Rabu, 19 Juni 2019

Plastik Ramah Lingkungan Semestinya Bebas Cukai









Plastik Ramah Lingkungan Semestinya Bebas Cukai




Menjajaki dapat terwujudnya konfigurasi dari upaya pemerintah memecahkan soal #sampahplastik.
Hari ini saya pantau kemungkinan jadwal putaran kedua Review terhadap dua Standar Nasional Indonesia (SNI) yaitu TBP dan #bioplastic Mudah Terurai (SNI 7188-7:2016) dan TBP Berbahan daur ulang (SNI 7188-11:2016) pada medio Mei 2019 yl. Hari ini, Rabu 190619 dengan berbekal materi kritisan sobat saya jajaki kelanjutan Review/ Peninjauan SNI itu di kantor Pusat Standarisasi Lingkungan dan Kehutanan KLHK di kompleks Manggala Wanabakti Senayan.

Dalam observasi saya belum tampak sesuatu yang dapat dipersandingkan dengan upaya Kementerian Keuangan, melalui Badan Kebijakan Fiskal (BKF) akan mengenakan cukai kepada kantung belanja plastik.

Bagaimana kira-kira TBP #ramahlingkungan atau #mudahterurai (#biodegradable ??) 
Bagaimana nantinya status TBP yang ramah lingkungan itu dalam kaitan pengenaan cukainya oleh Kemenkeu?

Simaklah berita: Upaya pengenaan cukai terhadap plastik diwacanakan kembali oleh Menkeu ke DPR RI dalam kerangka mengerem pemakaian plastik tetapi juga memaksimalkan penerimaan negara dari plastik. Targetnya RP500 miliar pada 2018, tetapi batal dieksekusi. tetapi.... disimak lanjut berita Selasa 180619 kemarin.
https://money.kompas.com/…/sri-mulyani-ajukan-kembali-wacan…



Sri Mulyani Ajukan Kembali Wacana Pengenaan Cukai Plastik ke DPR 



MUTIA FAUZIA Kompas.com - 17/06/2019, 19:27 WIB Ilustrasi kantong plastik
JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati kembali membuka opsi memungut cukai atas penggunaan plastik. Dalam rapat dengan Komisi XI DPR RI mengenai asumsi makro RAPBN 2020, Sri Mulyani mengungkapkan permohonannnya kepada DPR untuk memberikan restu atas pemungutan cukai yang sebenarnya sudah tercantum dalam UU APBN 2019. "Kami tidak akan lupa memohon agar Komisi XI menjadwalkan konsultasi mengenai cukai plastik karena sudah ada di UU apbn namun belum membuat PMK (Peraturan Menteri Keuangan) untuk melaksanakan karena harus melakukan konsultasi dengan anggota dewan," ujar dia di Jakarta, Senin (17/6/2019). Sebagai informasi, dalam anggaran penerimaan tahun ini pungutan cukai plastik ditargetkan sebesar Rp 500 miliar.  Angka tersebut sama dengan target penerimaan cukai plastik yang batal dieksekusi pada tahun fiskal 2018. Sri Mulyani mengungkapkan, pemungutan cukai plastik merupakan salah satu cara yang paling efektif untuk mengurangi konsumsi plastik. Pasalnya, dampak dari penggunaan plastik yang destruktif terhadap lingkungan begitu beragam. Sehingga aturan untuk pemungutan cukai ini harus segera diberlakukan. "Kita semua tahu bahwa plastik banyak sekali dampaknya. Jadi kita coba untuk membuat policy untuk mengurangi konsumsi plastik dan instrumen yang paling cocok adalah cukai," ujar dia. 

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Sri Mulyani Ajukan Kembali Wacana Pengenaan Cukai Plastik ke DPR", 

https://money.kompas.com/read/2019/06/17/192700226/sri-mulyani-ajukan-kembali-wacana-pengenaan-cukai-plastik-ke-dpr?fbclid=IwAR2eTyCIM8bQWohbcClKW3cThKZ-A9AFuzxUoGNSA8R6vA2jVKruTy0RUE4. 

