara/pelabuhan;
g. sarana pendidikan;
h. perkantoran;
i. fasilitas event/pertemuan/MICE; atau
j. rusunawa.

Pengelolaan sampah dalam peraturan menteri ini asalah salah satu dari empat butir yang dikategorikan ke dalam komponen generik. Komponen sibtansi teknis pengelolaan sampah, yaitu: Pewadahan sampah, Pemilahan sampah, Pengangkutan sampah dan Pengumpulan sampah.

Pada pokoknya dalam komponen generik, Pengelola Fasilitas melakukan pemantauan dan evaluasi serta perbaikan secara berkelanjutan terhadap penerapan SPM.

Dalam hal penerapan dan penilaian terhadap Standar Pelayanan Masyarakat (SPM) pada fasilitas publik, peraturan menteri ini di antaranya dicantumkan:
(3) Penerapan SPM oleh pengelola fasilitas publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat menjadi bagian dari aksi pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dan aksi Pengendalian Perubahan Iklim di daerah.
(4) Penerapan SPM oleh pengelola fasilitas publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, dapat dilaksanakan secara bertahap dan berkelanjutan.

(5) Pada saat awal penerapan SPM, pengelola fasilitas publik melakukan deklarasi komitmen yang disampaikan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota dan masyarakat pengguna fasilitas publik.


Oxo untuk tropis
Oxo adalah jawaban yang berkesesuaian dengan kondisi dan situasi tropis; hasil karya anak bangsa. Tommy Tjiptadjaja, atas nama Tirta Marta/ Greenhope dalam salah satu bagian presentasinya jelas-tegas menunjuk bahwa Oxo itu berkeseuaian dengan UU No.18 tentang Pengelolaan Sampah tahun 2008 (Ref Pengurangan sampah pada Pasal 20 Ayat 3 dan beberapa peraturan terkait di bawahnya).
Lebih dari itu Tommy memberika jawaban lugas teliti terkait beberapa pertanyaan kritis, Contohnya: Benarkah Oxobiodegradable plastic menyebabkan terjadinya microplastic? Mana lebih bahaya – macroplastic atau microplastic? Benarkah Oxobiodegradable plastic tidak bisa direcycle, sulit dalam pemisahan/pemilahan plastik? Sudah dibuktikan juga secara terbuka di Solo, Jawa Tengah dst. 





Pada bagian akhir, Tommy menyampaikan Masukan untuk SNI 7188 di dalam konteks oxo-biodegradable
•ASTM 6954, standar dunia yang terbaru untuk test oxidation-biodegradation. Roadmap yang jelas dari oxo-bio plastik menjadi terurai secara aman
1.Oxidation test
2.Biodegradation test
3.Ecotoxicity test

Daur Ulang Pasrah?
Giliran pembicara yang bercelana koboi berpresentasi, yang mewakili asosiasi daur ulang plastik tampak dia sesekali membenarkan soal keefektifan oxo tetapi tak lupa menyentil apa yang dipandangnya kelemahan oxo - sebagaimana biasanya dilakukannya di salah satu grup WA. Namun semakin lama dia berbicara mengenai berbagai persoalan industri daur ulang plastik, termasuk berdikotomis dalam daur ulang yaitu LDU, layak daur ulang dan BDU, bisa daur ulang, maka semakin nampak jelas bahwa industri ini pasrah terhadap keputusan pemerintah terhadap apa yang dipandangnya sebagai dilemma. Yaitu hanya sebagai penggembira dalam upaya pengurangan sampah plastik, ataukah sebagai salah satu aktor yang dibutuhkan oleh pemerintah. Namun ia pun mengharapkan kemungkinan adanya subsidi maupun kemudahan dari pemerintah.

Oh ya, dalam sessi sebelumnya, ketua asosiasi daur ulang meminta agar diadakannya tarif transportasi sampah plastik di luar Jawa yang dapat memberikan nilai keekonomian sampah plastik jika dikirim untuk daur ulang ke Jawa. Tetapi dalam konteks komponen daur ulang sampah plastik dalam penyusunan SNI Daur Ulang Plastik, dalam rapat Tinjauan terhadap dua SNI sejauh yang maksimal diusulkan oleh wakil-wakil pelaku usaha daur ulang adalah angka 70 persen; tak ada yang berani mengusulkan kepada angka 100 persen. Plastik ori, biji plastik sebagai penetral bau pada plastic daur ulang dapat dikurangi.
Di atas sermua itu, tampak bahwa bulan puasa disadarinya sehingga saran Kepala Pusat Standarisasi Lingkungan dan kehutanan, Noer Adi Wardoyo, agar diskusi berjalan dengan kepala dingin oleh para pihak terwujud.