Penulis : Mutia Fauzia
Editor : Bambang Priyo Jatmiko


Nah... lompat ke depan: Apakah plastik ramah lingkungan akan bebas cukai?
Semestinya begitu, ya :)
#Plastikkonvensional sajalah yang patut dikenakan cukai.

#Taxforsingleuseplastic
#promotebiodegradableplsstic
#beatplasticpollution 
#differentsolutions



Kutipan Permohonan Klarifikasi tentang : Kriteria Ekolabel – Bagian 11 : Kategori Produk Tas Belanja Plastik Berbahan DaurUlang 








Ingat juga:
Informasi Putaran Pertama Review Dua SNI Tas Belanja Plastik

https://www.slideshare.net/biotani/tinjauan-terhadap-sni-produk-tas-belanja-plastik



Tinjauan terhadap SNI Produk Tas Belanja Plastik; Jangan Menyerang Tapi Salinglah Mengisi


Panggung internasional dan muatan keputusannya menjadi pendorong utama untuk dilakukannya Tinjauan terhadap dua Standar Nasional Indonesia (SNI).Sederet konvensi terkait lingkungan hidup yang sudah lama terundangkandigunakan kembalik kusus untuk mengendalikan sampah plastik. Konvensi Stockholm mengenai, polutan organik yang awet (POPs). Rotterdam Convention dan Konvensi Basel Yang oertama adalah dimaksudkan untuk mencegah plastik yang terkontaminasi oleh senyawa yang termasuk dalam POPs. Yang kedua dan ketiga adalah soal perlintasanantar negara sampah plastrik; khususnya PIC, Prior Informed Consent on hazardous chemicals and pesticides pada Rotterdam Convention dan juga mewaspadai cemaran merkuri.

Itu adalah latar belakang internasional, yang baru dirangkum kembali sebagai kesepakatan PBB, melalui UNEA belum lama ini untuk menanggulangi sampah plastik. Tiga kovensi itu digunakan pemerintah RI dalam hal ini Direktorat Pengelolaan Sampah (PS) di Ditjen PLSB3 KLHK, yang diutarakan oleh Novrizal Tahar, direktur PS KLHK sebagai pembicara utama mewakili pemerintah dalam Rapat Tinjauan terhadap SNI Produk tas Belanja Plastik yang diselenggarakan oleh Pusat Standarisasi Lingkungan dan Kehutanan di Ruang Rimbawan 2 Manggala Wanabhakti Jakarta pada Selasa 14 Mei 2019.

Tiga konvensi internasional tersebut sebagai kesepakatan terbaru PBB yangmengikat (legally binding) bagi Negara anggotanya, karenanya mengenai sampah plastik yang semrawut masuk ke Indonesia akan mulai ditertibkan masyarakat internasional melalui adanya mekanisme notifikasi antar Negara pengekspor dan Negara yang akan menerima barang haram itu,

Lebih lanjut Novrizal Tahar menyatakan dalam hal SNI Ekolabel Tas Belanja, maka:
• Perlu meninjau SNI setelah dua tahun penerapan dan adanya perkembangan kondisi lingkungan di dalam negeri juga kesepakatan internasional:.
• Isu marine litter &microplastics yang menjadi perhatian khusus dunia internasional perlu menjadi pertimbangan dilakukan review karena salah satu sumber utama marine litter &microplastics adalah jenis tas belanja yang diatur dalam SNI
• Pada sisi penerapan SNI tidak memperhitungkan dampak lingkungan setelah purna pakai (post consumer) dan pada saat disusun belum memperhatikan resiko marine debris dan mikroplastic.
• Ke depan, pemberian ekolabel pada kantong belanja diharapkan juga mempertimbangkan pemenuhan kriteria sesuai dengan peraturan perlindungan lingkungan yang berlaku.
• Dalam konteks produk kantong belanja, para produsen harus bertanggungjawab terhadap sampah produknya pada saat selesai digunakan dengan mempunyai mekanisme daur ulang dan pemberian informasi yang lebih jelas kepada konsumen seperti info pendaurulangan,tahun produksi serta pemberian warna untuk membedakan bahan dan penanganan sampahnya setelah purna pakai.