Dari contoh hanya dua penyaji subyek: oxo dan daur ulang, maka dapat ditanyakan: Semua happy?



Semoga proses yang sedang berjalan ini tetap demikian dan saling respek adalah kunci dalam diskusi-diskusi dan pengambilan keputusan di rapat-rapat lanjutannya, diusulkan setelah Idul Fitri oleh Kepala Pusat Standarisasi Lingkungan dan kehutanan. Ia pun berharap pada waktu mendatang agar semua pihak pun mau berkontribusi dalam diskusi pada dua SNI termaksud. Hendaknya ego sektoral dibuang jauh-jauh oleh semua pihak.


Sekilas latar belakang tinjauan per-SNI-an: 
Penyusunan SNI 7188.7:2016 Kriteria Ekolabel – Bagian 7: Kategori Produk Tas Belanja Plastik dan Bioplastik Mudah Terurai dan SNI 7188-11:2016 Kriteria Ekolabel – Bagian 11: Kategori Produk Tas Belanja Plastik Berbahan Daur Ulang bertujuan untuk mendorong inovasi pengembangan teknologi plastik ramah lingkungan, juga untuk mendorong praktek circular economy di masyarakat sekaligus melakukan edukasi masyarakat mengenai penggunaan produk ramah lingkungan dan bagaimana produk tersebut dikelola setelah dikonsumsi (post consumption). Informasi dari produsen dicantumkan pada produk TBP dalam bentuk logo Ekolabel (Tipe 1 dan Tipe 2). Berdasarkan SNI tersebut, produk Tas Belanja Plastik (TBP) dapat dikelompokkan berdasarkan material yang digunakan dan penanganan pasca konsumsi (end-of-life), yaitu:

Kelompok 1: TBP berbahan baku konvensional + aditif yang mempercepat penguraian TBP di media lingkungan. Kinerja aspek lingkungan dari produk ini adalah mudah terurai (biodegradable), sehingga end-of-life produk dapat secara landfill maupun incenerator.
Kelompok 2: TBP berbahan baku nabati (biomaterial) yang mudah terurai secara biologi (biodegradable), sehingga end-of-life produk dapat digabungkan dengan sampah organic lainnya untuk dibuat kompos;
Kelompok 3: TBP berbahan baku dari plastik hasil daur ulang. Kinerja aspek lingkungan dari produk ini adalah dapat didaur ulang, sehingga end-of-life harus diguna ulang dan didaur ulang.

Masing-masing kelompok telah dilengkapi oleh kriteria dan pengujiannya. Penerapan SNI tersebut bersifat terbuka bagi seluruh pihak produsen plastik, asalkan memenuhi kriteria teknis yang ditetapkan, sehingga kompetisi di lapangan berlangsung secara sehat.

Sampai saat ini, SNI tersebut sudah dapat dipenuhi dan disediakan oleh produsen dalam negeri termasuk perangkat penerapan standar seperti penilaian kesesuaian, metode dan lembaga pengujian. Daftar produk TBP yang telah memenuhi kriteria disediakan sebagai informasi publik di website KLHK: http://standardisasi.menlhk.go.id.

Adapun tujuan review itu, yaitu
a. Mendapatkan masukan mengenai kriteria teknis dan pengujian untuk masing-masing kelompok bahan baku sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
b. Mendapatkan informasi mengenai kinerja aspek lingkungan dari masing-masing kelompok bahan baku.
c. Identifikasi diversifiasi produk plastik dengan mempertimbangkan bahan baku plastik dan kinerja aspek lingkungannya.
d. Membahas ketentuan peralihan transisi dari penerapan SNI (eksisting) bila SNI tersebut direvisi.













https://www.slideshare.net/biotani/tinjauan-terhadap-sni-produk-tas-belanja-plastik





---o0o—


Riza V. Tjahjadi biotani@gmail.com 14052019











0o0

Tidak ada komentar:

Arsip Blog