Lebih lanjut mengenai perlunya pemberian kode pada plastik, Novrizal Tahar menyatakan Coding digunakan untuk memudahkan sistem di hilirnya, dan ini merupakan sarana edukasi bagi konsumen. Kantong plastik yang dijadikan kantong sampah karena tidak ada edukasi, dan akhirnya masuk ke TPA. Maka perlu dibangun suatu sistem tempat sampah tersendiri sehingga kantong sampah dapat terdegradasi di TPA.
Adapun mengenai penerapan kode dan memberikan pewarnaan terhadap kantong plastik, menurut Novrizal Tahar,dimaksudkan untuk memberi informasi kepada masyarakat tentang jenis-jenis plastik dan kualitasnya dalam konteks mudah terurai, atau jenis yang “ramah lingkungan”. Namun terhadap keberatan soal pewarnaan dari peserta rapat, maka Novrizal Tahar mengatakan justruhal itu sebagai tuntunan edukatif terhadap konsumen.

Oxo untuk tropis
Oxo adalah jawaban yang berkesesuaian dengan kondisi dan situasi tropis; hasil karya anak bangsa. Tommy Tjiptadjaja, Direktur UtamaPT Harapan Interaksi Swadaya/ Greenhope dalam salah satu bagian presentasinya jelas-tegas menunjuk bahwa Oxo itu berkeseuaian dengan UU No.18 tentang Pengelolaan Sampah tahun 2008 (Ref Pengurangan sampah pada Pasal 20 Ayat 3 dan beberapa peraturan terkait di bawahnya).

Lebih dari itu Tommy memberikan jawaban lugas teliti terkait beberapa pertanyaan kritis, Contohnya: Benarkah Oxo biodegradable plastic menyebabkan terjadinya microplastic?Mana lebih bahaya – macroplastic atau microplastic?Benarkah Oxo biodegradable plastic tidak bisa direcycle, sulit dalam pemisahan/pemilahan plastik? Sudah dibuktikan juga secara terbuka di Solo, Jawa Tengah dst. Pada bagian akhir, Tommy menyampaikan Masukan untuk SNI 7188 di dalam konteks oxo-biodegradable
•ASTM 6954, standar dunia yang terbaru untuk test oxidation-biodegradation. Roadmap yang jelas dari oxo-bio plastik menjadi terurai secara aman
1.Oxidation test
2.Biodegradation test
3.Ecotoxicity test

Pendaur Ulang Pasrah?
Pembicara yang mewakili asosiasi daur ulang plastik tampak dia sesekali membenarkan soal keefektifan oxo tetapi tak lupa menyentil apa yang dipandangnya kelemahan oxo - sebagaimana biasanya dilakukannya di salah satu grup WA. Namun pada ujungnya ketika dia berbicara mengenai berbagai persoalan industri daur ulang plastik, termasuk berdikotomis dalam daur ulang yaitu LDU, layak daur ulang dan BDU, bisa daur ulang, maka semakin nampak jelas bahwa industri ini pasrah terhadap keputusan pemerintah terhadap apa yang dipandangnya sebagai dilemma. Yaitu kalangan pendaurulang plastik hanya sebagai penggembira dalam upaya pengurangan sampah plastik, ataukah sebagai salah satu aktor yang dibutuhkan oleh pemerintah. Namun ia pun mengharapkan kemungkinan adanya subsidi maupun kemudahan dari pemerintah.
Perlu dicatat dalam sessi sebelumnya, ketua asosiasi daur ulang meminta agar  diadakannya tarif transportasi khusus untuk sampah plastik di luar Jawa yang dapat memberikan nilai keekonomian sampah plastik jika dikirim untuk didaur-ulang ke Jawa. Tetapi dalam konteks komponen daur ulang sampah plastik dalam penyusunan SNI Daur Ulang Plastik, dalam rapat Tinjauan terhadap dua SNI ini sejauh yang maksimal diusulkan oleh wakil-wakil pelaku usaha daur ulang adalah angka 70 persen, bukan minimal 70 persen sebagaimana ketentuan SNI Kriteria Ekolabel TBP Berbahan Daur Ulang pada 2017; tak ada yang berani mengusulkan kepada angka 100 persen. Alasannya, karena masih diperlukan plastik ori, bijiplastik yaitu sebagai penetral bau pada plastik daur ulang.

Dalam kata penutup Kepala Pusat Standarisasi Lingkungan dan kehutanan, Noer Adi Wardoyo, menyarankan agar pada diskusi selanjutnya, mungkin setelah IdulFitri, dapat berjalan dengan kepala dingin oleh para pihak.
Lebih lanjut Kepala Pusat Standarisasi Lingkungan dan kehutanan. berharap pada waktu mendatang agar semua pihak mau berkontribusi dalam diskusi pada dua SNI termaksud; tidak hanya berfokus kepada SNI-nya masing-masing,

Sekilas latar belakang tinjauan per-SNI-an: 
Penyusunan SNI 7188.7:2016 Kriteria Ekolabel – Bagian 7: Kategori Produk Tas Belanja Plastik dan Bioplastik Mudah Terurai dan SNI 7188-11:2016 Kriteria Ekolabel – Bagian 11: Kategori Produk Tas Belanja Plastik Berbahan Daur Ulang bertujuan untuk mendorong inovasi pengembangan teknologi plastik ramah lingkungan, juga untuk mendorong praktek circular economy di masyarakat sekaligus melakukan edukasi masyarakat mengenai penggunaan produk ramah lingkungan dan bagaimana produk tersebut dikelola setelah dikonsumsi (post consumption). Informasi dari produsen dicantumkan pada produk TBP dalam bentuk logo Ekolabel (Tipe 1 dan Tipe 2).Berdasarkan SNI tersebut, produk Tas Belanja Plastik (TBP) dapat dikelompokkan berdasarkan material yang digunakan dan penanganan pasca konsumsi (end-of-life), yaitu:

Kelompok 1: TBP berbahan baku konvensional + aditif yang mempercepat penguraian TBP di media lingkungan. Kinerja aspek lingkungan dari produk ini adalah mudah terurai (biodegradable), sehingga end-of-life produk dapat secara landfill maupun incenerator.

Kelompok 2: TBP berbahan baku nabati (biomaterial) yang mudah terurai secara biologi (biodegradable), sehingga end-of-life produk dapat digabungkan dengan sampah organic lainnya untuk dibuat kompos;

Kelompok 3: TBP berbahan baku dari plastik hasil daur ulang. Kinerja aspek lingkungan dari produk ini adalah dapat didaur ulang, sehingga end-of-life harus diguna ulang dan didaur ulang.

Masing-masing kelompok telah dilengkapi oleh kriteria dan pengujiannya. Penerapan SNI tersebut bersifat terbuka bagi seluruh pihak produsen plastik, asalkan memenuhi kriteria teknis yang ditetapkan, sehingga kompetisi di lapangan berlangsung secara sehat.

Sampai saat ini, SNI tersebut sudah dapat dipenuhi dan disediakan oleh produsen dalam negeri termasuk perangkat penerapan standar seperti penilaian kesesuaian, metode dan lembaga pengujian. Daftar produk TBP yang telah memenuhi kriteria disediakan sebagai informasi publik di website KLHK: http://standardisasi.menlhk.go.id.


Adapun tujuan review itu, yaitu
a. Mendapatkan masukan mengenai kriteria teknis dan pengujian untuk masing-masingkelompok bahan baku sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi.
b. Mendapatkan informasi mengenai kinerja aspek lingkungan dari masing-masing kelompok bahan baku.
c. Identifikasi diversifiasi produk plastik dengan mempertimbangkan bahan baku plastik dan kinerja aspek lingkungannya.
d. Membahas ketentuan peralihan transisi dari penerapan SNI (eksisting) bila SNI tersebutdirevisi.




Box


Dukungan Standardisasi dalam Pengelolaan SampahPlastik menurut Noer Adi Wardojo, Kepala Pusat Standarisasi Lingkungan dan Kehutanan.
Inovasi Produk melalui perangkat standar ekolabel:
1. SNI 7188.7:2016, Kriteria Ekolabel Produk Tas Belanja Plastik dan Bioplastik Mudah Terurai
2. SNI 7188-11:2018, Kriteria Ekolabel Produk Tas Belanja Plastik berbahan daur ulang
3. Klaim Aspek Lingkungan Spesifik (Ekolabel Swadeklarasi)

Standar Pengelolaan
1.Standar Pelayanan Masyarakat di Fasilitas Publik (Permen LHK No. P.90/2016)
2.Peta Sinkronisasi antara penghasil dan pemanfaat plastik
3.Pengembangan standar experiencetial (Standar X)

Teknologi Pengelolaan Sampah Plastik: Incenerator, dsb.


Catatan: Permen LHK No. P.90/2016 Pasal 6 Ayat 2
Fasilitas publik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), antara lain:
a. pasar rakyat;
b. pusat perbelanjaan;
c. pariwisata alam;
d. fasilitas rekreasi/olah raga/taman kota;
e. tempat peribadatan;
f. terminal/rest area/stasiun/bandara/pelabuhan;
g. sarana pendidikan;
h. perkantoran;
i. fasilitas event/pertemuan/MICE; atau
j. rusunawa.


Pengelolaan sampah dalam peraturan menteri ini salah salah satu dari empat butir yang dikategorikan ke dalam komponen generik. Komponen subtansi teknis pengelolaan sampah, yaitu: Pewadahan sampah, Pemilahan sampah, Pengangkutan sampah dan Pengumpulan sampah.

Pada pokoknya, Pengelola Fasilitas melakukan pemantauan dan evaluasi serta perbaikan secara berkelanjutan terhadap penerapan SPM.
Dalam hal penerapan dan penilaian terhadap Standar Pelayanan Masyarakat (SPM) pada fasilitas publik, peraturan menteri ini di antaranya dicantumkan:

---

Siaran Pers
Walhi Jakarta; Jakarta, 23 April 2018


Cukai Kantong Plastik


Pemerintah merencanakan penerimaan cukai plastik di 2018 dengan target Rp 500 miliar. Target itu tertuang dalam RAPBN 2018. Jika program ini terealisasi, maka masyarakat harus bersiap-siap merogoh kocek lebih untuk plastik itu. Belum lagi dengan dampak yang akan terjadi secara luas kepada industri terkait, yang sebagian besar merupakan industri kecil dan menengah.

Adanya penerapan cukai kantong plastik bertujuan untuk pengendalian pencemaran sampah kantong plastik yang ditimbulkan. Selain itu penerapan ini juga bertujuan untuk membiasakan masyarakat agar menggunakan kantong plastik ramah lingkungan serta sebagai pengganti dari aturan KLHK terhadap kantong plastik berbayar yang pada beberapa waktu lalu sempat viral tetapi tidak terlaksana dengan baik dan terindikasi adanya penyelewengan terhadap pengumpulan dana kantong plastik berbayar tersebut.

Karena tujuan dari cukai ini adalah baik adanya dan perlu didukung, tetapi dalam penerapan cukai ini juga harus memperhatikan semua elemen secara holistik untuk memastikan kesuksesannya dan kesinambungannya. Seringkali kebijakan yang bertujuan baik, jika tidak memperhitungkan aspek kelembagaan, aspek perlindungan konsumen, aspek pengembangan industri, aspek lingkungan dan aspek lainnya, dapat menyebabkan ekses negatif yang buruk, teerlebih lagi efek seperti bumerang terhadap pengambil kebijakan. Perlu adanya kebijakan yang objektif dan untuk kebaikan masyarakat luas dan lingkungan, tidak sempit terhadap kepentingan tertentu. 

Beberapa catatan berdasarkan dokumen “PEMBAHASAN RANCANGAN PERATURAN PEMERINTAH TENTANG BARANG KENA CUKAI BERUPA KANTONG PLASTIK” yang telah kami teliti, pelajari dan cermati didapat potensi kekeliruan fatal dan untuk dapat segera ditindaklanjuti :

1. Kami mengerti dari RPP tersebut bahwa pengenaan cukai adalah kepada seluruh kantong plastik, kecuali beberapa kriteria yang tidak dipungut. Ada dua kriteria pengecualian spesifik yang menjadi masalah :
a. “cukai tidak dipungut penerapan kantong plastik tidak kena cukai apabila kantong plastik memiliki ketebalan 50micron atau lebih”. Kriteria ini akan membuat banyak kantong plastik yang dibuat dan dipakai menjadi tebal samapi 5x dari yang sekarang (saat ini banyak kantong tebalnya hanya 10 -15 micron). ini menyalahi prinsip pengelolaan sampah 3R dimana biarpun dengan tujuan agar kantong tersebut bisa di recycle, tapi tidak boleh menyalahi prinsip reduce (pengurangan). Jika ini sampai terjadi maka tonnase pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) akan semakin meningkat, karena setelah plastik di recycle pun pada akhirnya akan ke TPA juga. selain itu semua plastik tambahan ini  akan membutuhkan proses yang lama untuk hancur dan terurai. Kami selaku pemerhati lingkungan sangat keberatan dengan paradigma ini, karena di australia pun kebijakan serupa sudah terbukti tidak berhasil dan butuh di kaji ulang. 

https://www.theguardian.com/environment/2018/jan/30/single-use-plastic-bags-ban-under-security-as-shoppers-switch-and-ditch-reusables

b. “dibuat seluruhnya dari polimer yang ramah lingkungan tanpa mengindahkan adanya bahan penambah lain”. Pernyataan ini mengarah secara sempit ke teknologi tertentu, sehingga sarat akan potensi konflik kepentingan. Padahal untuk kantong plastik ramah lingkungan sudah diterbitkan Ekolabel Type 1 SNI dan Type 2 Swadeklarasi Kantong Ramah Lingkungan oleh PUSTANLINGHUT KLHK sendiri dan juga SNI 7188.7-2016 Kategori Produk Tas Belanja Plastik dan Bioplastik mudah terurai. Di dalamnya  sudah ada pilihan – pilihan teknologi ramah lingkungan baik full biodegradable, bo based degradable maupun Oxo-bio yang memenuhi uji standar – standar test internasional. Mengapa pengecualian cukai ini tidak mengacu ke SNI tersebut yang sudah dibuat oleh KLHK sendiri, sehingga tidak seakan-akan setiap kementrian mendefinisikan apa yang “ramah lingkungan” dan apa yang tidak, sehingga menjadi konflik informasi di masyarakat. Ironis juga kalau produk yang sudah SNI kantong belanja ramah lingkungan dikenakan cukai. Kredibilitas pemerintah yang dipertaruhkan dalam hal ini.
2. Larangan lainnya adalah “pabrik dilarang menghasilkan barang selain kantong plastic, dan semua inventaris, mesin, harus dipisah antara produksi kantong dan bukan kantong” dalam revolusi industri 4.0 dan ekonomi digital dimana sudah berkembang sejak tahun 2011, mesin serbaguna sudah diterapkan hampir kepada semua kalangan industri dimana 1 alat dapat menghasilkan beberapa produk dimana hal itu diharapkan dapat meminimalisir dan menekan biaya produksi sehingga perusahaan dapat memaksimalkan produksinya dan meningkatkan kesejahteraan para pegawainya. Larangan ini tidak akan bisa diimplementasikan secara praktis karena akan secara langsung mengurangi efisiensi mesin dan daya saing industri dalam negeri.

Isi dalam RPP tersebut juga mengindikasikan adanya ketidaklengkapan informasi yang didapat para pembuat kebijakan dan lebih buruknya dapat diinterprestasikan sebagai “titipan kebijakan” untuk beberapa kalangan tertentu. Dalam pembuatan kebijakan aspek keadilan dan objektivitas perlu diterapkan sehingga menjadi win – win solution untuk semua pihak yang terkait baik masyarakat, pemerintah, maupun industry/pengusaha demi keberlangsungan lingkungan hidup yang berkeadilan dan lestari.

Adrie Charviandi
(081286083796)
Manager Advokasi dan Kampanye
WALHI Jakarta



Keseluruhan; lihat di

https://www.slideshare.net/biotani/plastik-ramah-lingkungan-semestinya-bebas-cukai






---o0o—

-

Tidak ada komentar:

Arsip Blog